Berita Ekonomi Bisnis
30 Persen Perajin Tahu Tempe di Kendal Berhenti Produksi, Primkopti Tak Bisa Berbuat Banyak
Primkopti Harum Kendal menyebut, kebanyakan perajin yang berhenti adalah mereka dengan jumlah produksi di bawah 50 kilogram kedelai.
Penulis: Saiful Ma sum | Editor: deni setiawan
"Bahkan banyak yang tidak bisa tutup modal, akhirnya berhenti produksi."
"Maunya jual tahu tempe ukuran normal, tapi harga bahan bakunya melambung tinggi," jelasnya.
Rifai menyebuat, kenaikan harga kedelai hingga tembus Rp 11.000 per kilogram ini mulai terjadi pada awal 2022.
Sebelumnya juga pernah terjadi pada 2000 dan awal 2021.
Padahal, harga standar kedelai untuk perajin, idealnya di angka Rp 7.500 per kilogram.
Cukup untuk menghasilkan produk tahu dan tempe yang bagus, dan bisa mendapatkan untung.
Kini, kondisinya jauh lebih memprihatinkan dengan kenaikan drastis kedelai.
Sebagai perwakilan Primkopti Kendal, Rifai meminta pemerintah turun tangan segera mungkin.
Beberapa tuntutannya adalah, pemerintah harus mengatur dan memperhatikan kembali tata niaga kedelai, agar harga kedelai bisa stabil serta kejadian serupa tidak terjadi berulang-ulang.
Kemudian, pemerintah harus memperhatikan stok kedelai nasional untuk mengantisipasi jika terjadi permasalahan di tingkat dunia.
Karena sebagian besar kedelai yang ada saat ini adalah kedelai impor.

Baca juga: Petaka Bocah 13 Tahun Hilang di Sungai Lukulo Kebumen, Nama Korban Paryudi
Baca juga: Maling Bolongi Plafon Perpustakaan SDN 2 Tenggeles Kudus, Dapat Laptop dan Uang Tunai
Rifai juga berharap, pengalaman kejadian ini bisa diantisipasi pemerintah agar ke depannya tidak mempersulit para perajin tahu tempe dalam menjalankan roda usahanya.
Semata-mata untuk memfasilitasi masyarakat bisa mendapatkan gizi yang murah dan meriah dari tahu dan tempe.
"Perajin mau tidak mau harus menyiasati persoalan yang ada agar tetap bisa produksi."
"Sebenarnya, ini membuat perajin dilema," tuturnya.