Berita Ekonomi Bisnis
30 Persen Perajin Tahu Tempe di Kendal Berhenti Produksi, Primkopti Tak Bisa Berbuat Banyak
Primkopti Harum Kendal menyebut, kebanyakan perajin yang berhenti adalah mereka dengan jumlah produksi di bawah 50 kilogram kedelai.
Penulis: Saiful Ma sum | Editor: deni setiawan
Satu di antara perjain tempe yang masih bertahan adalah Haji Tiban (69) warga Weleri, Kabupaten Kendal.
Dia menjadi produsen tempe sejak 1975, saat harga kedelai masih murah.
Dahulu, Haji Tiban bisa memproduksi 1,5 kuintal kedelai per produksi.
Sekarang, jumlah produksinya berkurang drastis menjadi 1 kuintal, karena harga kedelai yang melambung tinggi.
"Enggak kuat kalau beli kedelai banyak dengan harga tinggi."
"Yah seadanya saja meski dapat untungnya juga sedikit," kata dia kepada Tribunjateng.com, Rabu (23/2/2022).
Tiban juga turut serta melakukan aksi mogok produksi sejak Jumat pekan kemarin, agar keluh kesahnya sebagai perajin tempe didengar pemerintah.
Ia pun kerepotan dalam mengatur roda usahanya di tengah tingginya harga kedelai.
Untuk bisa kembali modal, Tiban terpaksa mengecilkan ukuran tempenya.
Dari sebelumnya satu kilogram kedelai jadi 6 biji, sekarang jadi 7 biji dengan harga yang sama Rp 2.500 per biji.
Belum lagi, harus menggaji dua karyawannya yang membantu Tiban dalam mengolah kedelai.
"Kami cuma berharap, harga kedelai bisa stabil kembali."
"Paling tidak Rp 8.500 per kilogramnya, biar kami bikin tempe tidak terlalu kecil dan tidak rugi, biar bisa nutup biaya operasional," harapnya.
Sebelumnya, perajin dan pedagang tahu tempe di Kendal menggelar aksi mogok produksi dan jualan selama tiga hari.
Terhitung mulai Senin (21/2/2022) dan berakhir pada Rabu (23/2/2022).