Berita Duka
Innalillahi, KH Djamaluddin Ahmad Tambakberas Jombang Meninggal
Kabar duka, Pengasuh Bumi Damai Al Muhibbin Ponpes Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, Jawa Timur, KH Mohammad Djamaluddin Ahmad meninggal hari ini, Kam
Beliau menjawab “Dereng saget Mbah.” Kiai Abu Amar menjawab “Kowe nek mondok ojo pisan-pisan niat dadi wong pinter, nanging niato golek ilmu sing manfaat.”
Setelah berpamitan pada Kiai Abu amar, kemudian sowan kepada KH. Abdul Ghofur yang berwasiat “Djamal ngertenono ilmu seng manfaat iku contone koyok banyu, banyu kuwi ora demen manggon ing tanah kang duwur, neng demen manggon ing tanah kang endek lan tanah kang ledok, tegese ilmu seng manfaat kuwi mung seneng manggon ono ing ati kang andap asor lan toto kromo, mulane mbeso’ kapan wes nang pondok bisoho dadi kesete santri.”
Ketika berpamitan kepada ibunya, ibunya merasa keberatan karena merasa tidak mampu memberikan biaya untuk belajar di pondok, akhirnya selama 5 hari, setiap pagi beliau menangis di telapak kaki ibunya untuk diberikan restu belajar di pondok pesantren.
Akhirnya ibunya memberikan restu juga dengan janji memberikan bekal yang sangat minim. Pada waktu berangkat, seperti santri-santri yang lain, beliau juga membawa beras, kelapa dan sedikit uang, berangkat dari rumah diikuti oleh ayah dan ibunya menuju ke jalan raya untuk menunggu kendaraan, mulai dari rumah sampai ke jalan raya selalu disertai tangisan dari kedua orang tuanya lebih-lebih ibunya.
Akhirnya sampailah beliau di pondok Tambakberas Jombang, adapun bekal yang sangat minim tadi, setelah cukup untuk membayar becak, persyaratan-persyaratan masuk pondok dan madrasah, uang itu habis tinggal beberapa rupiah saja, untung dari rumah membawa beras dan kelapa sehingga cukup untuk hidup beberapa bulan.
Pendidikan
Beliau berangkat ke pondok pesantren Tambakberas Jombang pada pertengahan 1956, masuk MI di kelas II dan dipertengahan tahun langsung masuk kelas III. Karena pondok mulai membangun Madrasah Mu’allimin, maka murid kelas I Mu’allimin diambil dari murid kelas VI MI, otomatis kelas V menjadi kelas VI, kelas IV menjadi kelas V dan kelas II menjadi kelas III.
Selama di Tambakberas bekal beliau selalu kekurangan, pernah selama beberapa bulan terkadang sampai setahun hanya memasak nasi dan untuk lauknya hanya merebus air yang diberi garam, tumbar dan merica saja, terkadang dari ibunya disuruh membawa kedelai dan tepung untuk membuat rempeyek di pondok.
Jika sudah habis, maka keadaan akan kembali seperti semula, terkadang pula selama beberapa bulan hidup dengan cara lain yakni kalau pagi membeli sepotong singkong rebus dan kolak kacang hijau satu mangkok begitu pula di sore hari.
Pada pagi hari yang kedua seperti itu juga dan pada sore hari yang kedua membeli nasi satu piring dan minum air kendi, Tapi ternyata itu semua belum cukup untuk memenuhi kebutuhan perutnya sehingga bila malam tiba setelah jam 12 malam, ia mencari sisa-sisa intip nasi yang masih tersisa di kendil masak.
Sekitar pertengahan tahun 1959 beliau tamat MI kemudian masuk Mu’allimin. Pada pertengahan 1964 beliau tamat Mu’allimin lebih cepat karena dari kelas III beliau langsung masuk kelas V.
Diwaktu masih duduk di kelas III, beliau sudah diperintah KH. Fattah untuk mengajar di Madrasah Wajib Belajar (MWB) di lingkungan pondok Tambak beras juga, adapun murid-muridnya pada waktu itu adalah; Luthfi Arif, Ansori Shehah, Lahnan, Shohib dan lain-lain.
Disamping mengajar di MWB beliau juga mengajar di pondok putri Al-Fathimiyyah dan pondok putra (pondok induk sekarang) yakni di komplek Pangeran Diponegoro.
Pada waktu kelas V beliau dipercaya oleh kepala sekolah Mu’allimin yang waktu itu dijabat oleh KH. Ahmad Al Fatih sebagai ketua OSIS, dan dipercaya oleh pengurus pondok pesantren sebagai ketua Jam’iyyatul Qurro’ wal Huffadz, dan dipercaya oleh pelajar pesantren sedaerah kediri yang berdomisili di PP. Tebuireng, Sambong, Denanyar dan Tambakberas sebagai ketua Orda yang bernama IKPK (Ikatan Keluarga Pelajar Kediri).
Begitu tamat dari Mu’allimin, beliau diambil menantu oleh KH. Fattah mendapatkan putrinya yang bernama Churriyyah yang masih kelas I Mu’allimat.