Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

OPINI

OPINI Waliyadin : Menimbang Penghapusan Penjurusan di SMA

SETELAH diluncurkan nama kurikulum baru yaitu Kurikulum Merdeka yang rencananya akan mulai diterapkan pada tahun pelajaran 2022/2023 secara opsional

tribunjateng/dok
ILUSTRASI siswa SMA atau SMK 

Waliyadin, SPd., MA TESOL
Dosen Bahasa Inggris di UIN Syarif Hidayatullah


SETELAH diluncurkan nama kurikulum baru yaitu Kurikulum Merdeka yang rencananya akan mulai diterapkan pada tahun pelajaran 2022/2023 secara opsional, muncul pemberitaan di media bahwa tidak ada penjurusan di SMA, seperti jurusan IPA, IPS, dan Bahasa (TribunSolo.com, 13 Februari 2022).

Hal ini menarik untuk dipertimbangkan dan apakah nantinya perlu dihapus atau tetap dipertahankan.

Pada saat SMA tahun 2006, saya masuk jurusan IPA mulai dari kelas XI. Di kelas X saya masih mengikuti seluruh mata pelajaran baik IPA, IPS maupun Bahasa.

Memilih jurusan IPA bukan berarti saya akan menjadi dokter, insinyur, atau saintis meskipun tidak juga menolak jika bisa menjadi dokter.

Nyatanya, setelah lulus SMA saya melanjutkan kuliah di salah satu perguruan tinggi Islam di Jawa Tengah dengan mengambil jurusan Tadris Bahasa Inggris atau Pendidikan Bahasa Inggris di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan.

Cerita lain adalah ada seorang teman pada saat SMA mengambil jurusan IPS namun setelah lulus kemudian dia melanjutkan kuliah dan mengambil jurusan kedokteran.

Pada tahap ini kita bisa mencoba menyimpulkan bahwa penjurusan di SMA tidak bersifat determinan atau dengan perkataan lain masih bersifat dinamis.

Kita bisa memilih akan berprofesi apa atau melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi dengan jurusan tertentu. Kemungkinan-kemungkinan itu sangat terbuka lebar.

Banyak faktor yang pada akhirnya menuntun seseorang untuk benar-benar memilih pada satu profesi atau mendalami bidang keilmuan tertentu.

Memilih profesi

Lantas apakah masih perlu diadakan penjurusan di SMA toh pada akhirnya lulusan SMA tidak menjadi atau memilih profesi sesuai dengan jurusan yang diambil pada saat SMA?

Di SMA, meskipun Anda mengambil jurusan IPA, Anda masih harus belajar ilmu sosial, sejarah dan bahasa misalnya.

Sebaliknya yang mengambil jurusan IPS juga masih harus mengambil mata pelajaran Matematika dan Bahasa.

Yang berbeda mungkin adalah di jurusan IPS, siswa tidak mengikuti mata pelajaran IPA seperti Biologi atau Fisika. Artinya, tidak terlalu signifikan adanya penjurusan di SMA.

Mendikbud Ristek, Nadiem Anwar Makarim menyatakan bahwa dihapusnya jurusan di SMA untuk memberikan kemerdekaan bagi siswa dan kemerdekaan ini diberikan karena siswa SMA sudah memasuki usia dewasa untuk bisa memilih (TribunSolo.com, 13 Februari 2022).

Lagipula, faktor yang menentukan pilihan jurusan tidak selalu berdasarkan pada hasil pengkajian minat bakat yang biasanya dilakukan oleh guru Bimbingan Konseling.

Ada yang memilih jurusan IPA berdasar pada asumsi bahwa jurusan IPA adalah kumpulannya orang-orang pintar dan patuh pada guru dan sebaliknya yang masuk di jurusan IPS atau jurusan Bahasa adalah kelasnya anak-anak nakal dan urakan.

Meski anggapan itu tidak selalu benar, stigmatisasi buruk kelas IPS dan Bahasa diyakini baik oleh siswa, guru dan juga orangtua.

Namun, jika penjurusan benar-benar ditiadakan, tidakkah nanti akan membuat kebingungan bagi guru dan siswa.

Logikanya begini: yang sudah sejak awal siswa diarahkan untuk memilih jurusan ternyata mereka masih kebingungan.

Apalagi, ketika mereka disuguhkan dengan banyak pilihan dan kebebasan; apakah tidak kemudian menjadikan siswa lebih bingung untuk memilih.

Secara teknis mungkin pusat kurikulum Kemdikbud Ristek akan mengatur tata caranya.

Resistensi

Tetapi, bagaimana jika terjadi resistensi dari siswa yang tidak mau mengambil mata pelajaran yang menurut mereka sulit, misalnya Matematika dan Fisika.

Lantas, guru Matematika dan guru Fisika mau mengajar apa? Jika sebagian besar siswa memilih mata pelajaran sosial, bukankah ini akan merepotkan guru ilmu sosial karena harus mengajar kelas yang besar dan beban kerjanya menjadi berlebihan. Apalah artinya jika niat awal memberikan kemerdekaan, justru ketimpangan yang muncul?

Belum lagi ada kekhawatiran sebagian guru akan hak Tunjangan Profesi Guru (TPG) karena ada perubahan struktur kurikulum yang mengakibatkan terhambatnya pemenuhan beban kerja guru seperti yang disampaikan ketua Departemen Penelitian dan Pengabdian Masyarakat PB PGRI, Sumardiansyah Perdana Kusuma (Kompas.com, 12 Februari 2022). Hal teknis semacam itu perlu dipertimbangkan secara serius oleh Kemdikbud Ristek.

Implikasi lainnya adalah persoalan buku pelajaran yang juga perlu dipertimbangkan.

Memang di era digital sumber belajar bisa didapatkan dari mana saja namun bagi sekolah-sekolah di daerah perbatasan tidak semua bisa mengaksesnya.

Tentu buku-buku penunjang kurikulum ini juga perlu diadakan. Dan untuk pengadaan buku tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Kekhawatiran yang muncul adalah pengadaan buku hanya menjadi proyek tanpa guna seperti proyek buku-buku sebelumnya yang belum dimanfaatkan secara maksimal tetapi sudah berganti kurikulum lagi.

Menimbang dari dua sudut pandang dan implikasinya, kiranya Kemendikbud Ristek masih perlu menerapkan penjurusan di SMA.

Toh selama ini dengan adanya penjurusan siswa masih bebas memilih apa yang menjadi minat mereka.

Dan kebebasan memilih mata pelajaran di dua tahun terakhir juga pada akhirnya bermuara pada penjurusan. Jika dengan penjurusan lebih terorganisir lebih baik kenapa harus memilih kebebasan yang pada akhirnya tidak terkendali.

Paulo Freire (2005) dalam bukunya Teachers as Cultural Workers pernah menegaskan bahwa kebebasan memilih konten pelajaran bukan berarti membiarkan begitu saja siswa memutuskan, otoritas profesional guru tetap perlu dipertahankan dan guru tetap perlu memegang kendali dalam proses yang terjadi di kelas untuk mencegah terjadinya chaos dan lawlessness (ketiadaan aturan). (*)

Baca juga: Alasan Wirda Mansur Keluar dari Oxford Karena Jam Kuliah Tabrakan dengan Waktu Sholat

Baca juga: Aplikasi Penghasil Uang Fotolia, Jual Beli Foto Dapat Bayaran Mahal

Baca juga: 4 Potret Kerusakan Pasca Terjadinya Gempa di Pasaman Barat 3 Orang Meninggal

Baca juga: 5 Sholat Wajib Lengkap dengan Jumlah Rakaat dan Waktu Pelaksanaan

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved