Berita Kendal
Aliansi Pedagang Pasar Weleri Asli Kendal Mengadu ke DPRD untuk Pindah ke Pasar Kobong
Aliansi Pedagang Pasar Weleri Asli mengadu kepada dewan perwakilan rakyat daerah.
Penulis: Saiful Ma sum | Editor: sujarwo
TRIBUNJATENG.COM, KENDAL - Sejumlah pedagang pasar Kendal yang tergabung dalam Aliansi Pedagang Pasar Weleri Asli mengadu kepada dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD), Kamis (17/3/2022).
Beberapa pedagang tersebut mengeluhkan sepinya dagangannya sejak pindah ke pasar relokasi di Terminal Bahurekso Januari lalu.
Mereka meminta D

PRD bisa menjembatani pedagang dengan pemerintah daerah agar mencarikan solusi atas permasalahan yang ada.
Pedagang pun mengaku tidak akan kuat bertahan di pasar relokasi jika kondisi pasar terus-terusan sepi.
Seorang pedagang, Ahmad Zamzuri (42) mengatakan, saat ini tinggal 60-70 pedagang saja yang masih bisa bertahan jualan di pasar relokasi.
Padahal, sebelumnya ada 150-an pedagang yang aktif mengikuti kebijakan pemerintah daerah pindah ke pasar sementara.
Kondisi pasar yang tak kunjung ramai membuat sebagian besar pedagang memilih keluar dari pasar darurat secara bertahap.
Ada yang kini berjualan di rumah, di tempat lain, dan ada yang hanya menutup toko.
Menurut Zamzuri, pendapatan yang diperoleh pedagang saat ini tidak cukup untuk menutup kebutuhan keluarga masing-masing.
Finansial pun mulai terkuras, sehingga ledagang mulai kesulitan jika terus bertahan di pasar relokasi.
"Bagi kami, kebijakan pemerintah belum ada yang berdampak positif bagi kelangsungan ekonomi pedagang. Kami audiensi ke DPRD agar pemerintah juga mendengar apa yang kami rasakan saat ini," terangnya.
Audiensi diikuti pedagang dari beberapa elemen dagangan, seperti sayuran, buah, pakaian, sembako, dan lainnya.
Mereka meminta izin kepada pemerintah daerah melalui DPRD untuk menempati kembali sekitar eks Pasar Weleri terbakar (pasar kobong).
Dengan alasan, lebih strategis untuk mendongkrak perekonomian pedagang yang terpuruk.
Jika dipaksakan bertahan di pasar relokasi, Zamzuri khawatir pedagang justru akan bangkrut.
Besarnya pengeluaran untuk membeli stok dagangan, tidak sebanding dengan pendapatan yang diterima pedagang.
Belum lagi pedagang yang hanya mengandalkan pendapatan sebagai pedagang untuk memenuhi tanggungjawab kredit perbankan.
Zamzuri berharap, pemerintah daerah hingga provinsi mendengar keluh kesah pedagang untuk memberikan solusi yang terbaik.
"Saya dulu dapat omzet Rp 300 ribu per hari, sekarang sering nol rupiah. Kami ingin pindah ke kawasan pasar kobong sebelum puasa Ramadhan tiba. Karena di sini (pasar relokasi) jauh dari permukiman, akses transportasi pembeli susah, pasar sepi, pedagangnya rugi," tutur dia.
Jika aduan ini tidak mendapatkan respon dari pemerintah Kendal, sejumlah pedagang akan mengadu ke tingkat provinsi.
Semata-mata untuk bertahan diri sebagai pedagang pasar dalam mencari nafkah keluarga.
"Kami sudah berusaha melaksanakan dan mengikuti apa yang menjadi kebijkan pemerintah. Tapi kami juga tidak bisa bertahan terlau lama jika tidak ada progres positif bagi kami. Kami ingin hidup nyaman sebagai pedagang," harapnya.
Pedagang lain, Rohadi (55) mengaku, omzet yang diterima selama berjualan di pasar relokasi menurun drastis.
Dari sebelumnya bisa tembus Rp 2 juta per hari, kini hanya mendapatkan Rp 100-200 ribu per hari.
Kondisi ini tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan keluarganya.
Belum lagi Rohadi mempunyai tanggungan cicilan perbankan yang sudah menunggak 3 bulan terakhir karena tidak adanya pendapatan yang pasti.
"Sepi betul pasarnya, buat bertahan cari makan saja sudah mepet," jelas pedagang sembako dan sayuran.
Menurutnya, pendapatan minim di bawah Rp 200 ribu per hari itu akan habis untuk mencukupi kebutuhan keluarga saja.
Artinya, tidak ada lagi anggaran yang bisa dipakai untuk memutar dagangan, sehingga pedagang bisa tutup toko lebih cepat.
Ketua Komisi B DPRD Kendal, Dian Alfat Muchammad menyambut baik apa yang menjadi harapan dan permintaan pedagang.
Kata dia, ada dua poin yang nantinya bakal disampaikan dan didiskusikan kepada pemerintah daerah melalui dinas atau instansi terkait.
Tentang ijin kembali menempati halaman eks Pasar Weleri terbakar, dan meminta kejelasan pemerintah daerah terkait kapan pembangunan Pasar Induk Weleri.
Pihaknya berjanji akan berupaya penuh menjembatani apa yang menjadi keinginan pedagang kepada pemerintah daerah.
Dengan harapan, ada solusi yang bisa diberikan kepada para pedagang.
"Sepinya pembeli ini dikarenakan akses transportasi pembeli yang belum memadahi, jauh dari permukiman, dan lain-lain. Kami coba komunikasikan dengan pemerintah daerah, semoga ada solusi yang terbaik," jelasnya.
Sementara itu, anggota komisi B Riski Aritonang menambahkan, kondisi yang dialami pedagang saat ini sangat memprihatinkan.
Karena keluh kesahnya menyangkut persoalan makan keluarga sehari-hari, hingga persoalan hutang atau cicilan.
Dia berharap, jeritan pedagang ini bisa didengar pemerintah, sehingga kebijakan-kebijakan yang ada bisa dikaji ulang.
"Jujur kami miris mendengar keluh kesah pedagang ini. Kami akan mengkaji ulang pesan pedagang, kami berusaha sambungkan ke pemda. Kalau tidak ada tanggapan baik untuk pedagang, bukan tidak mungkin nanti aspirasi akan maju ke tingkat provinsi," tegasnya. (*)