Berita Blora
Bertahannya Batik Ciprat Todanan Blora di Tengah Keterbatasan dan Pandemi
Ditengah berbagai keterbatasan, batik ciprat Todanan, Kabupaten Blora tetap bertahan di masa pandemi Covid-19.
Penulis: ahmad mustakim | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM, BLORA – Ditengah berbagai keterbatasan, batik ciprat Todanan, Kabupaten Blora tetap bertahan di masa pandemi Covid-19.
Fitria Rusmiyati warga Desa Kedungwungu Kecamatan Todanan, merupakan sosok yang berjuang mempertahankan batik karya anak-anak disabilitas di wilayahnya.
Perempuan berusia 42 tahun menceritakan awal mula pembuatan batik ciprat itu.
"Ide menciptakan batik ciprat setelah mengikuti pelatihan di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Intelektual Kabupaten Temanggung," ungkapnya, Jumat (25/3/2022).
Dikatakannya, tahun 2018 lalu terdapat program dari Dinsos Blora. Kemudian dirinya dikirim untuk ikut pelatihan di Temanggung selama 4 hari.
"Saat itu yang ikut pelatihan dari Desa Kedungwungu dan Tinapan. Memang disana itu latihannya batik ciprat," ujarnya.
Fitri pun mencoba mengaplikasikannya dengan anak-anak penyandang disabilitas di dua desa.
"Waktu pertama itu banyak mas. Ada 20-an anak. Pesanan batik juga mulai ada. Tapi pada 2019 mulai goyah.
Ada beberapa anak yang sudah tak mau datang. Itu yang dari Desa Tinapan. Ini paling tinggal 12 an anak," terangnya.
Ibu dua anak ini mulai gelisah, kemudian berinisiatif untuk memindahkan proses membatik ke Desanya.
"Dulu di Balaidesa Tinapan. Lalu saya pindah ke Balaidesa Kedungwungu karena disana sudah mulai tidak aktif.
Saya kasihan anak-anak kalau ini (batik) berhenti. Mereka mau apa lagi. Paling gak ya biar mereka bisa buat jajan," jelasnya.
Dikatakannya, saat di Balaidesa anak-anaknya protes tidak ada waktu di rumah.
"Kalau Sabtu Minggu ke Balaideso ngurus batik. Akhirnya saya ijin Pak Kades agar kegiatan batik dipindah ke rumah saya," lanjutnya.
Fitri mengaku bersyukur, meski ditengah keterbatasan, batiknya masih tetap eksis. Pesanan pun datang tidak hanya dari Kabupaten Blora.
"Saya kan jual online juga mas. Itu anaknya saya yang posting-posting di Instagram. Kemarin dari Kudus pesan 30 potong, Kulonprogo, Jogja juga ada.
Ada juga Jawa timur. Untuk harga saya jual Rp 140-150 ribu tergantung tingkat kesulitannya," akunya.
Kedepan, dirinya ingin membangun membangun tempat produksi baru di depan rumahnya. Mengingat tempat produksi yang ada saat ini cukup sempit.
"Saya pengennya pindah di depan mas. Karena di belakang kan sempit. Kalau di depan kan juga banyak orang tahu. Tapi ini belum bisa. Karena kan butuh dana," ucapnya.
Sementara itu, Uci Lestari, salah satu pembatik mengaku setiap bulan bisa mendapat uang sampai Rp 400 ribu.
"Ya senang. Kadang bisa dapat Rp 400 ribu sebulan. Saya tabung mau beli sapi dan HP," katanya.
"Semoga lancar dan pesanan banyak. Biar bisa nabung terus untuk beli sapi," harapnya. (kim)
Baca juga: Chord Kunci Gitar Lagu Kejar Angga Yunanda
Baca juga: Chord Kunci Gitar Lagu Di Kesepian Ini Angga Yunanda
Baca juga: Kenapa PSIS Semarang Kalah Telak dari Persipura Jayapura, Ini Alasan Rezal
Baca juga: Minyak Goreng Curah di Banyumas Langka di Pasaran, Dijual Kisaran Rp 18 Ribu - Rp 20 Ribu Per Kilo