Ramadan 2022
Cerita Juragan Enting-enting Gepuk Mualaf Membangun Masjid Klenteng
Dulu ada juragan camilan enting-enting gepuk di Salatiga kemudian menjadi mualaf bernama Yusuf Hidayatullah.
Penulis: Hanes Walda Mufti U | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM -- Dulu ada juragan camilan enting-enting gepuk di Salatiga kemudian menjadi mualaf bernama Yusuf Hidayatullah.
Sepulang dari Tanah Suci Yusuf kemudian membangun Mesjid Klenteng dan majelis taklim. Mesjid ini tiap Maghrib juga ada membagikan takjil serta buka puasa bersama.
Ornamen maupun bentuk bangunan mesjid di Jawa biasanya ada unsur seni arsitektur Arab, Parsi, Turki, India atau khas Jawa.
Namun ada juga ornamen mesjid mengandung unsur budaya Tionghoa. Satu di antaranya adalah Masjid Klenteng yang berlokasi di di Jalan Abiyoso No 14 Dukuh Salatiga.
Masjid ini punya bentuk serta ciri yang khas mirip tempat ibadah warga Tionghoa.
Warna merah yang mendominasi, serta terdapat lampion yang bergantung di pojok-pojok atas plafon membuat masjid ini memiliki nuansa Tionghoa. Masjid Klenteng ini di bangun pada tahun 2005.
Menurut pengelola Masjid Klenteng, Cholid Mawardi, awal mula masjid ini ada yakni dulu ada warga Tionghoa asli bertempat di sini dan memiliki usaha.
“Dulu ada warga Tionghoa menempati di sini dan memiliki usaha Enting-Enting Gepuk. Ia bernama Yusuf Hidayatullah,” kata Cholid kepada Tribunjateng.com, Kamis (7/4/2022).
Ia menjadi mualaf lalu membangun Masjid Klenteng ini.
“Ia sepulang dari tanah suci membangun Majelis Taklim Hidayatullah, namum warga menyebut Masjid Klenteng agar lebih mudah untuk mengingatnya,” tambahnya.
Setelah Yusuf Abdullah meninggal, Kakak Cholid yakni Agus Ahmad membeli tanah serta bangunan ini.
“Akhirnya diakuisisi atau dibeli dua tahun yang lalu yakni 2020. Jadi kita hanya meneruskan yang sudah ada.
Bangunan Masjid Klenteng ini kita waqafkan tapi yang lainnya tidak,” paparnya.
Pihaknya tidak mengubah bangunan tersebut melainkan merenovasi jika ada yang sudah rusak.
“Kami tidak akan mengubah bangunan ini, tapi jika ada yang sudah jelek atau rusak kami renovasi karena memang bentuknya yang unik serta akulturasi budaya yang sesuai dengan Kota Salatiga,” tambahnya.