Berita Sukoharjo
Masa Lalu Kelam Kakak Angkat yang Siksa Dila Hingga Tewas, Dididik Keras Ayahnya yang Sipir Penjara
Di mana keduanya mendapatkan didikan sangat keras dari ayahnya Haryoto yang merupakan sipir penjara di Jakarta
TRIBUNJATENG.COM, SUKOHARJO - Kisah Dila bocah tujuh tahun yang dianiaya hingga tewas mengurai fakta baru.
Yakni kehidupan dua kakak angkat yang kini menjadi tersangka.
Perjalanan hidup pelaku penganiayaan yang membuat UF alias Dila (7) adik sambungnya sendiri tewas cukup kelam.
Dia adalah GSB (24) dan FNH (18) yang hidup satu rumah di Desa Ngabeyan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo.
Ternyata masa anak-anak GSB dan FNH tak seperti anak pada umumnya.
Baca juga: ODGJ di Semarang Ngamuk Semalaman, Rusak Tanaman Kota Hingga Muat Satu Pikap
Baca juga: Terakhir ke Sekolah Langkah Dila Diseret, Polisi Temukan Cambuk Hingga Tali Untuk Siksa Si Bocah
Di mana keduanya mendapatkan didikan sangat keras dari ayahnya Haryoto yang merupakan sipir penjara di Jakarta.
GSB yang kini memakai baju tahanan dan diborgol membenarkan, waktu dia kecil mendapatkan didikan yang keras dari sang ayah.
"Ayah saya bekerja sebagai sipir di Jakarta," katanya di hadapan Kapolres Sukoharjo AKBP Wahyu Nugroho Setyawan saat konfrensi pers di Mapolres Sukoharjo, Rabu (13/4/2022).
Pendidikan yang keras juga didapati tersangka, saat menempuh pendidikan di pondok pesantren (ponpes).
Hal itulah yang mendasari tersangka tega memukuli adik sambungnya hingga terluka.
"Saya sama orangtua digitukan (dipukuli), di pondok juga seperti itu," ucapnya.
Dila sendiri diasuh oleh Haryoto dan Kartini saat masih balita.
Namun saat usia Dila menginjak 7 tahun, Haryoto dan Kartini bercerai.
"Bapak untuk urusan rumah angkat tangan, nafkah hanya untuk adik saya. Tapi ngasihnya harus ada syaratnya, seperti harus memuji dia dan menghormati dia," ujarnya.
Hal tersebut membuat Kartini harus merantau ke Jakarta sebagai Asisten Rumah Tangga (ART) untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Ditambah, GSB mengaku jika sang ayah jarang menemui anak-anaknya di Sukoharjo.
"Sudah lama gak ketemu, terakhir tahun 2017 lalu, saat masih tugas di Sulawesi," kata dia.
Hal tersebut membuat tersangka kesal dengan sang ayah.
Hingga dia memberikan pesan kepada sang ayah untuk segera bertobat.
"Pesannya buka mata dan buka hati, hidup di dunia gak akan lama, buat apa main-main perempuan di luar sana," ucapnya.
Selama Kartini masih di rumah, GSB mengaku tidak berani memukul Dila.
"Ibu merantau sejak bulan Februari sebagai ART di Jakarta, saat ada ibu saya cuma jewer dan cubit saja, gak berani mukul.
"Saya mukul baru bulan-bulan ini saja," ujarnya.
Alasannya tega memukul Dila karena korban dianggap ngeyel dan sering berbohong.
Bahkan, dia menyebut jika korban sering mencuri uang di warung yang ia kelola dengan sang adik.
"Uang itu kan untuk hidup satu rumah, ibu kirim uang kan akhir bulan, saya juga bekerja dan mengurus warung untuk kebutuhan rumah tangga dan keluarga saya," kata dia.
"Ditotal uang warung yang diambil sekira Rp 500 ribu, belum uang lainnya, itu dipakai jajan, padahal kami juga sudah ngasih uang jajan," tambahnya.
Tersangka mengaku menyesali perbuatannya, karena harusnya dia tidak mendidik adiknya seperti itu.
Hukuman Kedua Tersangka
Biasanya tidur di kasur yang empuk, kini pembunuh UF alias D (7) yakni kakak sambungnya GSB (24) dan FNH (18) harus meringkuk di jeruji besi.
Keduanya sudah ditetapkan tersangka karena terbukti menyiksa hingga menewaskan Dila yang tidak lain adiknya sendiri di Desa Ngabeyan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo.
Kapolres Sukoharjo AKBP Wahyu Nugroho Setyawan mengatakan, dalam kasus ini ada dua tersangka yakni FNH dan GSB.
FNH terancam Pasal 80 ayat (3) Jo pasal 76C UU Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU.
"Penjara selama 15 tahun dan atau denda paling banyak Rp 3 miliar," jelas Kapolres saat konfrensi pers, Rabu (13/4/2022).
Sementara kata Wahyu, GSB diancam pasal 80 ayat (1) jo pasal 76 C UURI nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU dan atau pasal 351 ayat (1) KUHP.
"Ancaman hukuman penjara maksimal 3 tahun 6 bulan dan denda maksimal Rp 72 juta," akunya.
Wahyu menguraikan, jika FNH merupakan otak dari penganiayaan yang menyebabkan adik sambungnya menghembuskan napas selama-lamanya.
"Pada hari Selasa kemarin pukul 12.00 WIB, FNH melakukan tindakan penganiayaan dengan cara menendang kedua kaki korban saat berdiri, sehingga korban jatuh ke belakang," kata
"Setelah itu korban lemas, sempat diberikan makanan dan obat, namun tidak kunjung membaik, sore harinya sempat dibawa ke Runah Sakit, namun di sana dinyatakan sudah meninggal dunia," tambahnya.
Menurut Kapolres, kasus penganiayaan yang dilakukan kakak sepupu korban tak hanya dilakukan sekali saja.
FNH juga pernah memukul korban dengan tangan dan kaki.
Bahkan, dia juga pernah memukul Dila dengan tongkat bambu, dan pernah mengikat korban dengan tali rafia.
Tindakan penganiayaan itu tak hanya dilakukan oleh FNH, namun kakaknya berinisial GSB juga sering melakukan tindakan penganiayaan.
GSB pernah melakukan pemukulan lebih dari satu kali, karena korban tidak menurut saat disuruh manghafal Al-quran.
Dia juga memukul dengan gagang pel karena korban dituduh mengambil uang dari warung yang dijaga oleh pelaku.
"Pelaku pernah mengikat tangan dan kaki korban dengan tali rafia, kemudian dipukul dengan rotan seblak kasur hingga menangis," ucapnya.
"Pelaku juga pernah menampar pipi korban sebanyak tiga kali hingga berdarah," tambahnya.
Akibat perbuatannya, kedua tersangka kini mendekam di tahanan Polres Sukoharjo.
Polisi menyita tongkat bambu, tali rafia, rotan pemukul kasur, dan celana korban untuk dijadikan barang bukti. (Tribunsolo)