Berita Semarang
Berkah Petani Mawar di Bandungan Semarang, Kebanjiran Pembeli saat Idulfitri dan Harga pun Tinggi
Permintaan bunga mawar tabur meningkat seiring dengan adanya tradisi masyarakat untuk nyadran atau nyekar.
Penulis: Reza Gustav Pradana | Editor: M Syofri Kurniawan
TRIBUNJATENG.COM, BANDUNGAN - Hari Raya Idulfitri 1443 Hijriah atau Lebaran 2022 membawa keberkahan bagi masyarakat.
Satu di antaranya yakni petani bunga mawar tabur di Bandungan, Kabupaten Semarang.
Harga mawar tabur di sana melonjak drastis sejak H-1 hingga Hari H Lebaran.
Baca juga: Gubernur Jateng Shalat Id di Simpanglima, Walikota Semarang di Balaikota
Permintaan bunga mawar tabur meningkat seiring dengan adanya tradisi masyarakat untuk nyadran atau nyekar, yakni berziarah ke makam-makam saat seusai Ramadan atau puasa.
Bunga-bunga itu ditaburkan ke makam saat masyarakat berziarah di permakaman.
Berdasarkan penuturan seorang petani bunga mawar tabur di Bandungan, Antoni Cahyono, harga bunga mawar, terutama mawar merah, yang dipanennya kini bisa mencapai Rp 300 ribu per keranjang atau tenggok.
“Ini saat lebaran saja, biasanya cuma Rp 10 ribu per tenggok, paling banyak paling-paling Rp 50 ribu,” ujarnya ketika ditemui Tribunjateng.com, Minggu (1/5/2022) malam.
“Saya juga habis didatangi pembeli, membeli lima tenggok dan membayar saya Rp 2.1 juta,” tambahnya.
Ia mengatakan bahwa hal tersebut bisa terjadi karena Bandungan sendiri merupakan sentra dari mawar tabur se pulau Jawa.
Sebagian besar pembeli-pembeli yang mendatangi Anton merupakan pedagang atau pengecer dari berbagai daerah, bahkan luar provinsi seperti Jawa Barat dan Jawa Timur.
Para pengecer itu nantinya menjual bunga tabur di sekitaran tempat pemakaman umum pada saat adanya tradisi nyekar.
“Pelanggan saya dari Cirebon, Tuban, paling banyak dari Boyolali, Semarang, Yogyakarta dan Solo.
Mereka datang membawa mobil, bunga-bunga yang di dalam keranjang hanya sebagai ukuran hitung untuk harga saja, selebihnya bunganya mereka masukkan ke karung plastik,” lanjut Anton.
Dari pengakuan Anton, ini merupakan kali pertama ia mendapat permintaan yang berlimpah setelah dua tahun merugi.
Menurutnya, efek pandemi Covid-19 membuat tradisi nyekar menjadi tidak seramai zaman dahulu.
“Baru ini harganya naik lagi, karena naik hanya saat momen tertentu saja dan hanya tiap tahun, maka bertani bunga ini hanya sebagai sampingan saja.
Kalau pertanian utama saya setiap hari yaitu daun bawang, cabai dan tomat.
Anton mengatakan bahwa kendala utama yang ia alami saat bertani bunga itu yakni hama ulat dan cuaca.
Ia mulai menyiapkan tanaman bunga mawar di kebun miliknya sejak sebulan sebelum Hari-H atau sebelum Ramadan.
“Jadi dipangkas dahulu batangnya agar mekar saat menjelang lebaran.
Bahkan ini masih kuncup juga sudah diborong, saya kejar untuk permintaan yang banyak saat ini karena setelah lebaran biasanya permintaan sudah turun,” pungkasnya.
Bahkan Anton rela memanen semalaman untuk melayani permintaan pembeli.
Salah seorang pembeli, Bowo, mengatakan bahwa dirinya harus mendapatkan bunga-bunga tersebut pada malam takbiran.
Hal itu dikarenakan ia telah berjanji kepada keluarganya untuk membawakan bunga dan dipakai pada tradisi nyekar saat lebaran.
“Ini tiga keluarga yang minta ke saya, karena baru sempat malam ini jadi saya langsung datang ke Bandungan,” ungkapnya. (*)
Baca juga: Tak Sedikit Kendaraan Pemudik Jadi Korban Tanjakan Gombel Semarang, Mogok Tidak Kuat Nanjak