Berita Pekalongan
Perajin Batik Tulis Pekalongan Tetap Bertahan di Tengah Gempuran Zaman
Berawal dari ikuti sang ayah, Mustar Sidiq kini jadi seorang pengusaha batik tulis.
Penulis: Indra Dwi Purnomo | Editor: sujarwo
TRIBUNJATENG.COM, PEKALONGAN - Berawal dari mengikuti sang ayah berdagang batik lawasan pada 1970-an, Mustar Sidiq kini jadi seorang pengusaha batik tulis.
Mendirikan bengkel batik Alvien Alfan di Jalan Ahmad Dahlan, Tirto, Kecamatan Pekalongan Barat, Kota Pekalongan, Jawa Tengah, ia memproduksi batik tulis yang masih memegang erat pakem.

"Pengetahuan saya tentang batik sejak dulu, karena sering ikut ayah jual batik lawasan. Dari situ, saya mulai paham pakem-pakem batik," kata Mustar Sidiq pemilik bengkel batik Alvien Alfan Sabtu (14/5/2022).
Ayah tiga anak itu tidak serta Mertua menjadi pengusaha batik. Mustar bercerita mulai bersinggungan dengan dunia batik pada tahun 1997.
"Waktu itu, saya masih menjelajahi bisnis garmen dengan menerima pesanan jahitan. Lalu, pada tahun 1997-1999, berjualan daster hingga 2003," imbuhnya.
Kemudian, pada tahun 2004 ia mulai berjualan batik lawasan, seperti ayahnya, dan menjualnya ke luar negeri.
"Waktu itu banyak permintaan dari Australia, Malaysia, dan Singapura. Sampai instruksi SBY, pada 2006 tiap daerah harus punya motif batik. Batik mulai booming, tapi saya tetap jualan batik lawas," ucapnya.
Sidiq mengatakan, omzet penjualannya setelah batik diberi gelar warisan budaya tak benda pada 2009, pun meroket. Pada 2010-2011, omzetnya per malam mencapai Rp 30 juta.
"Saya tinggalkan produksi saya dua tahun. Dulu saya masih produksi daster dan beberapa batik," katanya.
Pada 2011, ia mulai menyadari dosanya pada batik. Saat itu, ia membeli batik lawasan dengan harga serendah mungkin dan menjualnya selangit.
Kemudian mencontohkan bisa membeli batik lawas dari seseorang Rp 100 ribu, lalu menjualnya hingga Rp 5 juta. Memanfaatkan ketidaktahuan penjual batik lawasan tentang batik.
"Pada 2012, saya ubah konsep berjualan saya. Misalnya saya beli batik lawasan Rp 500 ribu kemudian saya jual. Saya akan bilang apa adanya ke pembeli, saya mau diberi untung berapa," ucapnya.
Mustar Sidiq pun sempat mengalami kebangkrutan pada usahanya karena wabah antrax. Usaha ekspor batiknya ditolak masuk ke Thailand.
Pada tahun itu juga, ia mulai konsen memproduksi batik tulis budaya yang berpegangan pada pakem. Hingga akhirnya, ia menjadi trainer pelatih batik budaya di beberapa daerah.
"Saya tidak hanya mengajari memproduksi batik, hingga cara menjual. Tapi juga mendampingi perajin batik hingga mereka bisa mandiri," jelasnya.