PBB: Sri Lanka Hadapi Krisis Kemanusiaan Mengerikan Akibat Kekurangan pangan
empat dari lima orang di Sri Lanka mulai melewatkan makan karena mereka tidak mampu untuk makan.
TRIBUNJATENG.COM, COLOMBO - Aktivitas perekonomian Sri Lanka hampir terhenti setelah negara tersebut kehabisan stok bahan bakar minyak (BBM) untuk transportasi.
Dikutip dari moneyweb.co.za, Sabtu (18/6), Pemerintah Sri Lanka mengumumkan perintah kerja dari rumah pada Jumat (17/6) untuk semua pegawai, kecuali pekerja yang di sektor paling penting.
Kementerian pendidikan juga mengatakan semua sekolah telah diminta untuk tetap ditutup selama dua minggu mulai Senin (20/6). Dengan diberlakukannya aturan itu, aktivitas pembelajaran sekolah dilakukan secara online.
Dengan mengambil langkah ini, pemerintah berharap agar cara tersebut dapat menghentikan laju krisis ekonomi dan pangan yang sedang terjadi di Sri Lanka.
Terlebih, saat ini sudah ada 5 juta dari 22 juta penduduk negara itu yang telah terkena dampak langsung dari kekurangan pangan.
PBB mengatakan, empat dari lima orang di Sri Lanka mulai melewatkan makan karena mereka tidak mampu untuk makan. PBB memperingatkan krisis kemanusiaan yang mengerikan, dengan jutaan orang membutuhkan bantuan.
Bahkan, untuk mencegah bertambahnya kasus gizi buruk di Sri Lanka, program Pangan Dunia (WFP) turut terjun meberikan bantuan.
Dalam aksinya, WFP membagikan kupon makanan kepada sekitar 2.000 wanita hamil di daerah-daerah yang kurang mendapat perhatian khusus dari pemerintah, sebagai bagian dari "bantuan penyelamatan jiwa" pada Kamis (16/6).
Dilansir dari Economic Times, WFP kini juga tengah mengumpulkan dana senilai 60 juta dolar AS untuk membantu mencukupi kebutuhan pangan masyarakat Sri Lanka selama Juni hingga Desember 2022.
Sri Lanka menderita krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan, dengan negara itu tidak dapat menemukan dollar untuk mengimpor kebutuhan pokok, termasuk makanan, bahan bakar, dan obat-obatan.
Sebanyak 22 juta penduduk negara telah mengalami kekurangan akut, dan antrean panjang untuk pasokan yang langka.
Krisis ekonomi yang melanda Sri Lanka telah menimbulkan aksi protes selama beberapa bulan terakhir, dan menuntut pencopotan Presiden Gotabaya Rajapaksa, serta anggota keluarganya dari pemerintah.
“Negara ini akan membutuhkan sekitar 6 miliar dollar AS bantuan dari Dana Moneter Internasional dan negara lain, termasuk India dan China, untuk mengatasi krisis ekonomi selama 6 bulan ke depan,” kata Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe.
Otoritas lokal Sri Lanka sedang mengupayakan dana talangan dengan IMF untuk mendapatkan sumber pendanaan baru lainnya.
Ekonomi Sri Lanka kemungkinan mengalami kontraksi pada kuartal pertama, dihantam oleh protes publik, ketidakstabilan politik, harga komoditas yang tinggi, dan gangguan rantai pasokan.
Negara itu juga menghadapi rekor inflasi tinggi dan pemadaman listrik yang berkepanjangan, yang semuanya berkontribusi pada protes berbulan-bulan.
Sri Lanka gagal membayar utang luar negeri 51 miliar dollar AS pada April 2022 lalu, dan kini sedang dalam pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk bailout. (Tribunnews/Kompas.com)