Fokus
Fokus: Subsidi BBM dan Daftar Kendaraan
MESKI kota-kota di Jawa Tengah tidak termasuk dalam daftar daerah uji coba pelaksanan pembatasan pembelian BBM bersubsidi per 1 Juli 2022 nanti, kebij
Penulis: moh anhar | Editor: m nur huda
Tajuk Ditulis Oleh Wartawan Tribun Jateng, Moh Anhar
TRIBUNJATENG.COM - MESKI kota-kota di Jawa Tengah tidak termasuk dalam daftar daerah uji coba pelaksanan pembatasan pembelian BBM bersubsidi per 1 Juli 2022 nanti, kebijakan baru ini patut menjadi perhatian kita semua.
Bisa jadi kebijakan ini akan diterapkan di lebih banyak kota lain lagi di masa mendatang, meski kepastian waktunya kita belum mengetahui saat ini.
Dalam keseharian, BBM sudah menjadi kebutuhan pokok. Ia menjadi syarat untuk bisa memenuhi tuntutan mobilitas kita saat menggunakan kendaraan.
Karena sudah menjadi kebutuhan pokok inilah, naik-turunnya harga BBM menjadi hal yang sensitif. Kenaikan harga BBM bukan hanya akan merogoh kantong pribadi pengguna kendaraan dalam-dalam. Harga BBM yang melejit turut mendongkrak harga-harga barang.
Ini sebagai efek domino, ongkos angkutan masuk dalam komponen biaya produksi barang. Sembako hasil bumi, misalnya, pengangkutan sayur-mayur, telur, daging dan sebagainya, dari daerah pertanian ke pasar di kota-kota akan turut naik, menyesuaikan kenaikan ongkos angkutan.
Dan, saat ini, bukan persoalan harga produk BBM yang akan naik. Melainkan pembatasan pembelian BBM bersubsidi, yakni jenis Pertalite dan Bio Solar. Untuk bisa membeli produk ini, masyarakat bisa mendaftar terlebih di situs resmi MyPertamina via tautan https://subsiditepat.mypertamina.id/ mulai 1 Juli 2022.
Uji coba aturan ini diberlakukan di 11 kota di Indonesia. Setelah melakukan pendaftaran, maka jenis kendaraan yang didaftarkan itu akan dilakukan verifikasi, apakah layak membeli BBM bersubsidi atau tidak?
Selanjutnya, BBM bersubsidi ini boleh dipakaikan pada kendaraan yang sudah diverifikasi, yang dibuktikan dengan QR Code, yang didapatkan setelah mendaftar di website subsiditepat.mypertamina.id.
Bila kita buka website tersebut, di situ dicantumkan jenis-jenis kendaraan yang berhak membeli biosolar bersubsidi, selaras dengan Perpres No 191 tahun 2014.
Sementara, konsumen Pengguna Pertalite disebutkan masih dalam tahap penerbitan revisi Perpres No 191 tahun 2014.
Karenanya, bila ingin dapat jatah BBM bersubsidi, maka ikutlah mendaftar. Tetapi, apabila, sehari-sehari mengendarai kendaraan dengan spesifikasi mewah, masih ikut mendaftar, tentulah malu!
Terkait asal mula kebijakan pembatasan BBM bersubsidi ini, tentu saja terkait sifat dari BBM ini. Yakni adanya pembatasan kuota dalam pendistribusiannya serta subsidi APBN.
Namun, dalam realisasi, dipandang pemberian subsii ini tidak tepat sasaran. Adanya selisih harga antara BBM subsidi dan BBM dengan harga keekonomian, seringkali ditemukan adanya penyimpangan distribusi. Di sisi lain, distribusi BBM subsidi melalui SPBU Pertamina selama ini bisa diakses siapapun, termasuk kendaraan-kendaraan yang sebenarnya tergolong barang mewah. Melalui pembatasan ini diharapkan subsidi BBM akan lebih tepat sasaran.
Di luar kebijakan baru ini, memperbincangkan BBM memang terasa kompleks. Distribusi BBM bersubsidi bukan satu-satunya persoalan yang harus bisa dituntaskan. Ledakan jumlah kepemilikan kendaraan tiap tahun terus melambung. Sederhananya, makin banyak kendaraan, maka semakin tinggi pula kebutuhan terhadap pasokan BBM ini. Nah, kita tidak bisa terus-menerus mengandalkan BBM berbahan fosil. Apakah solusinya, menahan laju pertambahan kendaraan atau perlunya alternatif energi terbarukan dalam wujud BBM ramah lingkungan harus digencarkan. Tentu butuh ahli yang akan menjawabnya.
Kita hanya berharap apapun kebijakannya, masyarakat tidak makin terjepit dalam persoalan kehidupan yang makin sulit.(*)