Sengketa Tanah
Anggota DPR Sarankan Warga Kradenan Lama Mediasi Dengan Pemprov Jateng Selesaikan Sengketa Tanah
Sengketa lahan tersebut diawali warga Kradenan Lama tidak bisa mengajukan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)
Penulis: rahdyan trijoko pamungkas | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Sengketa tanah antara Pemerintah Provinsi Jateng dengan masyarakat Kradenan Lama RT 12 RW 5 Kelurahan Sukorejo Kecamatan Gunungpati Kota Semarang masih berlanjut.
Sengketa lahan tersebut diawali warga Kradenan Lama tidak bisa mengajukan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) karena bersengketa dengan Pemerintah Provinsi Jateng.
Warga mengajukan PTSL atas dasar surat C Desa atas nama Suryadi.
Adanya kejadian tersebut Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jateng menggandeng BPN Kota Semarang melakukan pengecekan aset semula milik Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jateng.
Baca juga: Pasangan Bau Tanah Panik Digerebek saat Berhubungan di Gubuk Cinta, Buru-buru Ambil Penutup Tubuh
Baca juga: Panas Dengan Transfer Dybala ke AS Roma, Lazio Percaya Diri Datangkan Pemain Real Madrid
Baca juga: Istri Bujuk Anak Perawan Tetangga Berhubungan Intim dengan Suami, Diupah Rp 50 Ribu
Pengukuran lahan tersebut disaksikan langsung anggota DPR RI Komisi II Riyanta bersama anggota DPRD Jateng Paramita yang hadir karena mendapatkan aduan dari warga.
Kabid Aset BPKAD Provinsi Jateng, Adi Rahardjo menuturkan agenda yang dilakukan adalah peninjauan aset-aset Pemprov yang ada di Kelurahan Sukorejo. Langkah tersebut merupakan tahap pertama dilakukan bersama pihak-pihak yang berbatasan dengan aset Pemprov Jateng.
"Nanti ada tahap berikutnya,tuturnya usai melakukan pengecekan, Kamis (21/7/2022).
Menurutnya,aset Pemprov yang berada di Kelurahan Sukorejo berjumlah 5,5 hektarare. Kemudian pada tahun 1983 area lahan terserbut dihibahkan ke Akademi TNI sekitar 2,2 Hektarare.
"Sisa tanah itu menjadi milik Pemprov Jateng sesuai dengan sertifikat yang ada," tutur dia.
Dia mengaku bahwa sertifikat tanah berada di Kelurahan Sukorejo atas nama Widiarso mantan pegawai Dinas Pendidikan Provinsi Jateng. Oleh sebab itu pihaknya saat ini melakiukan rekontruksi batas-batas yang di sertifikat tersebut.
"Yang kami lakukan atas permintaan Lurah. Kami ada surat dari Lurah untuk turut serta menentukan batas-batas sertifikat dimiliki Provinsi," ujarnya.
Ia menuturkan sertifikat atas Widiarso telah diserahkan ke Pemerintah Provinsi. Hal tersebut dengan adanya surat penyerahan ke Pemerintah Provinsi.
"Memang sertifikat diserahkan kepada Pemerintah Provinsi," tandasnya.
Sementara itu Anggota DPR RI Riyanta menilai obyek sengketa tersebut berbatasan dengan tanah milik TNI yang telah bersertifikat. Sementara obyek sengketa yang berkaitan dengan warga dan Pemerintah Provinsi Jateng juga telah bersertifikat.
"Saya berbicara dari sisi hukum. Bahwa yang sudah muncul itu dianggap sah secara hukum. Aset ini (sengketa) sementara atas nama Widarso mantan Dinas Pendidikan dan dari ahli waris telah menghibahkan kepada Pemprov Jateng," tuturnya.
Dirinya membenarkan aset dipersengketakan merupakan aset Pemprov Jateng. Namun pada konflik tersebut warga mengjklaim tanah itu dibeli dari Suryadi dan mengaku memiliki letter C.
"Hal ini bisa ditinjau kembali melalui asas Agraria tercantum dalam UU Pokok Agraria yang rohnya berasal dari Hukum Adat. Jadi berkaitan dokumen letter c yang dimiliki Suryadi dapat dibuktikan di Pemerintah desa atau kelurahan. Kemudian dikomunikasikan ke Pemprov Jateng Cq Widarso Cq BPKAD," imbuhnya.
Pihaknya menyarankan warga dapat menyelesaikan melalui mediasi dengan Pemerintah Provinsi Jateng, DPRD Jateng, dan BPKAD. Jika terjadi tidak ada solusi maka warga dapat membawa sengketa tersebut ke Pengadilan.
"Kemudian sertifikat yang sudah muncul atas nama WIdarso dan ini muncul surat Letter C milik Suryadi yang kemudian dijual ke warga, inilah harus dibuktikan melalui gugatan, imbuhnya.
Ia menghimbau konflik itu dapat dikelola dengan baik sesuai aturan.Dirinya berharap warga tetap tenang untuk menyikapi konflik itu dan tidak berkepanjangan.
"Sebab keputusan politik pemerintah pusat dengan lahirnya Perpres nomor 86 tahun 2018 tentang refoma agraria menyatakan bahwa salah satu pogram reforma agraria adalah redistribusi tanah. Oleh sebab itu Pemerintah Provinsi, dan pemerintah daerah se Indonesia menjadi subyek dan menyediakan obyek tentang tanah-tanah dijadikan kebijakan politik redistribusi tanah," tandas dia. (*)