Polisi Tembak Polisi
Kriminolog Undip Semarang Apresiasi Langkah Kapolri Tetapkan Irjen Ferdy Sambo Sebagai Tersangka
Pakar Kriminologi Universitas Diponegoro Budi Wicaksono apresiasi Kapolri Jenderal Listyo yang telah menetapkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka
Penulis: rahdyan trijoko pamungkas | Editor: galih permadi
TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG-Pakar Kriminologi Universitas Diponegoro Budi Wicaksono apresiasi Kapolri Jenderal Listyo Sigit yang telah menetapkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Budi telah menduga lama mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (Kadiv Propam) Irjen Sambo sebagai pelaku pembunuh Brigadir J.
Dugaan tersebut diperkuat setelah Bharada E ditetapkan tersangka dijerat dengan pasal 338 KUHP, pasal 55, dan 56 KUHP.
"Hal ini membuktikan ada orang lain dan saya pikir itu Sambo," tutur dia saat dihubungi tribunjateng.com, Selasa (9/8/2022).
Dugaannya tersebut juga diperkuat terkuaknya luka di tubuh jenazah Brigadir J yang terdapat sayatan, hingga bekas tembakan di kepala belakang korban dan tembus di bagian hidung, serta beberpa luka lainnya.
"Ini menunjukkan bukan pembunuhan biasa dan tidak mungkin tembak menembak.
Ini penyiksaan," ujarnya.
Hingga saat ini dirinya menunggu alasan kenapa Sambo harus membunuh anak buahnya sendiri.
Apakah ada unsur yang membuat Sambo memerintahkan untuk membunuh Brigadir J.
"Kenapa harus dibunuh.
Mungkin kalau saya berfikir apakah Sambo memiliki selingkuhan, apa dilaporkan istrinya atau dia (Brigadir J) tahu masalah serius kesalahan yang dilakukan Sambo," tutur dia.
Baca juga: Bharada E Ungkap Diperintah Tembak Dinding, Tak Ada Baku Tembak dengan Brigadir J
Baca juga: Apa Motif Tersangka Irjen Ferdy Sambo Tembak Mati Brigadir J? Ini Jawaban Kapolri Jenderal Listyo
Menurutnya, pengungkapan dan penetapan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka mencoreng nama baik Polri.
Namun dengan dibongkarnya kasus tersebut nama baik Polri menjadi baik dan bisa dipercaya.
"Kalau ada kesalahan dan kebobrokan bisa dimana-mana.
Tapi yang terpenting harus ditemukan dan dihukum pelakunya.
Inilah langkah sukses Polri," ujarnya.
Budi menilai apa yang dilakukan Irjen Sambo saat menjabat sebagi Kadiv Propam sangat memalukan institusi Polri.
Sebab dirinya menganggap Propam merupakan Dewa di Kepolisian.
"Jika Serse salah pun melakukan tindak pidana yang menyidik Propam. Tapi kok melakukan hal itu. Dia bodoh sekali.
Seharusnya dia tahu kalau akan ketahuan dengan ilmunya. Tapi kok tetap melakukan. Gitu kok jadi Propam yang merupakan dewanya Polisi," tutur dia.
Diterangkannya, apa yang dilakukan Irjen Sambo bisa divonis hukuman mati, seumur hidup atau paling tinggi 20 tahun penjara jika pasal yang diterapkan 340 KUHP.
Dirinya menduga apa yang dilakukan Irjen Sambo pada kasus tersebut telah terencana.
"Beda halnya jika saya mau dipukul orang dan saya pukul orang itu hingga mati itu bukan berencana.
Tapi pada kasus ini prosesnya telah lama.
Terlebih CCTV telah dimatikan apalagi nyuruh orang membunuh sudah berencana.
Itu hukumannya berat dan bisa hukuman mati," tutur dia.
Terkait tersangka pertama Bharada E, dirinya menilai ada dua kemungkinan yang dilakukan apakah hanya menembak atau disuruh.
Namun yang menjadi kasus tersebut terbuka Bharada E merupakan anak buah mendapat perintah dari atasannya.
"Kalau saya ada dua pendapat pada perkara tersebut.
Kalau dari segi militer anak buah tidak salah yang salah Jenderalnya.
Apakah di Polisi demikian inilah yang saya sedang kaji apakah bawahan diperintah Jenderalnya harus patuh melaksanakan membunuh orang," tanyanya.
Dia menyayangkan Bharada E yang memiliki pengetahuan hukum harus melaksanakan perintah atasannya untuk membunuh.
Dirinya menduga bahwa Bharada E takut atas perintah atasannya tersebut.
"Ya mungkin bisa diringankan vonis hukumannya.
Jadi ada kemungkinan dia (Bharada E) terikat dengan masalah sistem Kepolisian harus menaati perintah atasan," ujarnya.
Menurut Budi, sistem di Kepolisian lebih mandiri dibandingkan militer.
Semestinya pada kasus tersebut Bharada E tidak menaati perintah atasannya jika mengetahui yang diperintahkan salah.
"Polisi harusnya pintar. Seperti yang dikatakan Prof Satjipto Raharjo harus H2O harus memiliki hati nurani, otak, dan otot.
Dimana otot itu untuk mengejar orang atau apapun. Tapi juga harus punya otak apakah melanggar hukum atau tidak, dan juga memiliki hati nurani," ujar dia.
Ia menuturkan pada prinsipnya adanya Polisi di seluruh dunia melindungi manusia secara kemanusian untuk melawan kejahatan. (*)
Baca juga: 7 Potret AKP Rita Yuliana, Polwan Polda Metro Jaya Dituding Jadi Simpanan Irjen Ferdy Sambo