Berita Nasional
Tagar SaveBharadaE Ramai, Harus Konsisten Agar Justice Colaborator Diterima
Guru Besar Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Prof Hibnu Nugroho menjelaskan Justice Collaborator adalah saksi yang mau bekerjasama.
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: m nur huda
TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO - Tagar #SaveBharadaE sempat mencuat ramai di media sosial Twitter.
Hal itu ramai usai Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo sebagai tersangka pembunuhan Brigadir J.
Bharada E memilih sisi terang dan bersedia membuka tabir utama pembunuhan Brigadir J.
Namun demikian banyak pula netizen yang khawatir dengan keselamatannya.
Kasus mulai terkuak setelah sebelumnya Bharada E meminta menjadi Justice Collaborator atau (JC).
Guru Besar Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Prof Hibnu Nugroho menjelaskan Justice Collaborator adalah saksi yang mau bekerjasama.
Saksi tersebut mau memberikan informasi yang membantu penegak hukum dan mengupas permasalahan hukum secara transparan.
"Jadi JC bukan pelaku utama.
Apabila membantu maka saksi dapat apresiasi dari penegak hukum khususnya hakim atas pengurangan hukuman yang dijatuhkan karena membantu itu," ujarnya kepada Tribunbanyumas.com, Rabu (10/8/2022).
Adapun mekanismenya sendiri adalah dengan mengajukan kepada Bareskrim Polri dan penyidik, kemudian menyampaikan pada LPSK.
Justice Collaborator diajukan di setiap tingkat baik itu penyidikan, penuntut umum, dan peradilan.
"Goalnya ada di tingkat peradilan, apakah keterangan dari Bharada E itu konsisten apakah memberikan bantuan informasi kepada penegakkan hukum.
Apabila membantu mengurai perkara maka akan diberi apresiasi.
Tapi kalau bolak balik maka JC akan ditolak," terangnya.
Dalam perkara ini Bharada E nantinya dapat apresiasi dari hakim apabila konsisten.
"Atau jangan melebihi pidana mati, jadi dia sebagai pelaku tapi dalam tekanan dan berkontribusi tapi hukuman ringan," imbuhnya.
Namun demikian semua itu akan dilihat dalam proses persidangan.
Kalau hanya ikut-ikutan jadi bahan pertimbangan dan akan dilihat apa yang memberatkan dan meringankan.
Dalam perkara ini Prof Hibnu mengatakan bahwa institusi polri adalah institusi struktur komando.
Banyak yang mempertanyakan apakah Bharada E dapat menolak perintah dari FS?
"Apakah bisa menolak, jawabannya bisa sekali.
Seorang bawahan wajib menolak perintah atasan ketika perintah itu bertentangan dengan hukum di masyarakat.
Sama halnya seperti pimpinan dilarang melawan hukum, maka termasuk dibawahnya," ungkapnya.
Usai konferensi pers kemarin, terkuak pula ada puluhan anggota polisi lainnya yang terlibat.
"Masih terbuka penambahan tersangka contohnya jika ada polisi yang tahu tapi membiarkan maka bisa masuk delik pembiaran.
Sekarang tergantung Kapolri, apakah akan membuka secara luas," imbuhnya.
Profesor Hibnu mengatakan saat ini adalah tinggal bagaimana pengungkapan motif utama.
"Posisi istri ngeri-ngeri sedap, jangan sampai memberikan keterangan dan laporan palsu," tambahnya.
Sebelumnya sempat diberitakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo sebagai tersangka dalam kasus terbunuhnya Brigadir J.
Hal itu disampaikan Kapolri dalam konferensi persnya, pada Selasa (9/8/2022) di Jakarta.
Irjen Pol Ferdi Sambo resmi menjadi tersangka terbunuhnya Brigadir J atau Nofriansyah Yoshua Hutabarat.
Kapolri menegaskan timsus menemukan peristiwa yang terjadi bukan tembak menembak.
Namun Brigadir J ditembak Bharada E atas perintah Irjen Ferdy Sambo. (jti)