Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jepara

Ngemis Buat Bayar Cicilan Mobil, SL Terjaring Razia di Jepara, Penghasilan Sehari Capai Rp 700 Ribu

Berasal dari keluarga mampu bahkan punya mobil, wanita ini sehari-hari bekerja sebagai pengemis

Editor: muslimah
TRIBUN JATENG/MUHAMMAD YUNAN SETIAWAN
SL, warga Kudus yang terjaring razia di Perempatan Mayong, Kabupaten Jepara, Selasa (6/9/2022). 

TRIBUNJATENG.COM - Berasal dari keluarga mampu bahkan punya mobil, wanita ini sehari-hari bekerja sebagai pengemis.

Wanita berinisial SL itu terjaring razia Satpol PP Jepara di perempatan Mayong, Selasa, 6 September 2022.

SL sendiri merupakan warga Desa Sidorekso, Kecamatan Kaliwungu, Kudus.

Ini adalah kali kedua SL terjaring razia.

Baca juga: Pesawat Latih TNI AL yang Jatuh di Selat Madura Ditemukan di Kedalaman 15 Meter, Awak Belum Ketemu

Baca juga: Hotman Paris 3 Hari Ga Bisa Tidur Pikirkan Tawaran Jadi Pengacara Ferdy Sambo, Soroti Tangisan Sambo

Sebelumnya, SL sudah sekali  terjaring razia saat mengemis di minimarket di Jalan Kartini.

SL termasuk satu dari lima pengemis yang terjaring razia Satpol PP.

Selain pengemis, dua badut juga turut dibawa terjaring razia. Total tujuh orang dibawa ke Kantor Satpol PP Jepaea.

Razia ini dilakukan Satpol Jepara dan Dinsospermades Jepara.

Satpol bertugas penertiban pengemis dan badut.

Dinas Sosial bertugas memberikan rehabilitasi.

Kepada tribunmuria.com, SL mengaku terpaksa mengemis karena tidak ada pekerjaan di rumah.

Dia bingung apabila tidak melakukan aktivitas apa pun.

SL, warga Kudus yang terjaring razia di Perempatan Mayong, Kabupaten Jepara, Selasa (6/9/2022).
SL, warga Kudus yang terjaring razia di Perempatan Mayong, Kabupaten Jepara, Selasa (6/9/2022). (TRIBUN JATENG/MUHAMMAD YUNAN SETIAWAN)

Wanita empat anak itu mengaku dari keluarga mampu. Di rumahnya bahkan memiliki sebuah mobil.

"Mobil Avanza," kata SL saat ditanya apa nama mobilnya. 

Dia membeberkan, mobil itu dibeli tiga tahun yang lalu secara kredit.

Setiap kali pembayaran angsuran itu, ia membantu uang Rp 1,5 juta.

Kekurangannya dibayar oleh anaknya.

Saat ini, kata dia, mobil itu sudah lunas.

SL juga mengungkapkan penghasilan dari mengemis ini tidak tentu

. Kadang dalam sehari bisa mendapat Rp100-200 ribu.

Bahkan, pernah dalam satu hari semalam di minimarket, ia mendapat hingga Rp700 ribu.

Sementara itu, Kabid Rehabperlinjamsos Dinsospermades Budhi Sulityawan  menjelaskan, penindakan ini untuk rehabilitasi sosial.

Tujuh orang yang terjaring ini berasal lima di antaranya warga Kabupaten Jepara. Satu dari Kabupaten Kudus. Satu lagi dari Kabupaten Demak.

Budhi membenarkan salah seorang pengemis dari Kudus itu kondisi ekonominya cukup.

Petugas sudah mengecek kondisi rumah SL dan mengetahui bahwa wanita paruh baya itu bukan dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.

Saat ini mereka yang terjaring razia akan direhabilitasi selama 2-3 hari di rumah singgah.

Tahapan pertama, ujarnya, mereka yang terjaring akan dicek kesehatannya. Kemudian, mereka akan diberikan pendampingan oleh psikolog.

"Kita mendalami kondisi sosialnya seperti apa," kata Budhi kepada tribunmuria.com.

Menurut Budhi, pendalaman ini untuk mengetahui apakah yang bersangkutan  belum pernah mendapat bantuan atau layak mendapat bantuan. 

Selain itu juga untuk mengetahui, apakah aktivitas mengemis telah dianggap mereka sebagai profesi.

Apabila mereka mengemis ini benar-benar karena faktor ekonomi, pihaknya akan memberikan pendampingan sosial sampai perlindungan jaminan sosial.

Mulai 1 Oktober, Beri Uang ke PGOT di Semarang akan Kena Denda Rp 1 Juta dan Kurungan 3 Bulan

Petugas Satpol PP Kota Tegal menertibkan gelandangan untuk didata dan mendapatkan pembinaan di Kantor Satpol PP Kota Tegal.
Ilustrasi. Foto: Petugas Satpol PP Kota Tegal menertibkan gelandangan untuk didata dan mendapatkan pembinaan di Kantor Satpol PP Kota Tegal. (Tribun Jateng/Fajar Bahruddin Achmad)

Pemerintah Kota Semarang akan mulai melakukan penegakan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Penanganan Pengemis, Gelandangan, dan Orang Terlantar (PGOT) di Kota Semarang. Penegakan perda ini mulai 1 Oktober mendatang. Masyarakat yang kedapatan memberi uang kepada PGOT akan dikenai sanksi. 

Kepala Satpol PP Kota Semarang, Fajar Purwoto menyampaikan, selama ini penegakan perda tersebut masih sebatas melakukan yustisi PGOT. PGOT yang mangkal di jalan umum maupun fasilitas umum dijaring dan dilakukan pembinaan. Mulai 1 Oktober nanti, penegakan perda tidak hanya fokus terhadap PGOT namun juga masyarakat yang memberikan uang kepada PGOT. 

"Saya pastikan mulai 1 Oktober, kami akan menegakan Perda. Kami akan menangkap baik yang memberi maupun PGOT," tutur Fajar, usai rapat koordinasi penanganan PGOT, di Kantor Satpol PP Kota Semarang, Selasa (6/9/2022). 

Sebelum penegakan, lanjut Fajar, sosialisasi secara masif akan dilakukan hingga 30 September mendatang. Sosialisasi akan disampaikan melalui pengeras suara area traffic control system (ATCS) milik Dinas Perhubungan (Dishub). Nantinya, di setiap lampu lalu lintas yang terpasang ATCS akan ada imbauan bagi masyarakat agar tidak memberikan sumbangan kepada PGOT. 

"Dari Dishub nanti akan menyampaikan lewat ATCS. Saat lampu merah, warga akan mendengarkan imbauan larangan memberikan uang kepada PGOT," paparnya. 

Di samping imbauan melalui ATCS, Fajar menambahkan, Satpol PP akan tetap melakukan yustisi PGOT secara berkala serta akan mengawasi masyarakat yang memberikan uang kepada mereka. 

"Kami perlu alat bukti misal si A memberikan uang, kami perlu video atau rekaman. Jika warga mengelak, kamu ada bukti," ucapnya. 

Dia berharap, upaya penegakan ini bisa menurunkan angka PGOT di ibu kota Jawa Tengah. Dia meminta, masyarakat yang hendak memberikan sumbangan bisa disalurkan ke tempat lain, misalnya panti asuhan atau yayasan. Dengan demikian, Semarang akan lebih tertib dan bersih dari PGOT. 

Kasi Tuna Susila dan Perdagangan Orang (TSPO) Dinas Sosial Kota Semarang, Bambang Sumedi menambahkan, Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang penanganan PGOT mengatur warga yang memberikan uang kepada PGOT dikenakan sanksi berupa kurungan selama tiga bulan serta denda Rp 1 juta. Dalam penerapan sanksi ini, pibaknya akan melibatkan kejaksaan dan pengadilan karena ini masuk ranah instansi tersebut. 

"Jadi, ini hukumannya tindak pidana ringan (tipiring). Rencana, Rabu depan kami akan rapatkan dulu lintas OPD dengan menghadirkan pengadilan negeri dan kejaksaan. Setelah rakor akan dibahas teknisnya," paparnya. 

Selain penggunaan pengeras suara ATCS, menurutnya, CCTV ATCS juga bisa dimanfaatkan sebagai alat bukti jika warga melanggar perda tentang PGOT tersebut. Dinsos juga sudah lama melakukan sosialisasi terkait perda ini agar masyarakat tidak lagi memberikan uang kepada PGOT, termasuk pengamen, manusia silver, dan sejenisnya. 

Jika menemukan PGOT, Dinsos melakukan asessment terhadap yang bersangkutan. PGOT dari luar kota akan dikembalikan ke daerah asal. Sedangkan, PGOT warga Senarang akan diasesmen hingga ke rumah. 

"Kami kirim ke Panti Mardi Utomo, diberi pelarihan. Setelah diberi pelatihan akan dipekerjakan. Jadi, tidak lagi ada alasan ngemis. Pemkot berupaya melakukan upaya terbaik karena sesuai UU 1945 Pasal 34 fakir miskin dipelihara negara," jelasnya. (eyf) 

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved