Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Wawancara Khusus

Sejak Usia Surya Paloh Mengaku Usia 14 Tahun Berani Tolak Uang Pemberian Ayah (3-Habis)

Tapi ada semangat tantangan kemandirian yang saya mulai (ketika) saya sejak usia 14 tahun sudah hormat semua orang tua saya.

Editor: rustam aji
TRIBUNNEWS/JEPRIMA
SERAHKAN CENDERAMATA - Wakil Direktur Pemberitaan Tribun Network, Domuara Ambarita (kiri) menyerahkan cendera mata kepada Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (NasDem), Surya Dharma Paloh atau yang lebih dikenal dengan Surya Paloh seusai sesi wawancara eksklusif di Gedung NasDem Tower, Gondangdia, Jakarta Pusat, Rabu (14/9/2022). Pada kesempatan tersebut, Surya Paloh menceritakan pengalaman hidupnya di dunia politik di mana pada usia 16 tahun dirinya menjadi anggota partai tertua di Indonesia yaitu Partai Golkar dan pada usia 25 tahun menjadi anggota MPR RI. 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Di umur sudah 71 tahun, Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (NasDem) Surya Paloh terlihat masih enerjik.

Kepiwaiannya dalam lobi-lobi tingkat tinggi tak diragukannya lagi. Namun, bagaimana sebenarnya Surya Paloh membangun karier politiknya?

Berikut sambungan wawancara eksklusif Wakil Direktur Pemberitaan Tribun Network Domuara Ambarita dengan Ketum NasDem Surya Paloh:

Ceritain dong masa kecil supaya menginspirasi anak muda?

Sebenarnya jujur saja Saya dari keluarga yang amat saya patut syukuri, keluarga bahagia. Saya mengenal kasih sayang yang diberikan oleh orang tua. Itu amat saya syukuri. Saya tumbuh dan dibesarkan dengan kasih sayang.

Tapi ada semangat tantangan kemandirian yang saya mulai (ketika) saya sejak usia 14 tahun sudah hormat semua orang tua saya. Dia punya kemampuan sebagai kepala Polisi daerah kecil ya Resor.

Polres?

Ya. Pada waktu itu distrik bahkan. Jadi kalau sekarang Kapolsek

Dimana?

Di Serbelawan Sumatera Utara. Dandis jaman itu, komandan distrik.hormat, mulai besok saya enggak mau terima apa-apa dari Bapak.

Kenapa? Memang saya tekankan saya sudah mengenal dunia usaha.

Usaha apa 14 tahun?

Banyak ceritanya itu kan di buku nanti.

14 tahun sudah mandiri, itu sungguh bisa menghidupi diri sendiri?

Sungguh, sungguh itu.

Dalam segala?

Iya

14 tahun kelas 2 SMP?

Ya sama seperti partai politik. Saya masuk di partai Golkar umur saya 16 tahun. Saya sudah calon DPRD umur 18 tahun, saya umur 25 saya sudah anggota MPR RI.

Dulu cara menangkap peluang usaha bagaimana?

Itu insting sejujurnya, itu begitu saja dia datang dan kemudian di daerah itu daerah perkebunan yang memungkinkan saya untuk bisa menjual aktivitas jasa perdagangan yang kita sebut dengan istilah leveransir. Nanti barang orang kita ambil kita delivery, kita dapat pesanan, kita dapat komisi.

Lalu belakangan terjun ke bisnis media perhotelan?

Macam-macam sudah. Sama di partai politik juga sudah 55 tahun tanpa terasa.

Bagaimana ceritanya Bang Surya bisa dari Medan berangkat ke Jakarta?

Saya juga sudah pada waktu usia 22 tahun, 23 sama teman-teman yang masih ada sekarang Bung Abdul Aziz sebagai pendiri HIPMI, Mas Siswono, Pak Yan Darmadi yang masih bersama di NasDem itu teman-teman sudah hampir 50 tahun tuh.

Merantau bareng-bareng dengan mereka?

Enggak. mereka mendirikan asosiasi himpunan pengusaha muda Indonesia. Ya saya sudah melupakan salah satu katakanlah anak muda yang cukup potensial bekerja di Sumatera Utara sana, kawan-kawan sana, orang tua semua ya, Kapolda, Gubernur, Pangdam, ya usianya 18 tahun

Jadi memang temannya senior semuanya. Nah saya berangkat ke Jakarta ini menetap pada usia tahun 25 tahun. Teman-teman saya sudah kepala staf kepolisian yang lebih muda ya saya.

Saya banyak berteman dengan para senior lah. Itu juga membawa kita pada alur pemikiran lebih cepat dalam proses penuaan kali.

Inspirasi masuk ke dunia industri media bagaimana ceritanya?

Wah itu sejak di Medan sudah saya memulai yah. Mencoba bagaimana mengimajinasi upaya mendirikan satu surat kabar. Itu usia saya 18 -19 tahun. Itu masih ada Sinar Harapan sebagai koran Sudah mulai bermain di sana, sudah mulai mencoba untuk menulis.

Akhirnya saya bisa pindah ke Jakarta. Betapa sulitnya kita untuk memperjuangkan suatu surat izin usaha penerbitan pers. Tidak seperti sekarang. Nah perjuangan itu tidak mudah. berbagi langkah berbagai upaya hanya untuk bisa memperoleh surat izin penerbitan dengan seluruh lobi yang kita lakukan.

Termasuk sudah anggota DPR itu?

Ya, akhirnya kita peroleh, tapi semangat saya pada waktu saya ingin berbeda dengan semua industri penerbitan surat kabar di negeri ini. Sat itu belum ada televisi, satu-satunya TVRI. Baru awal stuck. Nah apa yg terjadi yang terjadi saya dapat surat izin. Barangkali karena terpaksa kasih itu. Ya terpaksa saya harus bikin perjanjian ini surat izin khusus surat kabar ini nggak boleh melanggar dari pemberitaan ekonomi. Jadi surat kabar pun dibilang you ngurus ekonomi, jangan ada berita politik. Nah kita ini mau membangun pers di negeri ini. Pers yang kita rasakan terbelenggu, maka dibredel lah Surat kabar itu. Itulah yang namanya prioritas.

Habis surat kabar Prioritas, kita punya tabloid bersama Bung Heros ada Christine Hakim di Sini, di kantor ini. Kita membangun yang namanya detik, itu tabloid dibredel lagi ada dua kali pembredelan. Habis Itu bukan kita berhenti, kita beli surat kabar semuanya di daerah-daerah. Cuman kita seperti gayanya Hocimin. Enggak boleh ada nama kita namanya Under Ground, perjuangan underground, perjuangan di bawah tanah.

Kita punya mungkin 23 surat kabar pada waktu itu di Indonesia mulai Gala, sebutkan saja Mimbar Umum, Peristiwa, bilang saja Cahaya Siang di Manado, bilang aja peristiwa ya semuanya. jadi besar sebagai imperium pada waktu itu. Tapi situasi sulit kita bertahan ketika mulai terbukanya era televisi.

Mulai muncul RCTI, mulai muncul SCTV dunia beriklan juga berubah di bisnis Surat kabar. Kita bukan yang nomor satu kan. Ya mungkin second numbers (cek), nomor ketiga, nomor kedua, urutannya. Itu persaingannya cukup sulit. Masih bertahan di Lampung Post ada, ada Media Indonesia tapi saya tengok industri media konvensional sekarang ini berada pada posting bukan lagi di center. Dengan hadirnya sosial media. Itu tantangan baru kita.

Kongres di Riau kontestasi dengan Aburizal?

Saya toh dalam kapasitas sebagai ketua dewan penasehat. Aburizal itu anggota saya pada waktu itu. Jadi ketika saya berkompetisi, saya berkompetisi dengan anggota saya sendiri, anggota dewan penasehat saya ketua Dewan penasehat, saudara Prabowo juga pernah menjadi anggota saya di situ.

Jadi ya itu Kompetisi lah. Bung Rizal memenangkan kompetisi itu.

Dalam kontestasi politik sering menang dan kalah, apa yang mau disampaikan ke anak muda?

Memang ketika kita mau berhadapan dan maju pada kompetisi yang perlu amat kita sadari ada dua hal sebagai konsekuensi hasil akhir kompetisi. Satu kita bisa menang memenangkan kompetisi. Kedua kita harus menerima kekalahan.(Tribun Network/nas/yat)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved