Berita Banyumas
Asal Mula Sengketa Kebondalem Purwokerto yang Tak Kunjung Usai, Bentuk Konflik Pemerintah dan Swasta
Persoalan kawasan pusat bisnis Kebondalem Purwokerto masih menemui jalan panjang karena sengketa lahan yang belum juga usai.
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO -- Persoalan kawasan pusat bisnis Kebondalem Purwokerto masih menemui jalan panjang karena sengketa lahan yang belum juga usai.
Mulanya kawasan itu akan menjadi pusat pengembangan grosir di Jawa Tengah bagian selatan tepatnya di kawasan ekonomi strategis, Kebondalem.
Kawasan Kebondalem seyogyanya akan dijadikan sebagai pusat bisnis dan grosir terbesar di Jawa Tengah bagian selatan layaknya Tanah Abang di Jakarta.
Konsep awal kawasan itu akan dibangun bangunan empat lantai yang akan menjadi pusat pakaian, elektronik, dan sebagainya.
Kasus Kebondalem bermula saat Pemda memindahkan terminal Purwokerto pada 1986.
Bekas terminal lalu dikelola oleh PT Graha Cita Guna (CGN) dan diikat dalam perjanjian tentang pengelolaan lahan bekas terminal Kebondalem, Purwokerto.
Pemda Banyumas memberikan izin kepada PT GCG mengelola bekas lahan terminal menjadi pusat perbelanjaan selama 30 tahun, kios selama 15 tahun dan taman hiburan rakyat selama 20 tahun.
Kompensasinya PT GCG membangun 2 unit SD, satu unit kantor Perwakilan Pendidikan dan Kebudayaan, serta 15 kios.
Belakangan, perjanjian itu bermasalah
PT GCG menilai Pemda Banyumas melakukan wanprestasi karena tidak memenuhi klausul yang dijanjikan.
PT GCG kemudian menggugat Pemda Banyumas ke pengadilan dengan nilai kerugian materiil Rp24 miliar serta kerugian imateriil Rp20 miliar.
Kasus ini bergulir hingga ke MA pada 27 Oktober 2009.
Majelis kasasi memutuskan menghukum Pemda Banyumas membayar kerugian materiil kepada penggugat sebesar Rp. 24.410.883.023
Putusan ini dikuatkan di tingkat Peninjauan Kembali (PK) Nomor 530PK/Pdt/2011 pada 2 Februari 2012 dengan ketua majelis hakim Agung Atja Sonjaya.
Atas putusan itu, Pemkab Banyumas dan PT GCG membuat kesepakatan melaksanakan dengan membayar sebesar Rp 22 miliar pada 8 Desember 2016.