Berita Semarang
3 Kasus Bunuh Diri Mahasiswa di Semarang, Terbaru Mahasiswi Kampus Negeri, Ini Respons Psikolog
Selama September 2022, terjadi tiga kasus bunuh diri mahasiswa di Kota Semarang.
Penulis: amanda rizqyana | Editor: galih permadi
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Selama September 2022, terjadi tiga kasus bunuh diri mahasiswa di Kota Semarang.
Mahasiswi semester 1 asal Bogor Jawa Barat berinisial KAS (18) melompat dari lantai 8 Apartemen di Banyumanik Kota Semarang pada Jumat (2/9/2022).
KAS ditemukan meninggal dunia di lokasi kejadian.
Kemudian AN (19) mahasiswa semester 3 lompat dari lantai 6 Gedung Parkir sebuah kampus di Kota Semarang pada Jumat (16/9/2022) sore.
Baca juga: Tujuh Bocah Pembawa Senjata Tajam Ditangkap, Merespon Video Viral Tawuran di RS Fatmawati Jakarta
Baca juga: Terlibat Kecelakaan Akibat Asap di Jalan Tol, Tujuh Pengendara Sudah Diperiksa Penyidik Polri
Baca juga: Kerap Kebobolan Lewat Serangan Balik, PSIS Semarang Perbaiki Lini Pertahanan
AN sempat dilarikan ke Rumah Sakit (RS) Panti Wilasa Citarum Kota Semarang dan mengalami patah tulang kaki.
AN menghembuskan nafas terakhir akibat perdarahan dalam.
AN dimakamkan di Pemakaman Bergota Kota Semarang pada Sabtu (17/9/2022).
Ada dugaan AN mengalami depresi pascahubungan dengan sahabatnya merenggang dan menjadi pemicu aksi bunuh diri.
Yang terbaru, mahasiswa universitas negeri yang belum diketahui identitasnya diduga melakukan percobaan bunuh diri.
Hal tersebut berdasarkan postingan di akun Twitter yang menuliskan, "di gondang ada ambulan ama polisi di salah satu kosan, ada apa yahh?? ngeri"
Pada kolom jawaban didapat informasi terjadi kasus percobaan bunuh diri oleh mahasiswi diduga akibat patah hati.
Peristiwa diduga terjadi pada Sabtu (24/9/2022) sekira pukul 10.00 di Jalan Gondang 2 Bulusan Tembalang Kota Semarang.
Mahasiswi memotong urat nadi tangan kemudian loncat dari lantai 2 kos tersebut.
Beruntung nyawa si mahasiswi bisa diselamatkan dan dilarikan ke Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND) Tembalang Kota Semarang.
Dosen Psikologi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Elizabeth, Dra. Probowatie Tjondronegoro, M.Si., menduga aksi bunuh diri oleh mahasiswa karena mereka sudah buntu dengan permasalahan yang dihadapi.
Sebagai remaja, mahasiswa dihadapkan pada permasalahan ekspektasi yang tidak sesuai dengan realita yang memicu perasaan depresi dan dorongan melakukan bunuh diri.
“Kunci dari permasalahan para remaja ini ialah komunikasi.
Mereka bisa menyampaikan permasalahan atau sekadar bercerita dengan kawan sebaya maupun dengan orang tua,” ungkapnya saat dihubungi Tribun Jateng pada Minggu (24/9/2022).
Ia menyebutkan, dengan bercerita dapat mengurangi beban dan menyampaikan keluhan maupun kekecewaan para remaja ini.
Tentu saja, dalam komunikasi tentu harus menghilangkan aspek penghakiman untuk menitikberatkan solusi atas permasalahan yang dihadapi mahasiswa.
“Memang ada kecenderungan orang tua menggunakan perspektif mereka dalam menghadapi problematika anak.
Dalam proses awal komunikasi pasti ada gesekan, terjadi konflik di awal, tapi harus kembali lagi pada rel awal untuk mencari solusi atas permasalahan,” terangnya lagi.
Penyelesaian permasalahan dengan komunikasi dalam kehidupan remaja harus berdasarkan solusi sembari memberi pemahaman bahwa ekspektasi di kepala tidak selalu sama dengan realita.
Sementara itu, Siswanto, S.Psi., M.Si., selaku dosen Psikologi Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Kota Semarang menyatakan pihaknya berkomitmen memberikan pendampingan pada mahasiswiswa dalam menghadapi permasalahan terkait psikologi dan hukum.
“Kami menyediakan Unika Student Care untuk mendampingi, melindungi, dan memulihkan mahasiswa.
Mereka berhak atas dukungan secara psikologis dan hukum,” ungkapnya.
Dukungan tak hanya diberikan mahasiswa yang memiliki masalah personal pada dirinya, melainkan juga mendampingi kawan atau sahabat dari pelaku bunuh diri.
Mereka tentu memiliki tekanan moral ketika mengetahui rekan atau sahabat mereka meninggal secara tragis, apalagi di hari kepergian sempat meminta untuk ditemani makan namun karena tak sempat membalas, terlewatkan.
“Ada perasaan kehilangan, sedih, marah, kecewa, gelo yang menyelimuti mereka. Kami berikan pendampingan intensif pada para mahasiswa ini hingga mereka bisa menerima peristiwa yang terjadi,” jelasnya.
Meski demikian, Siswanto, M.Si, juga mengingatkan para remaja jangan melakukan diagnosa mandiri atas permasalahan kesehatan mental.
Diagnosa dan penanganan kesehatan mental harus oleh praktisi bidang psikologi.
Penanganan yang tepat dapat memberikan solusi bagi penderita maupun keluarga.
(arh)