Berita Kajen
Kisah Pilu : 3 Penderita Gangguan Jiwa di Pekalongan Dibebaskan dari Pasungan
Sebanyak 3 orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah dibebaskan dari pasung oleh keluarganya.
Penulis: Indra Dwi Purnomo | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM, KAJEN - Sebanyak 3 orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah dibebaskan dari pasung oleh keluarganya.
Setelah dibebaskan, ODGJ ini kemudian dikirim ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Prof dr Soerojo Magelang untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Pekalongan Yudhi Himawan mengatakan, di Kabupaten Pekalongan ada 5 ODGJ yang dipasung oleh pihak keluarga.
"Dinsos Kabupaten Pekalongan, lalu Kemensos RI melalui Sentra Terpadu Kartini Temanggung, melakukan pelepasan pasung.
Untuk kasus pasung sendiri di Kabupaten Pekalongan ada lima kasus. Hari ini, pelepasan tiga kasus.
Yakni dua di Desa Sabarwangi, Kecamatan Kajen dan satu di Desa Pododadi, Kecamatan Karanganyar," kata Kepala Dinas Sosial Kabupaten Pekalongan Yudhi Himawan kepada Tribunjateng.com, Jum'at (30/9/2022).
Menurutnya, tujuan dari pelepasan pasung ini tujuannya untuk rehabilitasi. Mereka dipasung juga karena ada sebabnya.
"Rata-rata sudah lebih dari 10 tahun dilakukan pemasungan oleh keluarga.
Mereka itu penyandang disabilitas mental, jadi kalau dilepas takut ada hal-hal yang mengganggu lingkungan."
"Jadi keluarga memutuskan untuk dipasung. Hari ini kita lepas, dan kami bawa mereka untuk rehabilitasi," ujarnya.
Setelah dilakukan pelepasan, ODGJ ini dibawa ke RSJ untuk penanganan, di antaranya treatment khusus.
"Kalau menurut SOP-nya, bisa dikembalikan ke keluarga, bisa ke panti, nanti lihat dulu diagnosisnya seperti apa dan progressnya."
"Juga dikawal Sentra Terpadu Kartini Temanggung. Mudah-mudahan, bisa membuat teman-teman yang kita bawa ini bisa lebih baik ke depannya," imbuhnya.
Dinas Sosial Kabupaten Pekalongan mencatat, ada lima kasus ODGJ yang dipasung dan tersebar di empat kecamatan.
Dua orang di Desa Sabarwangi, Kecamatan Kajen, satu orang di Desa Pododadi, Kecamatan Karanganyar, satu orang di Desa Sijeruk, Kecamatan Sragi, dan satu orang lagi di Desa Dadirejo, Kecamatan Tirto.
"Hari ini yang dilepas tiga orang. Yang dua belum, nanti kita masih tunggu persetujuan dari pihak keluarga," ucapnya.
Pihaknya menambahkan, Dinsos tetap bekerjasama dengan Sentra Terpadu Kartini Temanggung dan dengan pihak desa untuk mengedukasi pihak keluarga.
Karena dalam prosesnya nanti, sedikit-banyak lingkungan yang akan memperbaiki kondisi disabilitas tersebut.
Tiga ODGJ Kabupaten Pekalongan yang dilepas dengan kasus pasung atau dirantai, atau dikurung di antaranya Slamet (34) warga Desa Pododadi, Kecamatan Karanganyar, Haryanto (24) yang beralamat di Desa Sabarwangi, Kecamatan Kajen, dan Nur Idayati (34) warga Desa Sabarwangi, Kecamatan Kajen.
Manisa (38), kakak sepupu Nur Idayati menjelaskan, adiknya mengalami gangguan jiwa itu sejak kelas 2 SMA.
"Dia awalnya normal saja. Tapi kemudian halusinasi, seperti punya dunia sendiri, bilang melihat ini, melihat itu. Terus ketakutan," katanya.
Menurutnya, untuk penyebabnya adiknya seperti itu ia tidak mengetahui.
"Kalau penyebabnya kami tidak tahu. Soalnya, tiba-tiba begitu. Tahu-tahu marah-marah gitu," ujarnya.
Dikatakannya, keluarga sudah pernah membawa adiknya berobat dan periksa di Semarang sebanyak dua kali namun masih tetap.
"Sudah berobat jalan. Terakhir ke Magelang. Terus pulang, kumat lagi," ucapnya.
Ia menambahkan, adiknya ditali menggunakan tali tambang kecil itu sekitar 15 tahun.
"Tadinya kalau tidak ditali, itu jalan-jalan. Membahayakan orang lain. Karena marah-marah sendiri. Sekarang enggak pernah."
"Tapi, hari-harinya diam gak pernah ngomong apa-apa, diam saja. Tapi, Kalau kita kasih makan, ya dimakan," tambahnya.
Sementara itu, Hendra Permana dari Sentra Terpadu Kartini Temanggung, Kemensos mengatakan, bahwa pihaknya punya perhatian yang besar terhadap pemasungan-pemasungan ODGJ.
Selama ini, ternyata cukup banyak juga. Di antaranya di Kabupaten Pekalongan ini.
"Kenapa kita harus bebaskan ODGJ ini dari pemasungan? Ini kita berbicara tentang hak asasi manusia. Bahwa ODGJ juga manusia. Dan ini adalah penyakit yang sebenarnya ini bisa dikelola."
"Tidak harus dengan cara pemasungan. Nah, bagaimana pengobatan-pengobatan, pendampingan-pendampingan, terhadap ODGJ ini penting untuk diketahui masyarakat luas, termasuk keluarganya," katanya.
Hendra mengungkapkan, ini kan sebenarnya tinggal bagaimana mengelolanya saja. Bisa dengan proses obat-obatan dan rehabilitasi.
"Prosesnya ini kan nanti menjadi bagian proses pemilihan terhadap ODGJ, agar bisa kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakatnya," ungkapnya.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong agar mereka itu bisa hidup bersama di lingkungan masyarakat, di lingkungan keluarganya, secara sehat, secara tepat. Tidak dengan cara pemasungan-pemasungan yang tentunya ini melanggar hak-hak asasi dari ODGJ sebagai manusia.
"Kondisi untuk ODGJ yang barusan dibawa kan kita lihat secara screening atau asesmen awal. Nanti, kita lakukan asesmen lanjutannya, dari sisi kesehatan, sisi psikologis nya juga," ucapnya.
Tapi yang dilihat, ODGJ ini sudah terlalu lama juga dipasung. Bahkan, ada yang sampai belasan tahunan juga.
"Malah ada yang lebih dari sepuluh tahun. Sehingga ada yang sampai tak mampu berkomunikasi, berinteraksi, karena sudah terlalu lama dipasung, Bahkan ada yang pemasungannya secara fisik juga, sehingga ada kekakuan-kekakuan yang untuk aktivitas sudah tidak mampu, bahkan untuk berdiri saja," imbuhnya.
Pihaknya menambahkan, tiga ODGJ ini dibawa dulu ke rumah sakit jiwa untuk dilakukan pemeriksaan. Karena, semua yang dipasung ada masalah fisik juga, selain mentalnya.
Tidak hanya itu, mereka sudah hampir tidak pernah berinteraksi, berkomunikasi. Oleh karenanya dibawa rumah sakit dulu, sampai dengan pemantauan, dan melihat hasil asesmen serta diagnosanya.
"Kemudian ketika memang sudah siap dikembalikan, bisa jadi nanti kita bawa ke Sentra dulu, atau ke panti. Lalu, kita berikan bimbingan lagi untuk bagaimana nanti kalau kembali lagi ke lingkungan masyarakat."
"Yang paling penting yakni bagaimana keluarga kita edukasi. Sebab kalau nanti kita kembalikan lagi ke keluarga, tapi keluarga tidak tahu bagaimana penanganannya, itu bisa kambuh lagi.
Bagaimana misalnya dari psikiater harus ada obat, yang rutin dikonsumsi, misal itu tidak dilakukan oleh keluarga, ya itu bisa kambuh lagi. Karena kan ini tentang gangguan syaraf juga," tambahnya. (Dro)
Baca juga: Gelaran SGIC V 2022, SG Beri Apresiasi Tertinggi kepada Inovator Terbaik Perusahaan
Baca juga: Harga Emas Antam Semarang Hari Ini, Jumat 30 September 2022 Naik Rp 3.000, Ini Daftar Lengkapnya
Baca juga: Polres Karanganyar Salurkan Bantuan Beras 20 Ton Dampak Kenaikan BBM
Baca juga: Gila! Komplotan Pencuri di Sukoharjo Bawa Mobil Pikap untuk Kuras Toko Elektronik yang Mau Buka