Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Kerusuhan di Kanjuruhan Malang

Ade Armando: Apa Polisi Memukul, Menganiaya, dan Menembaki Pendukung Arema? Sama Sekali Tidak Ada

Ade Armando: Apa Polisi Memukul, Menganiaya, dan Menembaki Pendukung Arema? Sama Sekali Tidak Ada

Penulis: Fachri Sakti Nugroho | Editor: galih permadi
Kolase Tribun
Ade Armando: Apa Polisi Memukul, Menganiaya, dan Menembaki Pendukung Arema? Sama Sekali Tidak Ada 

Ade Armando: Apa Polisi Memukul, Menganiaya, dan Menembaki Pendukung Arema? Sama Sekali Tidak Ada

TRIBUNJATENG.COM - Pegiat media sosial Ade Armando menyebut kepolisian tidak melakukan pelanggaran terhadap suporter Arema FC saat terjadi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang, Sabtu (1/10/2022).

Kerusuhan terjadi setelah duel Derby Jawa Timur Arema FC Vs Persebaya Surabaya selesai digelar.

Dalam laga itu, tuan rumah Arema FC kalah 2-3 melawan Persebaya Surabaya.

Suporter Arema FC, Aremania turun kedalam stadion usai laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya dalam lanjutan Liga 1 2022 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Sabtu (1/10/2022). Aremania meluapkan kekecewaannya dengan turun dan masuk kedalam stadion usai tim kesayangannya kalah melawan Persebaya Surabaya dengan skor 2-3
Suporter Arema FC, Aremania turun kedalam stadion usai laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya dalam lanjutan Liga 1 2022 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Sabtu (1/10/2022). Aremania meluapkan kekecewaannya dengan turun dan masuk kedalam stadion usai tim kesayangannya kalah melawan Persebaya Surabaya dengan skor 2-3 (SURYAMALANG.COM/Purwanto)

Baca juga: Video Detik-detik Suporter Dipukuli Saat Minta Polisi Berhenti Tembakkan Gas Air Mata di Kanjuruhan

Baca juga: Viral Emak-emak Bakar Atribut Arema: Anakku Wes Ga Usah Bal-balan

Baca juga: Temuan Komnas HAM, Hanya 2 Pintu Terbuka Saat Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan

Baca juga: Kompetisi Ditunda Sementara, PSIS Semarang Tetap Latihan

Suporter tuan rumah yang kecewa melampiaskan kekesalannya dengan turun ke lapangan.

Hal ini membuat aparat keamanan yang diisi oleh Kepolisian RI dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) turun tangan mengurai massa.

Menyikapi tragedi yang terjadi Stadion Kanjuruhan, Ade Armando menilai suporter Arema FC atau yang akrab disapa Aremania menjadi pangkal masalahnya.

Ade Armando juga menilai pihak kepolisian tidak melakukan aksi represif untuk mengatasi suporter di Stadion Kanjuruhan.

Tangkapan layar rekaman video saat seorang suporter ditendang prajurit TNI. Video ini viral. Peristiwa terjadi di Stadion Kanjuruhan ketika kerusuhan, Sabtu (1/10/2022) malam.
Tangkapan layar rekaman video saat seorang suporter ditendang prajurit TNI. Video ini viral. Peristiwa terjadi di Stadion Kanjuruhan ketika kerusuhan, Sabtu (1/10/2022) malam. (istimewa)

"Pangkal persoalan adalah kelakuan sebagian supporter Arema yang menyerbu lapangan," kata Ade Armando dikutip dari channel Youtube Cokro TV, Senin (3/10/2022).

"Mereka sombong, bergaya preman, menantang, merusak dan menyerang."

"Gara-gara merekalah tragedi itu terjadi," imbuhnya.

Ade Armando tidak sepakat jika tragedi ini disebabkan oleh pihak kepolisian.

Menurutnya, kepolisian sudah bertindak benar.

"Tampaknya ada upaya sengaja untuk mengarahkan telunjuk ke pihak kepolisian."

"Mari kita bersikap objektif, apa sih yang dimaksud tindakan represif, pelanggaran profesionalisme atau bahkan pelanggaran HAM yang dilakukan kepolisian?"

"Apakah polisi memukuli suporter, menganiaya, menembaki pendukung Arema? Sama sekali tidak ada," kata Ade Armando.

Suasana saat kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang seusai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022) malam.
Suasana saat kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang seusai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022) malam. (AP/Yudha Prabowo)

Ade Armando juga menyebut penggunaan gas air mata sudah sesuai prosedur mengurai massa.

Menurutnya kepolisian tidak berada di bawah Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA).

Sehingga tidak perlu mempertimbangkan peraturan FIFA soal larangan penggunaan gas air mata.

"Yang mungkin bisa dipermasalahkan adalah penggunaan gas air mata," kata Ade Armando.

"Sebagain pihak menyatakan bahwa FIFA melarang penggunaan gas air mata dalam stadion."

"Pertanyaannya apakah polisi Indonesia berada di bawah FIFA?"

"Ketika polisi menggunakan gas air mata adalah tindakan sesuai protap ketika mereka harus mengendalikan kerusuhan yang mengancam jiwa."

"Memang akibat gas air mata para penonton berlarian panik, sialnya saat mereka hendak keluar stadion ternyata panitia belum sempat membuka pintu keluar."

"Akibatnya terjadi penumpukan penonton saling dorong, saling injak"

"Itulah yang menyebabkan tragedi terjadi."

"Pertanyaan Saya apakah itu tindakan represif dan pelanggaran HAM oleh polisi?"

"Yang jadi pangkal masalah adalah suporter Arema yang sok jagoan melanggar peraturan dalam stadion dengan gaya preman masuk ke lapangan petentengan," kata Ade Armando.

Ade Armando juga menyinggung soal pihak-pihak yang tidak mau memundurkan jam tayang dan menjual tiket lebih dari kapasitas stadion.

Polisi Gunakan Gas Air Mata Padahal Dilarang FIFA

Ratusan nyawa suporter Arema vs Persebaya melayang akibat kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022) malam.

Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, bermula saat suporter Arema FC atau yang akrab disapa Aremania terjun ke lapangan.

Mereka melampiaskan amarah lantaran Arema FC kalah 2-3 melawan Persebaya Surabaya dalam duel bertajuk Derby Jawa Timur.

Suporter yang tak terkendali memaksa aparat keamanan turun tangan menertibkan.

Namun terlalu banyaknya suporter yang turun ke lapangan membuat aparat keamanan kewalahan.

Aparat keamanan kemudian menembakkan gas air mata untuk mengurai massa suporter. Nahasnya, gas air mata ini justru menjadi simalakama.

Banyak suporter yang sesak nafas karena udara di dalam stadion dipenuhi asap. 

Mereka juga kesulitan keluar dari stadion karena berdesak-desakan di pintu keluar.

Penggunaan gas air mata untuk penanganan kerusuhan suporter sebenarnya tidak diperbolehkan oleh Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA).

Namun pihak kepolisian menyebut penggunaan gas air mata sudah sesuai prosedur.

Soal bolehnya penggunaan gas air mata ini disampaikan oleh Kapolda Jawa Timur, Irjen Nico Afinta.

Pihak kepolisian menggunakan gas air mata karena suporter sudah bertindak anarkis dan masuk ke area lapangan.

Setelah penembakan gas air mata suporter berhamburan ke pintu 12 dan membuat area itu mengalami penumpukan.

“Saat terjadi penumpukan, itu jadi banyak yang mengalami sesak napas,” kata Nico Afinta saat konferensi pers, Minggu (2/20/20220.

“Seandainya suporter mematuhi aturan, peristiwa ini tidak akan terjadi, semoga tidak terjadi lagi peristiwa semacam ini,” sambungnya.

Penggunaan Gas Air Mata Tidak Diperbolehkan oleh FIFA

Sementara itu, larangan penggunaan gas air mata di dalam Stadion sebenarnya sudah ada dalam regulasi FIFA.

Hal itu tertuang pada pasal 19 b, pengamanan pinggir lapangan mengenai regulasi keamanan dan keselamatan Stadion.

“Senjata atau gas pengendali massa tidak boleh dibawa atau digunakan,” tulis aturan tersebut dalam regulasi FIFA.

Dengan begitu penggunaan gas air mata di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang sudah menyalahi prosedur keselamatan dan keamanan yang dibuat FIFA.

Aturan FIFA

Penggunaan gas air mata sebagai upaya pengendali massa dilarang oleh FIFA.

Peraturan larangan penggunaan gas air mata itu termaktub pada pasal 19 dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations.

Kutip dari laman digital.fifa.com, untuk melindungi para pemain dan offical tim serta menjaga ketertiban umum diperlukan petugas keamanan dan atau polisi disekeliling lapangan.

Pada aturan pasal 19 FIFA tersebut terdapat 5 pedoman yang perlu ditaati oleh pihak keamanan.

Di antaranya adalah pada pasal 19 b, tentang larangan membawa atau menggunakan senjata api atau gas air mata (gas pengendali massa).

Berikut 5 Pedoman Petugas Keamanan Merujuk Pasal 19 FIFA Stadium Safety and Security Regulations.

1. Petugas keamanan dan atau polisi ditempatkan di sekitar lapangan permainan yang kemungkinan besar akan direkam di televisi. Oleh karena itu perilaku dan penampilan mereka harus memiliki standar tertinggi setiap saat.

2. Dilarang membawa atau menggunakan senjata api atau “gas pengendali massa (gas air mata).

3. Selama pertandingan, semua petugas keamanan dan/atau petugas polisi harus menjaga profil serendah mungkin, yaitu dengan ketentuan sebagai berikut:

- Diposisikan di antara papan iklan dan tribun.

- Duduk di kursi agar tidak menonjol di televisi atau menghalangi pandangan penonton.

- Tidak memakai barang-barang agresif (helm, masker wajah, tameng, dll)

Ketentuan tersebut dapat dilakukan kecuali ketika diperlukan melalui aturan atau sikap yang telah disepakati sebelumnya. Hal itu sehubungan dengan perilaku orang banyak dengan potensi ancaman yang terjadi.

4. Jumlah petugas lapangan dan/atau petugas polisi harus dijaga seminimal mungkin. Serta berdasarkan penilaian risiko pertandingan. Hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku penonton yang diharapkan dan kemungkinan melakukan pelanggaran di lapangan.

5. Jika ada risiko tinggi invasi ke lapangan atau gangguan kerumunan, pemberi pertimbangan harus mengizinkan petugas polisi dan/atau petugas keamanan untuk menempati barisan depan kursi di stadion. Hal itu dilakukan jika dianggap perlu untuk meningkatkan kehadiran dan memaksimalkan kemampuan secara keseluruhan. Jika pendekatan ini akan diadopsi dan potensi kericuhan ada, pastikan penyelenggara pertandingan harus menyediakan kursi yang akan diduduki oleh petugas polisi dan/atau petugas keamanan yang tidak dijual kepada penonton. 

(*)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved