Bos IMF: RI Jadi Titik Terang saat Ekonomi Dunia Memburuk
Indonesia yang meraih pertumbuhan tinggi dengan kondisi stabilitas politik dan fundamental ekonomi yang kuat, di tengah kondisi dunia yang berat.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - International Monetary Fund (IMF) atau Dana Moneter Internasional menyebut Indonesia menjadi titik terang di saat kondisi perekonomian global yang memburuk.
Hal itu diungkapkan Direktur IMF, Kristalina Georgieva saat bertemu dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani di Washington DC, pada Selasa (11/10).
Pertemuan keduanya mendiskusikan perkembangan terkini ekonomi global dan membagi kekhawatiran yang sama terkait dengan kondisi banyak negara, karena dunia saat ini memang sedang tidak baik-baik saja.
“Indonesia tetap menjadi titik terang ketika ekonomi global yang memburuk! Diskusi yang luar biasa dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati selama Rapat Tahunan, menjelang KTT G20 November,” kata Kristalina, dalam postingan akun Instagramnya @kristalina.georgieva, Selasa (11/10).
Adapun, Menkeu Sri Mulyani juga menyebut, Kristalina memberikan apresiasi kepada Indonesia yang meraih pertumbuhan tinggi dengan kondisi stabilitas politik dan fundamental ekonomi yang kuat, di tengah kondisi dunia yang berat.
Hal itu menyusul pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tercatat sebesar 5,4 persen pada kuartal II/2022, dengan inflasi yang masih terkendali di level 5,95 persen pada September lalu.
Meski demikian, IMF kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 dari sebelumnya 5,2 persen menjadi 5 persen.
Proyeksi itu lebih rendah daripada proyeksi pertumbuhan Indonesia yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 yakni sebesar 5,3 persen.
Proyeksi tersebut tertuang dalam laporan IMF berjudul World Economic Outlook (WEO) Countering the Cost-of-Living Crisis Edisi Oktober 2022 yang dirilis pada Selasa (11/10).
IMF tidak menyebutkan alasan yang pasti terkait dengan pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan.
Dalam laporan WOE, IMF menyebut perekonomian global menghadapi sejumlah tantangan yang bergejolak. Kondisi tersebut ditandai dengan inflasi yang lebih tinggi dalam beberapa dekade, pengetatan kondisi keuangan di sebagian besar wilayah, invasi Rusia ke Ukraina, dan pandemi covid-19 yang berkepanjangan sangat membebani perekonomian global.
Bahkan, normalisasi kebijakan moneter dan fiskal yang memberikan dukungan yang sebelumnya belum pernah terjadi selama pandemi mendinginkan permintaan karena pembuat kebijakan ingin menurunkan target inflasi.
“Kesehatan ekonomi global di masa depan sangat bergantung pada keberhasilan kalibrasi kebijakan moneter, jalannya perang di Ukraina, dan kemungkinan gangguan sisi penawaran terkait dengan pandemi lebih lanjut, misalnya di China,” tulis IMF dalam laporan itu.
Adapun, Menkeu Sri Mulyani mengungkapkan, sepertiga negara di dunia akan mengalami tekanan ekonomi dalam 4-6 bulan ke depan. Hal itu terjadi baik karena kesulitan akibat beban utang yang tinggi, ditambah lemahnya fundamental makroekonomi, dan isu stabilitas politik.
Menurut dia, tekanan perekonomian tersebut tidak hanya akan terjadi di negara berkembang, tetapi juga kondisi di banyak negara maju. Meski demikian, Sri Mulyani yakin kondisi di Indonesia tidak akan seburuk di negara-negara lain.