Berita Semarang
Cerita Sigit Bikin Semua Terdiam, Puluhan Tahun Rumahnya Kebanjiran, Pemkot Semarang Upayakan Ini
Dari identifikasi yang dilakukan pada 2021, Kota Semarang diterpa 432 bencana alam, dimana 63,11 persen di antaranya bencana hidrometeorologi.
Penulis: budi susanto | Editor: deni setiawan
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Seluruh peserta dan narasumber yang mengikuti Forum Semarang Berdaya langsung terdiam, kala Sigit menceritakan pengalamannya.
Sigit merupakan satu di antara warga Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang yang ikut dalam forum tersebut.
Forum yang digelar Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB), bersama changemakers itu, bertujuan untuk mengurangi risiko banjir, Rabu (12/10/2022).
Selain itu, acara yang digelar di Hetero Space Kota Semarang tersebut juga fokus untuk meningkatkan cadangan air tanah di Kelurahan Meteseh.
Baca juga: Pedagang Pasar Johar Minta Pemkot Semarang Pasar Relokasi MAJT Ditutup Permanen, Karena Alasan Ini
Semarang Berdaya merupakan proyek yang menerapkan teknologi zero run-off.
Yakni berupa instalasi terintegrasi antara poreblock atau paving block berpori dan sumur resapan.
Dalam acara tersebut Sigit bercerita di hadapan peserta dan narasumber, selama hidup di Kota Semarang tak pernah jauh dari banjir.
"40 tahun saya tinggal di Semarang Utara dan selalu merasakan banjir."
"Nah kemudian saya pindah ke Meteseh."
"Harapan saya tidak terkena banjir, namun tetap saja banjir," katanya, Rabu (12/10/2022).
Dari pengalamannya, Sigit berharap ada solusi mengatur banjir di Kota Semarang.
"12 tahun di Meteseh juga sama selalu diintai banjir."
"Apalagi pengembang perumahan di tempat saya sudah melarikan diri."
"Sampai sekarang warga mencari solusi untuk mengatasi banjir," ucapnya kepada Tribunjateng.com, Rabu (12/10/2022).
Cerita Sigit juga mendasar, karena identifikasi yang dilakukan ReservoAir dan Liberates Creative Colony, Kelurahan Meteseh merupakan wilayah rentan bencana banjir.