Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Tragedi Bintaro

35 Tahun Tragedi Bintaro, Tabrakan Kereta Api Terbesar di Indonesia Tewaskan Ratusan Penumpang

Pada 19 Oktober 1987, tepatnya hari ini tiga puluh lima tahun yang lalu telah terjadi kecelakaan kereta api terbesar dalam sejarah Indonesia.

Penulis: Alifia | Editor: galih permadi
GOOGLE
35 Tahun Tragedi Bintaro 

35 Tahun Tragedi Bintaro, Tabrakan Kereta Api Terbesar di Indonesia Tewaskan Ratusan Penumpang

TRIBUNJATENG.COM –   Pada 19 Oktober 1987, tepatnya hari ini tiga puluh lima tahun yang lalu telah terjadi kecelakaan kereta api terbesar dalam sejarah Indonesia.

Kereta Api 225 Merak dan Kereta Api 220 Rangkas mengalami kecelakaan tepatnya di Pondok Betung, Bintaro Jakarta Selatan.

Kedua kereta tersebut saling bertabrakan, dengan kondisi mengangkut penumpang dalam jumlah besar.

Baca juga: Stagnan, Harga Emas Antam Semarang Hari Ini Rp 948.000, Berikut Daftar Lengkapnya

Baca juga: Detik-detik Ayu Ting Ting dan Boy William Kembali Baikan Setelah 4 Tahun, Dalam Hati Ayu: Yah. . .

Baca juga: Jadwal Denmark Open 2022 Hari Ini, Minions Vs Jepang, Ginting Vs India, Apri/Fadia Unjuk Gigi

Baca juga: Videokan Bagi-bagi Amplop Pilkades di Demak, Sahid Dianiaya Tim Sukses

Tercatat sebanyak 700 tiket di KA 225 Rangkas pada hari itu habis terjual, namun tak terhitung berapa jumlah penumpang lainnya yang memenuhi toilet, jendela kereta, bergelantung di pintu  memenuhi lokomotif.

Kejadian ini bermula ketika KA 225 dijadwalkan tiba di Stasiun Sudimara tepatnya pukul 06.40 WIB dan bersilang dengan KA 220 pada pukul 06.49 WIB.

KA 225 telah menunggu KA 220 di Sudimara untuk melakukan silang jalur sesuai dengan jadwal.

Setelah ditunggu KA 220 tak kunjung datang, sehingga KA 225 memutuskan untuk berangkat dari Sudimara menuju ke Tanah Abang.

Djamhari selaku Petugas Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA) kemudian mendapatkan laporan jika KA 220 sudah berangkat menuju Sudimara.

Djamhari merasa kebingungan namun ia segera mengakali dengan melangsir KA 225 dari jalur 3 ke jalur 1 stasiun Sudirman.

Sedangkan, untuk melangsir harus ditulis dalam laporan harian masinis serta menjelaskan pada masinis secara lisan.

Petugas yang mendapat laporan dari Djamhari segera mengambil bendera merah dan slompret.

Sayangnya, saat dilangsr pihak masinis tidak bisa melihat dengan jelas semboyan yang diberikan karena terhalang oleh penumpang yang sesak.

Sebelum petugas sampai kereta kira-kira 7 meter, tiba-tiba kereta mulai bergerak.

KA 225 dengan 7 gerbong akhirnya menabrak KA 220 di Desa Pondok Betung pada pukul 06.45 WIB.

KA 20 melaju dengan kecepatan 25 KM/jam sedangkan KA 225 melaju dengan kecepatan 30 KM/jam.

Diketahui jika cara kerja kereta api berbeda dengan transportasi darat lainnya, kereta akan berhenti setelah dilakukan pengereman mendadak sejauh 200 meter sebelum pada akhirnya benar-benar berhenti.

Akibat dari kejadian ini, tercatat sebanyak 139 penumpang tewas, 170 penumpang mengalami luka berat dan 84 penumpang mengalami luka ringan.

Kecelakaan ini menjadi sorotan dunia karena menjadi kecelakaan yang cukup tragis dengan ratusan korban.

Pasca terjadinya kecelakaan ini masinis KA 225 yakni Slamet Suradio ditudiing di pengadilan bahwa dirinya memberangkatkan kereta tanpa ada izin.

Sedangkan pada laporan akhir PJKA dirinya memberangkatkan kereta sepenuhnya atas instruksi dari PPKA Sudimara menggunakan PTP tersebut.

Suradio berkali-kali mengungkapkan jika hal tersebut adalah kebohongan besar yang menyangkut dirinya tanpa perintah menjalankan kereta.

Suradio mengungkapkan jika dirinya sama sekali tidak mengkhawatirkan apapun saat kejadian, hal ini karena ia tidak melihat ada simbol apapun yang ia terima.

PPKA (Pemimpin Perjalanan Kereta Api) Sudimara dinyatakan bersalah karena telah memberikan persetujuan persilangan dari Sudimara menuju ke Kebayoran tanpa adanya persetujuan dari PPKA Kebayoran.

Begitu juga dengan PPKA Stasiun Kebayoran yang dinyatakan bersalah karena tidak adanya koordinasi lebih lanjut dengan Sudimara.

Sedangkan, masinis KA 225 dinyatakan bersalah karena dianggap begitu menerima tempat persilangan memutuskan untuk berangkat tanpa menunggu perintah PPKA dan kondektur.

Kejadian ini masih teringat jelas di benak masyarakat khususnya keluarga yang bersangkutan pada 35 tahun lalu tepatnya hari ini 19 Oktober 2022. (aya/tribunjateng.com)

Baca juga: Hujan Deras Kemarin di Semarang Bikin Talut Hingga Atap TK Ambrol

Baca juga: Hasil Lengkap Denmark Open 2022, Jojo hingga The Daddies Amankan Tiket 16 Besar

Baca juga: Paracetamol Anak Diduga Penyebab Gagal Ginjal Akut, IDAI: Kalau Demam, Kompres Hangat Dulu

Baca juga: Jangan Sampai Rumah Jadi Sarang Kecoak, Anda Wajib Tahu 5 Hal yang Mengundang Kecoak Masuk Rumah

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved