Berita Semarang
Usia Lebih 412 Tahun, Pesantren Dondong Semarang Pernah Jadi Tempat Nyantri Kiai Sholeh Darat
Dari berbagai cerita, Ponpes Luhur Dondong adalah ponpes tertua di Jawa Tengah.
Penulis: Agus Salim Irsyadullah | Editor: sujarwo
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Sebuah bangunan bertuliskan "Pondok Pesantren Luhur Dondong" dengan kombinasi cat hijau putih, masih berdiri kokoh di Kelurahan Wonosari Ngaliyan Semarang.
Konon, dari berbagai cerita, Ponpes Luhur Dondong atau biasa disebut Ponpes Dondong adalah ponpes tertua di Jawa Tengah.
Arsip Ponpes menerangkan, ponpes yang didirikan oleh Kiai Syafii Pijoro Negoro ini berdiri pada 1609 M pada zaman Mataram era Sultan Agung. Ada juga yang menyebut tahun 1612 M.
Dahulu, Ponpes Dondong berada di dekat pantai Panggung, Mangkang Kulon Utara. Namun, harus direlokasi lantaran sering tergenang banjir.
"Informasi sejarah dari masyarakat, alumni dan para tokoh, mengatakan Kiai Syafi'i Pijori Negoro merupakan pejuang Mataram komandan pasukan Sultan Agung untuk melawan pasukan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) atau Perserikatan Perusahaan Hindia Timur di Batavia, pada 1629,” cerita keturunan ketujuh pendiri Ponpes Dondong, Tubagus Mansor pada Selasa (18/10/2022).
Sebelum menetap di Kampung Dondong, Kiai Syafii menurut cerita pria yang akrab disapa Gus Toba, menjadi satu di antara Komandan Pasukan Sultan Agung yang ikut menyerbu Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) atau Perserikatan Perusahaan Hindia Timur di Batavia (Jakarta) pada 1629.
Usai penyerbuan itu, Kiai Syafii bermukim di Kampung Dondong dan mendirikan padepokan.
Lambat laun, semakin banyak santri yang menimba ilmu di padepokannya, Kiai Syafii lantas merubah padepokan itu menjadi pesantren.
“Saat ini jumlah santri muqim ada 15 orang dari berbagai daerah. Namun, banyak juga santri kalongnya,” lanjutnya.
Meski tak memiliki banyak santri, namun Ponpes Luhur Dondong kental akan sejarah dalam warna pendidikan islam nusantara. Juga penghasil cikal bakal kyai-kyai masyhur di Indonesia.
Sebut saja, Mbah Sholeh Darat (Kiai Umar) yang dikenal sebagai guru Raden Ajeng Kartini, pengasuh Pondok Pesantren Darul Amanah Sukorejo (1970) Kiai Mas'ud dan pengasuh Pondok Pesantren Darunnajah Bogor Kiai Zamhari.
Lalu, ada juga Murid Kiai Ahmad, Mbah Wali Syafa generasi kelima dari Kaliwungu yang telah wafat.
"Mbah Sholeh Darat dulu juga pernah nyantri di sini. Namun, periode waktunya belum diketahui," imbuhnya.
Kini, sepeninggal Kiai Syafii yang wafat pada 1711, pengurus pesantren digantikan menantunya Kiai Abu Darda dari Jekulo Undaan Kudus. Abu Darda merupakan suami dari Nyai Rogoniah binti Kiai Syafi’i.
”Menurut cerita-cerita sih Mbah Abu Darda itu masih keturunan Sunan Kudus,” katanya.
Mengutip skripsi mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang Nurudin yang ditulis pada 2005, setelah Kiai Abu Darda wafat, pengasuh digantikan menantunya Kiai Abdullah Buiqin bin Umar dari penanggulan Santren Kendal, suami dari Nyai Natijah binti Kiai Abu Darda.
Lalu, usai Kiai Abdullah Buiqin mengembuskan nafas terakhir pada 1340 H, Pesantren Dondong diasuh Kiai Asy’ari bin Basuki yang merupakan suami Nyai Masruhah cucu dari Nyai Aisyah binti Kiai Abdu Darda.
Kiai Asy’ari kemudian wafat pada 1374 H, selanjutnya digantikan oleh kiai Masqom bin Kiai Ahmad bin Kiai Abdullah Buiqin.
Selanjutnya, Kiai Masqom wafat pada tahun 1402 H dan digantikan adiknya Kiai Akhfadzul Athfal yang wafat pada Pada tahun 1411.
Setelah itu, pengasuh pesantren digantikan menantunya, yakni Kiai Ma’mun Abdul Aziz dari Ngebruk Mangkang. Kiai Ma’mun adalah suami dari Nyai Dalimatun binti Kiai Akhfadzul Athfal.
Kini, pesantren yang pernah menjadi cikal bakal kiai-kiai besar nusantara itu, diasuh oleh KH Abdullah Umar, KH Faisol Sanusi, Tubagus Mansur (Gus Toba).
Untuk Gus Toba, ia memiliki keturunan generasi ketujuh dari pendiri pesantren Dondong Kiai Syafii.
Ada beberapa kegiatan pembelajaran di Ponpes Dondong di antaranya kajian beberapa kitab kuning dan tadarus Alquran yang diselenggarakan setiap harinya.
Sementara, jadwal kegiatan pembelajaran dimulai dari setelah magrib dengan tadarus Alquran bersama.
Lalu, kegiatan dilanjutkan selepas isya dengan kajian kitab kuning yang terdiri dari Fathul qorib, Bulughul marom, Tafsir jalalain, Matan jurumiyah, Qowaidul i'lal, Amsilatutasrifiyah, Matan safinatun naja dan Fasolatan.
Di waktu pagi setelah subuh, santri membaca Surat Ar-Rahman dan Al Waqiah. (*)