Berita Nasional
BPR Didorong Perkuat Pembiayaan UMKM untuk Menopang Pertumbuhan Ekonomi
BPR Syariah (BPR/S) memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan ekonomi di Indonesia di tengah ketidakpastian global. Apalagi, penyaluran kredit
TRIBUNJATENG.COM, YOGYAKARTA - Industri perbankan, termasuk Bank Perkreditan Rakyat dan BPR Syariah (BPR/S) memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan ekonomi di Indonesia di tengah ketidakpastian global. Apalagi, penyaluran kredit per Agustus 2022 masih tumbuh 10,62 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Hal itu disampaikan Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, saat membuka Musyawarah Nasional XI Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia Tahun 2022 (Munas Perbarindo XI) di Yogyakarta, Rabu (19/10).
Ia berharap, perbankan dapat mendukung UMKM untuk naik kelas melalui pembiayaan, termasuk platform digital.
Baca juga: BI Tegaskan Menjaga Daya Beli Masyarakat Jadi Kunci Memperkuat Pertumbuhan Ekonomi
Saat ini, porsi kredit UMKM masih di kisaran 18 persen. Sedangkan Presiden mengarahkan agar kredit UMKM naik menjadi 30 persen atau sekitar Rp 1.800 triliun pada 2024. Oleh karena itu, pemerintah membutuhkan dukungan dari semua pihak.
"Munas ini sebagai momen untuk meningkatkan kinerja dan memajukan BPR dan BPRS di Indonesia. Saat ini, dunia sedang menghadapi kondisi yang tidak mudah, tantangan terus datang yang menunjukkan bahwa dunia sangat dinamis dan rentan terhadap guncangan. Saya berharap hasil musyawarah ini bermanfaat bagi kita semua," kata Airlangga, dalam sambutannya.
Adapun, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono dalam sbutannya yang dibacakan Kepala Dinas Koperasi dan UKM DIY, Srie Nurkyatsiwi berharap, BPR dan BPRS dapat menunjukkan eksistensi dan komitmen sebagai bank yang fokus memberdayakan UMKM, dan menjadi garda terdepan dalam melayani UMKM, serta hadir di tengah masyarakat menuju kebangkitan ekonomi nasional.
"Dalam menghadapi tantangan transformasi digital, BPR dan BPRS menjadi salah satu kunci untuk memenangi persaingan digitalisasi perbankan dengan menurunkan biaya operasi dan meningkatkan pendapatan, serta memudahkan layanan konsumen. Ke depan, BPR dan BPRS harus lincah, adaptif, dan kontributif dalam memberikan akses keuangan," ucap Sultan.
Plt Deputi Komisioner Regional OJK, Bambang Widjanarko menegaskan, perekonomian global masih menghadapi berbagai tantangan, sehingga keberdaaan BPR dan BPRS tidak dapat terlepas dari ekosistem dunia.
"Misalnya BPR sudah bagus, tetapi kalau lingkungan sekitar tidak kondusif, ini bisa menjadi ancaman. Ketika suku bunga naik, likuiditas pasar agak berkurang, maka likuidtas dijaga dengan baik, begitu gagal jaga likuiditas, masyarakat tidak percaya lagi. Hal ini bisa merembet ke semua industri BPR dan BPRS. Industri perbakan ini unik,” tuturnya.
Ketua Umum Perbarindo, Joko Suyanto mengatakan, idealnya ada empat fase yang harus dilalui BPR dan BPRS agar berkontribusi lebih optimal terhadap UMKM di Indonesia. Fase perama, inisiasi saat UMKM baru berdiri dan membutuh dana dari lembaga keuangan formal, terutama BPR dan BPRS.
Fase kedua, saat UMKM sedang berkembang dan belum mendapatkan pembiayaan dari perbankan umum, maka BPR dan BPRS memberikan pendampaingan dan modal usaha lebih besar dari fase pertama.
Fase ketiga, ekspansi, di mana UMKM sudah maju dan berkembang. Setelah melalui fase 1 dan 2, menyambungkan ke pasar regional dengan teknologi. Fase keempat, BPR Mendorong UMKM agar bisa mandiri, ekspor, dan go global.
“Kami menjadi garda terdepan dalam literasi, edukasi kepada masyarakat di Indonesia. Mungkin dari sisi kuantitatif masih kecil, tetapi kami sangat yakin bahwa multiplier effect sangat besar atas apa yang sudah kita lakukan dalam membantu UMKM," jelasnya. (Kompas.com/tribun jateng cetak)