Berita Kudus
DPRD Kudus Dorong Pemerintah Gunakan Anggaran untuk Kendalikan Inflasi
Kenaikan harga kedelai yang terjadi sejak beberapa hari lalu, hingga saat ini masih menyisakan persoalan bagi para perajin tahu dan tempe.
Penulis: Abduh Imanulhaq | Editor: galih permadi
"Biasanya saya bisa distribusikan 6 kwintal perhari.
Sekarang cuma bisa 4 kwintal. Perkiraan, saya kehilangan omzet hingga Rp 3 jutaan, padahal saya punya 9 pekerja yang tetap harus digaji," tutur dia.
Stok Cukup
Pengelola Primer Koperasi Produsen Tempe dan Tahu Indonesia (Primkopti) Kabupaten Kudus, Amar Ma'ruf mengatakan, stok kebutuhan kedelai di Kabupaten Kudus saat ini tercukupi.
Meskipun sekarang sedang dilanda kenaikan harga kedelai yang tidak bisa diketahui ujungnya.
Menurutnya, dampak kenaikan harga kedelai ini membuat para perajin bingung.
Di satu sisi, perajin keberatan dengan beban biaya produksi yang harus dikeluarkan setiap hari.
Sementara mereka tidak mau usaha yang dirintisnya terpaksa gulung tikar.
"Ada beberapa produsen yang sudah menaikkan harga tahu, karena diikuti harga kedelai yang signifikan, sehingga menambah beban berat perajin tahu tempe," ujarnya.
Ma'ruf menyebut, saat ini harga jual tahu dari perajin di angka Rp 35.000 - Rp 40.000 per papan.
Sebagian perajin sudah mengurangi jumlah produksinya, dari kebutuhan 20 ton per hari, kini menjadi 10 ton per hari.
Dampaknya, pendapatan perajin tahu dan tempe pun berkurang drastis dari pada hari-hari biasanya.
Pihaknya meminta agar pemerintah terjun langsung membantu masyarakat dengan menurunkan harga kedelai.
Supaya, beban para perajin tahu dan tempe di Kabupaten Kudus menjadi lebih ringan.
"Mohon pada pemerintah untuk menurunkan harga kedelai, tidak naik terus tanpa kendali. Biar kami bisa menentukan harga pokok penjualan (HPP)," ujarnya. (SAM/ADV).