OPINI
OPINI Prof DR Nugroho SBM : Meredam Inflasi Tinggi di Indonesia
PERANG Rusia dan ukraina ternyata berimbas ke hampir semua negara dalam bentuk tingginya inflasi.
BI dalam Rapat Dewan Gubernur 19-20 Oktober lalu telah menaikkan bunga acuan yaitu BI 7 Days Repo Rate (BI7DRR) 50 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen; suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 4 persen dan suku bunga penjaminan simpanan sebesar 50 bps menjadi 5,5 persen.
Dengan kenaikan itu maka khusus untuk suku buga acuan (BI7DRR) sejak Agustus 2022 telah dinaikkan tiga kali dengan total kenaikan sampai 150 bps.
Kenaikan suku bunga acuan ini tentunya nanti akan diikuti dengan kenaikan suku bunga deposito dan simpanan dan pada akhirnya menaikkan suku bunga kredit.
Naiknya bunga kredit tentu akan memberatkan dunia usaha. Tetapi kenaikan suku bunga acuan tersebut adalah langkah terbaik yang bisa dilakukan oleh BI untuk meredam tingginya inflasi dengan berbagai dampak buruknya seperti telah diuraikan.
Dukungan Lembaga Lain
Namun langkah BI tersebut perlu didukung oleh lembaga lain. Hal tersebut disebabkan karena inflasi yang tinggi tidak hanya disebabkan oleh faktor moneter yang menjadi tanggung jawab BI tetapi juga sebab-sebab lain.
Dalam kaitannya tingginya tingkat inflasi yang tinggi sebagai indikator ancaman ke arah stabilitas sistem keuangan maka ada 4 (lembaga) yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Keempat lembaga tersebut adalah Kemenkeu, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Masing-masing dengan tugasnya.
Kemenkeu menjaga stabilitas sistem keuangan yang tercermin dari inflasi tetap rendah dengan menjaga defisit APBN pada batas yang ditentukan.
BI menjaga stabilitas sistem keuangan dengan menjaga inflasi rendah dengan kebijakan moneter lewat sasaran operasional suku bunga acuan dan instrumen yang lain seperti Giro Wajib Minimum (GWM), Operasi Pasar Terbuka (OPT), dan lainnya.
Di samping itu sekarang ini BI juga merancang dan melaksanakan apa yang disebut sebagai Kebijakan Makroprudensial yang instrumennya antara lain, cadangan modal untuk menghadapi krisis, kebijakan uang muka kredit, dan kebijakan lainnya.
TPID
OJK mempunyai tugas untuk melakukan pengawasan dan menjaga kesehatan lembaga keunagan bank dan non-bank lewat kebijakan yang disebut kebijakan mikroprudensial antara lain lewat instrumen ketentuan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio atau CAR), dan instrumen lain.
Tujuan kebijakan OJK lebih kepada kesehatan lembaga bank dan non-bank sehingga kepercayaan masyarakat tetap tinggi dan dengan demikian tidak terjadi penarikan dana tiba-tiba dalam jumlah besar (rush) yang bisa menyebabkan terjadinya instabilitas sistem keuangan).
Sedangkan LPS bertindak sebagai penjamin simpanan dan tabungan di perbankan dan non-bank agar kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan terjaga.