Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Cerita Korban Pemaksaan Aborsi: Dikasi Pil Dimuntahkan, Akhirnya Dibawa ke Suatu Tempat. . .

Cerita pilu dialami oleh para perempuan muda yang dipaksa melakukan aborsi oleh pasangannya

Penulis: iwan Arifianto | Editor: muslimah
Net
Ilustrasi 

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Cerita pilu dialami oleh para perempuan muda yang dipaksa melakukan aborsi oleh pasangannya.

Mereka dipaksa menggugurkan janin di perutnya dengan iming-iming dinikahi hingga sampai ada yang dijebak.

Kasus pemaksaan aborsi itu diceritakan oleh Staf Muda Divisi Bantuan Hukum LRC-KJHAM , Nia Lishayati kepada Tribunjateng.com.

"Dua kasus aborsi itu menimpa korban di luar kota Semarang. Umur korban di atas 20 tahun," jelasnya, Selasa (15/11/2022).

Baca juga: Misteri Mayat Hidup Lagi di Bogor, Dinyatakan Mati di Semarang, Sampai Rumah Sudah Dalam Peti

Baca juga: Saldo Rp 2 Miliar Raib, Nasabah Ternyata Nabung di Rumah Lewat Pegawai Bank

Nia mengungkapkan, kasus pertama pemaksaan aborsi dilakukan oleh pasangan korban dibantu oleh kedua orangtua korban.

Pemaksaan aborsi dilakukan dengan cara memberikan jamu kepada korban tanpa sepengetahuan korban.

Pemberian jamu tersebut  atas permintaan pelaku yang memberikan janji kepada orangtua korban bahwa akan menikahi korban dengan syarat korban harus lulus kuliah terlebih dahulu.

"Itu bisa saja modus, siapa yang menjamin, apakah pelaku akan komitmen dengan janjinya itu, semisal menikah pun korban bisa rentan jadi korban KDRT," jelasnya.

Pada kasus tersebut, pelaku dapat pula dijerat pasal kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) sebab pelaku sempat mengancam akan menyebarkan video dan foto korban.

Pengancaman tersebut sudah dilakukan pelaku hingga menyasar ke teman-teman korban.

Pelaku bahkan sempat mendatangi ke kos korban lalu mengambil dokumen pribadi korban.

"Untuk kasus pemaksaan aborsi korban belum siap. Maka kami fokus ke KBGO," terangnya.

Namun selang beberapa hari, korban tidak mau melanjutkan  pengaduan kasus KBGO.

Sebab, korban merasa down lalu mengurungkan niat untuk melanjutkan pelaporan.

Korban merasa lemah ketika para saksi di kasus itu tak hanya dimintai keterangan saja tapi handphone atau alat komunikasi terkait KBGO nantinya akan digunakan sebagai alat bukti sehingga saksi-saksi tersebut keberatan.

"KBGO merupakan kasus tersendiri yakni para saksi di kasus tersebut tak hanya dimintai keterangan seperti kasus lainnya tapi handphone atau alat komunikasi nantinya akan digunakan sebagai alat bukti," tuturnya.

Dijelaskan Nia, korban memberikan kabar terakhir kasus itu telah diselesaikan dengan cara kekeluargaan. 

"Kami tawari korban pendampingan psikolog namun korban mengaku sementara ini belum membutuhkan," ungkapnya.

Nia melanjutkan, korban pemaksaan aborsi kedua dilakukan oleh pacar korban yang memaksanya untuk menggugurkan kandungan.

Percobaan pertama dengan memberikan pil namun gagal karena korban memuntahkan pil tersebut.

Percobaan berikutnya dengan  mengajak korban ke suatu tempat ternyata pelaku sudah menyediakan tenaga medis di tempat itu.

Korban dipaksa meminum obat disertai bujuk rayu sehingga terpaksa mengkonsumsinya setelah itu korban alami keguguran.

"Korban sudah melaporkan kejadian itu kepada kami, kondisinya depresi berat," katanya.

Pihaknya kini masih fokus melakukan konseling untuk  memulihkan psikologi korban.

Korban harus melakukan terapi obat selama minimal sembilan bulan, sejauh ini sudah berjalan bulan ke tiga.

"Korban kedua sedang kami proses untuk lanjut ke ranah hukum," paparnya.

Nia menyebut, penanganan kasus aborsi memiliki tantangan tersendiri sebab payung hukum terhadap kasus tersebut belum sepenuhnya berpihak kepada para korban.

Apalagi pemaksaan aborsi tidak masuk ke dalam Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ( UU TPKS).

Padahal aborsi termasuk ke dalam kekerasan seksual.

Payung hukum sementara ini diatur dalam UU Kesehatan dan KUHP.

Untuk UU kesehatan di antaranya diatur dalam pasal 75. Sedangkan KUHP diatur dalam pasal 347.

Menurut dia, pasal-pasal tersebut kurang berpihak kepada perempuan.

Semisal di dalam pasal 347 KUHP, pada pasal itu ada kata dengan "izin", kebanyakan orang menganggap bahwa ketika perempuan dipaksa aborsi itu atas izin perempuan karena mau meminum obat itu atau menkonsumsi sesuatu yang mengakibatkan bayi di dalam kandungan keguguran.

"Padahal di balik itu, ketika ditarik garis ke belakang kenapa meminum obat itu apakah ada rayuan, iming-iming, atau bahkan ancaman kekerasan dilakukan pelaku kepada korban," katanya.

Dari kondisi itu, diakuinya, korban rentan dijerat hukum karena dianggap ikut serta dalam proses aborsi.

Maka, pendamping hukum seperti dirinya harus harus benar-benar berjuang keras untuk korban. 

Apalagi aparat penegak hukum di Indonesia belum empati terhadap korban.

"Kendala di lapangan proses hukum lumayan susah, effort luar biasa. Payung hukum belum sepenuhnya melindungi para korban sehingga masih banyak pekerjaan rumah soal kasus ini," bebernya.

Kendati demikian, pihaknya akan selalu berusaha sekuat tenaga supaya pelaku pemaksa aborsi dapat dijerat hukum.

"Harapannya para pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal," jelasnya.

Ia pun berpesan kepada para korban pemaksaan aborsi untuk tidak menyerah. semisal ada perempuan yang mengalami kasus itu hendaknya mengadu ke lembaga pendamping hukum.

"Perempuan korban kekerasan seksual dapat datang langsung ke kantor kami, jangan dipendam sendiri," terangnya.

Layanan aduan dapat pula dilakukan secara online via Direct Message (DM) Instagram LRC KJHAM dan email lrc_kjham2004@yahoo.com maupun platfrom lainnya.

"Kami bisa dampingi, konseling, pemulihan psikologis," terangnya.

Korban pemaksaan aborsi semisal ingin melanjutkan kehamilannya bisa mengambil layanan untuk korban kekerasan seksual dengan layanan pemeriksaan kehamilan, proses  lahir  sampai pascakelahiran.

"Begitupun hingga proses pidana kami dampingi tidak  perlu khawatir," tandasnya. (Iwn) 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved