Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Nasional

Menaker Umumkan Kenaikan UMP 2023 Maksimal 10 Persen, Buruh Minta Naik 13 Persen

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah telah mengumumkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk berlaku Januari 2023.

Editor: m nur huda
Humas Kemnaker
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah telah mengumumkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk berlaku Januari 2023. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah telah mengumumkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk berlaku Januari 2023.

UMP naik maksimal 10 persen, berlaku di semua provinsi, sebagaimana pemberlakuan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi 2023.

Penetapan batas atas kenaikan UMP ini tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Tahun lalu langsung ditetapkan berapa persen kenaikan.

Sedangkan tahun ini UMP naik signifikan sebagaimana harapan buruh, namun kenaikan tidak boleh melebihi 10 persen dibanding UMP tahun 2022.

Menaker Ida Fauziyah menegaskan hal tersebut, Sabtu 19 November 2022.

Dikatakannya, kenaikan UMP 2023 tak boleh melampaui 10 persen itu memperhatikan pertimbangan kondisi sosial ekonomi di setiap daerah. Selain itu, ada formulasi penghitungan berdasarkan pertimbangan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.

UMP yang berlaku per 1 Januari 2023 akan ditetapkan dan diumumkan paling lambat pada 28 November 2022 oleh Gubernur masing-masing. Tahun-tahun sebelumnya, penetapan UMP dilaksanakan oleh Gubernur, 40 hari sebelum tahun baru, atau paling lambat 21 November.

Namun karena ada beberapa perubahan variabel, pemerintah memberi ruang penetapan hingga 28 November 2022.

Kenaikan upah pada tahun 2023 dilatarbelakangi oleh pertimbangan upah minimum tahun 2022 tidak lagi dapat menyeimbangkan laju kenaikan harga barang yang mengakibatkan menurunnya daya beli pekerja. Hal itu dikhawatirkan dapat terjadi juga pada 2023.

Ida berharap, adanya penyesuaian formula upah minimum 2023, daya beli dan konsumsi masyarakat tetap terjaga dan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan buka lapangan kerja.

Minta Naik 13 Persen

Ketua DPD FSP KEP-KSPI Jawa Tengah, Ahmad Zainudin, mengatakan hingga saat ini para serikat buruh bersikukuh meminta pemerintah untuk menaikkan upah sebesar 13 persen. Namun jika tetap menggunakan aturan PP 36, maka harapan tersebut hanya akan jadi isapan jempol.

"Tuntutan 13 persen dari kami itu sudah sangat relevan dari kenaikan BBM. Kalau sekarang pemerintah dan pengusaha mau pakai PP 36, itu sangat menjerumuskan kami. Kenaikan gaji dari awal tahun hingga saat ini pun belum cukup untuk memenuhi kebutuhan buruh," kata Ahmad Zainudin.

Menurutnya, sudah banyak para buruh yang terpaksa berhutang kepada bank maupun perorangan, hanya untuk mencukupi kebutuhan tiap bulan. Kalaupun harus mencari pekerjaan sampingan, waktu yang dimiliki buruh dalam sehari sudah tidak ada.

"Kalau kami makan lauk teri tiap hari mungkin ada sisa. Tapi apa ya seperti itu terus. Mau cari pekerjaan sampingan sudah tidak bisa. Waktunya sudah habis dari pagi sampai sore untuk bekerja di pabrik," tegasnya.

Hingga saat ini, para buruh sedang mati-matian untuk mengejar kesetaraan antara pemasukan dan pengeluaran. Namun, jika pemerintah tidak mengendalikan harga dan menaikkan upah, maka akan semakin mencekik buruh.

"Permintaan 13 persen itu sudah rasional karena kenaikan BBM efeknya ke harga kebutuhan pokok," imbuh Zainudin.

Permintaan kenaikan upah sebesar 13 persen berlandaskan hitungan yang tepat. Zainudin mengklaim sudah menghitung berdasarkan beberapa indikator yang dibutuhkan.

"Angka 13 persen didapat dari hitungan kami berdasarkan kenaikan inflasi dan pertumbuhan ekonomi tahun depan. Catatan besarnya, Indonesia saat ini sudah masuk negara terkaya ke 7 di dunia. Ekonomi di Jawa Tengah pun juga bagus. Banyak investor masuk. Harus ada manfaat untuk rakyat kalau ingin bangsa ini maju," bebernya.

Ancaman PHK

Permintaan buruh untuk menaikkan upah sebesar 13 persen tidak terlepas dari ancaman berbagai pihak. Terutama para pengusaha yang akan melakukan PHK secara massal jika upah melebihi kemampuan mereka.

"Isu PHK itu sebenarnya hoax. Serikat pekerja atau buruh ini berasal dari berbagai sektor. Tidak ada laporan kalau terjadi PHK massal di Jawa Tengah. Jangan-jangan para pengusaha ini pakai data saat awal pandemi lalu. Kalau pemerintah termakan isu tersebut, ya segera sadar diri," ucapnya.

Tapi apabila tuntutan serikat buruh tidak dituruti oleh pemerintah, bukan tidak mungkin mereka akan turun ke jalan. Namun Zainudin masih tetap optimis dengan keputusan yang diambil oleh Gubernur Jawa Tengah.

"Saat ini kami masih optimis dengan pak Gubernur. Meskipun kadang tidak sesuai dengan apa yang dibicarakan. Pak Gubernur secara prinsip tidak ingin menggunakan PP 36. Ingin keluar dari aturan tersebut. Gubernur masih berpihak kepada buruh," tegasnya.

"Pak Gubernur tahun lalu mau keluar dari aturan, tapi nggak bisa karena dikunci Kemendagri. Tahun ini lebih gila lagi, rencananya yang mengumumkan upah adalah Mendagri. Orang-orang pusat itu waras atau tidak," tuturnya.

Zainudin menegaskan, penetapan upah akan sangat memengaruhi daya beli masyarakat. Apabila upah yang diberikan tidak sebanding, maka produk yang dihasilkan pengusaha tidak bisa terserap.

"Ini yang sering dilupakan oleh banyak pihak. Upah tidak hanya sekadar imbalan. Tapi untuk meningkatkan daya beli. Kalau seperti ini terus Jateng akan menjadi palung di antara Jatim dan Jabar. Sekitarnya Upah sudah Rp 4 juta, Jateng masih Rp 2,8 juta," tutupnya.

Saat dikonformasi Tribunjateng.com, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menegaskan bahwa hingga kini masih menunggu keputusan dari Menteri Ketenagakerjaan.

"Masih menunggu keputusan Menteri Ketenagakerjaan," jawabnya singkat. (tim-bersambung/tribun jateng cetak)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved