Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

BAP DPD Temukan Ketidaksinkronan Data Kemensos dan Pemda Dalam Memberikan Jamkesmas Jateng

Ada ketidaksinkronan data antara Kemensos dan Pemda dalam berikan jamkes masyarakat.

Penulis: rahdyan trijoko pamungkas | Editor: sujarwo
Tribun Jateng/Rahdyan Trijoko Pamungkas
BAP DPD RI menggelar rapat tindak lanjut aduan masyarakat mengenai program BPJS Kesehatan dan JKN di kantor DPD Jawa Tengah Jalan Imam Bonjol Nomor 185 Kota Semarang, Kamis (24/11/2022). 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Badan Akuntabilitas Publik Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (BAP-DPD) RI temukan ketidaksinkronan data antara Kementerian Sosial dan Pemerintah Daerah dalam memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat (Jamkesmas) di wilayah Jawa Tengah.

Hal itu terungkap setelah BAP DPD RI saat melakukan rapat tindak lanjut aduan masyarakat mengenai program BPJS Kesehatan dan JKN di kantor DPD Jawa Tengah Jalan Imam Bonjol Nomor 185 Kota Semarang, Kamis (24/11/2022).

Ketua BAP DPD RI, Ajieb Padindang mengatakan ada yang menarik pada diskusi tersebut yakni Kementerian Sosial tidak menyerahkan data kepada pemerintah daerah.

Hal ini berakibat pemerintah daerah tidak mengetahui siapa saja premi yang harus dibayarkan ke BPJS.

"Dengan seperti itu tidak diketahui apakah si A  si B sudah pindah atau meninggal dunia," tutur dia.

BAP DPD RI menggelar rapat tindak lanjut aduan masyarakat mengenai program BPJS Kesehatan dan JKN di kantor DPD Jawa Tengah Jalan Imam Bonjol Nomor 185 Kota Semarang, Kamis (24/11/2022).
BAP DPD RI menggelar rapat tindak lanjut aduan masyarakat mengenai program BPJS Kesehatan dan JKN di kantor DPD Jawa Tengah Jalan Imam Bonjol Nomor 185 Kota Semarang, Kamis (24/11/2022). (Tribun Jateng/Rahdyan Trijoko Pamungkas)

Menurutnya, ketidakjelasan data itu membebani pemerintah daerah setempat dalam  pembayaran premi ke BPJS Kesehatan.

Terlebih masih banyak hal yang harus ditanggulangi oleh pemerintah kabupaten kota.

"Kami mendorong agar jaminan kesehatan merupakan tanggung jawab  pemerintah pusat," ujarnya.

Ajieb menyarankan agar jaminan kesehatan jangan dibebankan ke APBD. Hal ini bertujuan  dana APBD  diarahkan ke fasilitas kesehatan agar pelayanannya lebih baik.

"Jadi iurannya agar dibayarkan ke pemerintah pusat," imbuhnya.

Ia mengatakan pembahasan tersebut akan dijadikan bahan untuk didiskusikan kepada direksi BPJS, kementerian kesehatan, kementerian sosial, dan Kemendagri.

Terkait Kemendagri akan membahas mengenai data kependudukan dan catatan sipil di kabupaten/ kota yang saat ini belum singkron dengan data BPJS.

"Misal yang sudah meninggal dunia keluarganya lambat menyampaikan informasi. Jadi yang sudah meninggal itu masih tercatat di BPJS.  Pemda harus bayar kewajiban tadi padahal sudah meninggal. Jika belum dihapus maka data itu masih tetap dipakai untuk menagih. itu merugikan daerah," tandasnya.

Sementara itu perwakilan Deputi BPJS Kesehatan Jateng DIY, Sumiaryati menuturkan tepis adanya ketidaksinkronan data  yang dimiliki BPJS Kesehatan dengan Dinas Kesehatan Provinsi Jateng. Namun hanya saja data yang disampaikan berbeda di pada bulan pembuatannya.

"Datanya sama cuma beda bulannya saja," tutur dia.

Ia mengatakan total cakupan kepesertaan hingga 1 November 2022 di Jawa Tengah telah tercapai 37,06 persen dari jumlah penduduk sekitar 37,4  juta. Saat ini cakupan kepersertaan BPJS Kesehatan telah mencapai 32,6 juta.

"Jadi yang menjadi cakupan kami 37,06 persen dari jumlah tersebut ada yang aktif dan tidak aktif. Yang aktif 30 juta yang tidak aktif sekitar 2 juta," jelasnya. (*)

 

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved