Berita Jakarta
Cegah Stunting Sambut Program Indonesia Emas 2045, Ketum LDII : Pencegahan Stunting Berkesinambungan
Pencegahan stunting harus dimulai dari hulu yaitu sejak pernikahan. Maka Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (BKKBN) Nopian
Angka prevalensi stunting yang tadinya 27,7 persen sejatinya menurun dalam perkembangan terakhir yakni sebesar 24 persen. Target yang harus dicapai adalah penurunan hingga 14 persen pada 2024.
Untuk mencegah stunting, calon pasangan usia subur harus dipastikan dalam kondisi sehat ketika menikah. "Sayangnya saat ini masih memprihatinkan. Kondisi kesehatan tidak memenuhi standar dan tinggi badan juga berkurang," kata Nopian.
Kehamilan di usia remaja Nopian mengatakan sebisa mungkin dihindari. Menurunkan angka perkawinan anak juga perlu dilakukan. Hal ini menghindari resiko adanya nutrisi yang terbagi antara ibu bayi dengan bayi yang dikandung.
Untuk mempermudah screening kesehatan, BKKBN telah mengembangkan sistem aplikasi siap nikah untuk para calon pengantin. Para calon hanya perlu input hasil kesehatan. Sistem yang akan menampilkan ketentuan ideal memiliki keturunan dari hasil screening tersebut.
BKKBN juga membentuk TPK atau tim pendamping keluarga yang bekerja di lingkup kelurahan dalam melakukan pendampingan dan bimbingan terkait program ini. "Keluarga juga dapat konsul langsung dengan tpk tersebut melalui aplikasi," katanya.
Nopian berharap adanya sinergi dan koordinasi dengan para ormas dan lembaga, informasi pencegahan stunting ini diteruskan ke masyarakat langsung, "Melalui LDII dapat dilakukan advokasi kebijakan yg belum berjalan."
Sejalan dengan Nopian, Ketua Tim Kerja Kesehatan Anak Usia Sekolah dan Remaja, Direktorat Gizi Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes, Inti Mujiati mengatakan peningkatan SDM yang berkualitas dan berdaya saing menjadi tantangan besar.
Dua hal penyebab stunting kata Inti, asupan makanan bukan dari sisi jumlah tapi juga kualitasnya. Ia mengapresiasi penerapan langsung LDII melalui gerakan memasyarakatkan makan ikan. Yang kedua, infeksi atau sakit juga akan mempengaruhi status gizi.
Penyebab tidak langsung seperti pola asuh, pemilihan makanan, sanitasi, serta pelayanan kesehatan umum.
Stunting menjadi hal penting karena ada masalah perkembangan yang berpengaruh pada kesehatan. Gangguan kognitif metabolik hal ini menjadi dampak penyakit tidak menular namun berat.
"Menilik bonus demografi, usia produktif potensial lebih tinggi dari yang tidak produktif. Jika tidak diperbaiki menjadi dampak bagi pembangunan nasional," ujarnya. Secara ekonomi akan rugi karena berpengaruh pada beban negara menanggung dana kesehatan.
Terkait hal tersebut, Plt. Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Ishartini mengatakan inisiasi program GEMARIKAN sebagai penanganan masalah gizi buruk, termasuk penurunan angka stunting.
Serapan konsumsi ikan indonesia termasuk besar. Dengan meningkatkan konsumsi ikan, akan meningkatkan kesejahteraan nelayan di hulu dan industri pengolah ikan di hilir. "Bahan baku ikan sudah banyak masuk menjadi industri kuliner. Banyaknya produksi terserap, golnya meningkatkan kualitas SDM," katanya. (*)
Baca juga: Hari Menanam Pohon Indonesia, LDII Ajak Masyarakat Ibadah dengan Tanam Pohon
Baca juga: BREAKING NEWS: Laksamana Yudo Margono Jadi Calon Tunggal Panglima TNI Gantikan Andika Perkasa
Baca juga: Siswa SD Semarang Lihai Bercocok Tanam, Hasil Panen Buat Kas Kelas
Baca juga: Perkuat Ekosistem Keuangan Digital Nasional, Telkomsel PayLater Hadirkan Kemudahan Layanan dan Kelan