Kian Rasional, Pemilih Ingin Pemimpin yang Punya Gagasan dan Tak Hanya Jual Isu Primordial

Pemilih pada Pemilu 2025 dinilai akan mengesampingkan isu primordial dan lebih mendasarkan pilihan pada gagasan program dan pengalaman kerja.

Penulis: IJS | Editor: APS
Istimewa
Talkshow "Memilih, Damai Yang Muda Yang Primordial?" di FISIP Unair, Jumat (2/12/2022). 

Pengamat Ekonomi Politik Fachry Ali, menyambut baik hasil penelitian tersebut. Menurutnya, hal ini menjadi alarm bagi kandidat untuk tak boleh hanya sekadar menjual isu primordial.

"Fenomena ini memperlihatkan bahwa dasar struktur masyarakat dalam konteks demografi sedang bergerak. Mereka yang lahir tahun 80-an ke bawah, semakin kecil, di atas itu semakin membesar," katanya.

Ia menilai, saat ini masyarakat semakin dewasa dalam memperhitungkan sosok pemimpin. Mereka tidak lagi berbicara masalah latar belakang kedaerahan.

"Kelihatannya, bahwa ikatan primordial di bidang etnis, mengalami penolakan," katanya.

Meski begitu, ia mengakui bahwa isu primordial tak bisa lepas begitu saja pada pemilu, terutama yang berkaitan tentang agama.

Oleh karenanya, sebut dia, kandidat pemimpin masih harus ditopang dengan berbagai hal pendukung, seperti program dan pengalaman.

"Apalagi, pemimpin nasional berlatar belakang dari luar Jawa juga bukanlah baru. Contohnya adalah nama Hamzah Haz serta Jusuf Kalla yang pernah menjadi Wakil Presiden. Figur-figur tersebut justru membuktikan adanya faktor elektoral. Munculnya kandidat pemimpin yang berasal dari luar Jawa, justru bisa jadi penyeimbang," tuturnya.

Menurutnya, keberadaan media massa dan media sosial turut mempengaruhi cara kandidat dalam bersosialisasi.

"Para calon pemimpin ini harus menarik bagi pemlihnya. Ini menarik, karena milenial memiliki kecenderungan untuk tak terlibat secara langsung dalam politik," katanya.

Pengajar FISIP Unair Airlangga Pribadi Kusman mengatakan, kalangan elite partai politik (parpol) harusnya tidak hanya menggunakan jargon, tetapi juga persoalan yang riil atau dekat dengan milenial.

Misalnya, realitas ekonomi politik bahwa milenial sebagian besar saat ini masuk dalam arus besar ekonomi digital. Tiga puluh tiga juta tenaga kerja digital di Indonesia sebagian besar kalangan milenial dan sekarang sedang menghadapi tantangan krisis," kata Airlangga.

Selama ini, persoalan tersebut belum banyak tersentuh optimal oleh kalangan elit politik. Padahal kalangan milenial mendambakan pemimpin yang paham betul persoalan mereka.

Airlangga meyakini isu primordialisme pada Pemilu 2024 bisa berpotensi rontok.

"Meskipun tak dapat dipungkiri primordialisme memang tak selalu berkonotasi buruk. Namun, memang penting untuk diskusi kapasitas dan kemampuan figur," ujarnya.

Halaman
123
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved