Berita Kudus
30 Siswa SMAN 1 Mejobo Kudus Didaulat Jadi Agen Perubahan, Tugasnya Kampanyekan Bahaya Perundungan
30 siswa ini bertugas mengkampanyekan bahaya perundungan kepada sesama siswa dan mendampingi siswa yang menjadi korban perundungan.
Penulis: Rifqi Gozali | Editor: deni setiawan
TRIBUNJATENG.COM, KUDUS - 30 siswa SMA Negeri 1 Mejobo, Kabupaten Kudus didaulat sebagai agen perubahan.
Siswa tersebut bertugas mengkampanyekan bahaya perundungan kepada sesama siswa dan mendampingi siswa yang menjadi korban perundungan.
Kepala SMA Negeri 1 Mejobo, Ajib Setiyo mengatakan, 30 anak yang terpilih sebagai agen perubahan tersebut dari tiap kelas.
Mereka dipilih oleh sesama siswa melalui sistem angket.
Baca juga: Bea Cukai Kudus Sita 17 Juta Batang Rokok Ilegal, Arif: Potensi Kerugian Negara Rp 13,5 Miliar
“Jadi 30 siswa itu dipilih oleh sesama siswa."
"Bahkan ada siswa yang tergabung pernah mengalami perundungan,” kata Ajib kepada Tribunjateng.com, Kamis (22/12/2022).
Ajib melanjutkan, peluncuran dan deklarasi sekolah antiperundungan ini sedianya merupakan bagian dari rangkaian panjang yang sudah tersusun sebelumnya.
Begitu juga dengan keberadaan 30 siswa agen perubahan, mereka sudah berulang kali mendapatkan materi perihal pengertian perundungan, sumber terjadinya perundungan, sampai cara mengatasi perundungan.
“30 siswa itu difasilitasi oleh guru yang sebelumnya telah mengikuti pelatihan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” kata Ajib.
Dengan adanya agen perubahan di SMA Negeri 1 Mejobo, besar harapan sekolah tersebut menjadi lembaga yang terbebas dari aksi perundungan.
Baca juga: Kabupaten Kudus Peringkat 1 Kategori Garda Siap Sigap Reaksi, Ini Kata Bupati Hartopo
Mereka para siswa yang didaulat sebagai agen perubahan memiliki tugas mitigasi agar perundungan jangan sampai terjadi.
Kalaupun sampai terjadi perundungan, siswa sebagai agen perubahan tersebut memiliki tugas mendampingi dan turut serta menyelesaikan masalah tersebut.
Misalnya, kata Ajib, pernah terjadi perundungan hanya gara-gara masalah asmara antarsiswa.
Hal itu kemudian diselesaikan dengan cara siswa dari agen perubahan tersebut melaporkannya kepada guru BK.
Guru BK kemudian memediasi antarsiswa yang terlibat perundungan.