Berita Semarang
Kekerasan Berbasis Gender Meningkat di Semarang, Tertinggi Relasi Pacaran
LBH Semarang mencatat kasus kekerasan berbasis gender terus meningkat di tahun ini.
Penulis: iwan Arifianto | Editor: rival al manaf
Sekda Kendal tidak memperbolehkan perceraian dengan alasan tak masuk akal di antaranya harus ada bukti surat dari psikolog untuk menerangkan korban alami kekerasan secara psikis.
"Kami LBH Semarang mendampingi untuk mendapatkan izin cerai sampai saat ini tidak diberikan izin, langkah yang sedang ditempuh dengan melakukan gugatan di PTUN untuk menggugat SK penolakan tersebut," bebernya.
Pihaknya juga melakukan gerakan cepat mengamankan korban transphobia di keluarga pada April 2022.
Korban kala itu mendapatkan kekerasan karena memilih menjadi transpuan.
"Ketika itu situasi cukup genting sehingga kami mencarikan rumah aman bagi korban, kami coba ke provinsi tapi tidak boleh karena KTP tercatat jenis kelamin laki-laki," terangnya.
Ia menyebut, masih ada beberapa pekerja rumah terkait keadilan bagi korban kekerasan gender seperti korban KBGE.
Di ranah pengadilan masih ditemukan kasus KBGE diputus sangat ringan.
"Pelaku yang telah melakukan penyebaran konten dihukum ringan, hal ini menunjukkan aparat penegak hukum tidak memiliki perspektif gender sehingga putusan ringan," ungkapnya.
Begitupun terkait refleksi terhadap UU TPKS dan Permendikbud-Ristek 30/2021, menurutnya, aplikasinya masih sangat lamban, undang-undang itu ada hanya lima perpes dan lima perda sampai sekarang belum ada peraturan turunan.
"Memang itu membuat lamban, itu yang masih PR," tandasnya. (Iwn)