Breaking News
Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Fokus

FOKUS: Eksploitasi dan Minimnya Suplai Air Bersih

Isu dampak lingkungan dari eksploitasi air tanah yang berimbas penurunan muka tanah di wilayah pesisir Jawa Tengah masih jadi perbincangan hangat. Sej

Penulis: m nur huda | Editor: m nur huda
Tribun Jateng Cetak
Tajuk Ditulis Oleh Wartawan Tribun Jateng, M Nur Huda (Tribun Jateng Cetak) 

Tajuk Ditulis Oleh Jurnalis Tribun Jateng, M Nur Huda

TRIBUNJATENG.COM - Isu dampak lingkungan dari eksploitasi air tanah yang berimbas penurunan muka tanah di wilayah pesisir Jawa Tengah masih jadi perbincangan hangat. Sejumlah pakar menyebut penyebabnya adalah penggunaan air tanah yang berlebihan.

Dosen Teknik Geodesi Fakultas Teknik UGM Yogyakarta Heri Sutanta baru-baru ini merilis hasil penelitiannya yang menyebut, kota besar di Indonesia seperti Semarang dan Jakarta berada di daerah pesisir yang tanahnya terbentuk dari aluvial karena hasil endapan sungai sehingga lebih mudah mengalami pemadatan dan akhirnya penurunan tanah.

Dari hasil penelitiannya, di daerah tangkapan air Kota Semarang dulunya terdapat banyak kebun, tanah tegalan, dan ruang terbuka, namun kemudian berubah menjadi kompleks perumahan, kawasan industri dan pembangunan infrastruktur lainnya. Itulah penyebab berkurangnya imbuhan pada cekungan air tanah (CAT) di Semarang.

Di Semarang, kenaikan air laut global saat ini mencapai 3-5 milimeter per tahun sementara penurunan tanah mencapai 9 sentimeter. Angka penurunan tanah 30 kali lebih besar dibanding kenaikan air laut global.

Percepatan penurunan tanah ini menyebabkan seringnya banjir saat curah hujan tinggi karena posisi daratan pesisir lebih rendah daripada permukaan laut.

Baca juga: FOKUS: Rob dan Pembiaran Eksploitasi Air Tanah

Pakar Ilmu Kependudukan dan Lingkungan dari UNNES sekaligus anggota Dewan Riset Daerah Jawa Tengah, Saratri Wilonoyudho menyebut, penurunan muka tanah tiap tahun di Semarang diperparah benteng Mangrove di pesisir yang kini terus tergerus proyek pembangunan.

Pemerintah Daerah perlu melakukan evaluasi bangunan bisnis di Kota Semarang mana saja yang menguras air tanah dan membuat kondisi penurunan muka tanah kian parah.

Khusus untuk kawasan industri, batasan penggunaan air tanah untuk menghindari adanya penurunan muka tanah sudah ada aturannya pada pasal 39 ayat 1 huruf c PP No 142 Tahun 2015 yang secara tegas melarang perusahaan industri mengambil air tanah di kawasan industri.

Bagian Kedua Pasal 10 dan Pasal 11 misalnya, sudah ditegaskan bahwa Perusahaan Kawasan Industri wajib menyediakan infrastruktur dasar dalam Kawasan Industri, minimal terdapat instalasi pengolahan air baku.

Andiani saat masih menjabat Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan (PATGL) Badan Geologi, Kementerian ESDM, dilansir dari situs https://www.esdm.go.id/ menyampaikan, antisipasi yang bisa dilakukan penurunan muka tanah adalah dengan melalui pengendalian izin pengambilan air tanah. Industri harus menggunakan air permukaan baru air tanah sesuai amanat Undang-Undang.

Artinya, pengambilan dilakukan oleh pengelola kawasan industri kemudian didistribusikan ke industri-industri yang ada di wilayah tersebut. Cara inilah yang dapat menjamin keberlangsungan air tanah hingga 30-50 tahun ke depan.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sebenarnya telah membuat Peraturan Daerah (Perda) nomor 3 tahun 2018 tentang Pengelolaan Air Tanah. Namun tampaknya belum ada aturan turunan berupa Peraturan Gubernur (Pergub) mengenai larangan penggunaan air tanah. Termasuk belum ada moratorium penggunaan air tanah oleh Pemkot/Pemkab.

Berbeda, di DKI Jakarta pihak Pemprov telah mengeluarkan Pergub Nomor 93 Tahun 2021 yang menegaskan mengenai aturan larangan mengambil dan menggunakan air tanah mulai 1 Agustus 2023. Pelarangan penggunaan air tanah itu diterapkan di daerah yang sudah terlayani dengan pipa PAM.

Di sinilah kunci pengendalian penggunaan air tanah. Selain dibutuhkan ketegasan, perlu penyediaan fasilitas suplai air bersih melalui pipanisasi dari Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Namun yang terjadi saat ini, jangankan mampu menyuplai kebutuhan industri, untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga di permukiman saja masih sering mampet.(*tribun jateng cetak)

Baca juga: Pakar Sebut Banjir Semarang Bak Sakit Komplikasi Tapi Obatnya Aspirin

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved