Banjir Semarang

Pakar Sebut Banjir Semarang Bak Sakit Komplikasi Tapi Obatnya Aspirin

Profesor Ilmu Kependudukan dan Lingkungan Saratri Wilonoyudho menyebut, banjir di kota Semarang ibarat seperti penyakit Komplikasi. 

Penulis: iwan Arifianto | Editor: Catur waskito Edy
Istimewa
Perlintasan kereta api Kaligawe yang menghubungkan stasiun Semarang Tawang Semarang dan Alastua telah surut, Senin (2/1/2023) dinihari, setelah direndam banjir Semarang. 

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Profesor Ilmu Kependudukan dan Lingkungan Saratri Wilonoyudho menyebut, banjir di kota Semarang ibarat seperti penyakit Komplikasi. 

Namun, penangananya penyakit itu hanya diberi aspirin.

"Iya, meski banjir di kota Semarang sudah seperti penyakit Komplikasi tapi penyembuhannya masih menggunakan obat penurun panas biasa," katanya kepada Tribun, Sabtu  (7/1/2023).

Menurutnya, penyebab "komplikasi" banjir Semarang  ada beberapa hal, pertama dari segi perubahan tata ruang tanpa mengindahkan fungsi lahan.

Kedua, penurunan muka tanah, setiap tahun muka tanah di Semarang turun, ia tak merinci angka penurunan setiap tahunnya hanya saja hal itu berimbas air laut naik ke daratan sehingga air sungai yang ke seharunya mengalir ke laut kembali ke daratan.

Ditambah, benteng Mangrove di pesisir kini terus tergerus oleh proyek pembangunan.

"Pemkot perlu melakukan evaluasi bangunan bisnis di kota Semarang mana saja  menguras air tanah yang membuat kondisi penurunan muka tanah kian parah," tegas  dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang itu.

Berikutnya, pembangunan drainase saat ini tidak disertai dengan kapasitas yang memadai dan tidak terkoneksi.

Artinya, jaringan drainase di kota lunpia tidak saling terhubung ke sungai sehingga limpasan air hujan tidak terserap dengan cepat.

"Maka perlu adanya normalisasi, dan penataan drainase," bebernya.

Meski banjir di kota Semarang sudah seperti penyakit Komplikasi, ia menyayangkan, tindakan pemerintah kota dalam  menyembuhkan sakit itu masih menggunakan obat penurun panas biasa.

Obat tersebut berupa  program pompanisasi, perbaikan drainase yang secara parsial, pembersihan sungai dan lainnya.

"Jadi Semarang seperti orang sakit Komplikasi tapi pola hidup tidak sehat minumnya hanya aspirin ditambah boleh hujan-hujanan, makanya sakitnya makin parah," tuturnya.

Ia menegaskan, pemerintah kota harus memperhatikan perubahan tata ruang. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Jateng
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved