Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Soal Pernikahan Dini, DP3AP2KB Jateng Sebut Anak Gagal Paham Kehidupan Pasca Nikah 

Keharmonisan kehidupan pasca nikah seolah jadi iming-iming menjanjikan bagi pasangan.

Penulis: Agus Salim Irsyadullah | Editor: sujarwo
Tribun Jateng/Agus Salim Irsyadullah
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Jawa Tengah, Retno Sudewi. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Keharmonisan kehidupan setelah menikah seolah menjadi iming-iming menjanjikan bagi pasangan yang hendak menikah.

Apalagi, bagi muda-mudi berusia dini yang terlanjur 'kebelet' untuk menikah. Ataupun untuk sekedar mencari restu kepada orang tua masing-masing pihak atas hubungan yang telah mereka jalani sebelumnya. 

Tak ayal, beragam cara pun ditempuh. Termasuk memantabkan diri untuk melakukan hubungan suami istri di luar nikah yang menyebabkan si perempuan hamil duluan.

Agar pernikahan segera terlaksana, mereka lantas mengajukan dispensasi nikah di pengadilan agama masing-masing kabupaten/kota.

Data dari Pengadilan Tinggi Agama Semarang menyebut, terdapat 11.392 kasus dispensasi nikah di Jawa Tengah selama tahun 2022.

Meskipun terjadi penurunan dibanding tahun 2021 yang mencapai 13.560 kasus, namun ada satu benang merah yang melatarbelakangi maraknya kasus pernikahan dini di Jateng.

Dikatakan panitera Pengadilan Tinggi Agama Semarang, Ma'sum Umar menyebut tingginya angka dispensasi nikah sebagian besar disebabkan adanya kejadian hamil di luar nikah.

"Kalau sudah terlanjur hamil jadi pertimbangan bagi majelis hakim untuk menyetujui dispensasi nikah," katanya Selasa (24/1/2023).

Maraknya kasus anak hamil di luar nikah, menurut Ma'sum ditengarai oleh perkembangan teknologi yang seolah menjadi pisau bermata dua.

Di satu sisi, perkembangan teknologi memang memiliki sisi positif. Di sisi lain, juga berefek negatif pada pergaulan anak.

Anak bisa bebas mengakses informasi maupun situs-situs yang mengarahkan pada pergaulan bebas.

Bahkan, saat langkah pemerintah memblokir situs-situs yang berbau pornografi pun masih terdapat celah bagi anak untuk mengakses situs tersebut.

Anak juga tak kalah cerdas. Mereka membuka website yang berisi artikel-artikel tentang cara mengunjungi situs pornografi meskipun telah diblokir oleh pemerintah.

"Perkembangan teknologi juga berpengaruh besar terhadap pergaulan anak," tambahnya.

Meski begitu, pihaknya tak serta merta menyetujui permohonan dispensasi nikah. 

Kantor Pengadilan Tinggi Agama Semarang
Kantor Pengadilan Tinggi Agama Semarang (Tribun Jateng/Agus Salim Irsyadullah)

Ma'sum menambahkan, kepada anak yang mengajukan dispensasi nikah bukan oleh faktor hamil di luar nikah, pihaknya lebih menyarankan agar anak melanjutkan pendidikan terlebih dahulu.

"Kalau anak memungkinkan masih bisa disarankan dan diberi pemahaman oleh majelis hakim agar melanjutkan pendidikan, jangan buru-buru nikah dulu," tegasnya.

Terobsesi Kehidupan Paska Nikah

Kasus pernikahan dini menjadi perhatian serius oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Jawa Tengah.

Apalagi, kasus pernikahan dini di Jateng dalam periode 2019-2021 terjadi peningkatan cukup signifikan.

Pada tahun 2019 misalnya, angka pernikahan dini mencapai 2.049.

Lalu, melonjak drastis ketika masa pandemi tahun 2020 hingga mencapai 12.972 kasus.


Jumlah itu, terus meningkat pada tahun 2021 yang mencapai 13.595 kasus. 

Kepala DP3AKB Jateng, Retno Sudewi mengatakan pernikahan anak terjadi di hampir seluruh wilayah di Jateng.

Mulai dari Jepara, Pati, Blora, Grobogan, Cilacap, Brebes, Banjarnegara, Purbalingga dan beberapa kabupaten/kota lain di Jateng.

"Secara keseluruhan pernikahan dini ada di seluruh daerah di Jateng. Hanya saja tergantung besar kecilnya angka kasus yang terjadi," katanya.

Selain itu, Retno juga menyoroti pemahaman anak tentang kehidupan paska nikah yang dianggap oleh mereka sebagai langkah mulus untuk membina rumah tangga.

Kata dia, pasangan yang melakukan pernikahan dini masih terjebak pada pemikiran bahwa kehidupan paska nikah akan menjadi lebih baik.

"Mereka beranggapan kalau sudah menikah maka ekonomi jadi lebih baik. Padahal kan belum tentu," jelasnya.

Menurutnya, hal itu justru akan berpotensi menimbulkan perceraian.

Data dari Badan Pusat Statistik Jawa Tengah tahun 2021 menyebut sebanyak 75.509 kasus melakukan perceraian. Ada banyak faktor yang mempengaruhi diantaranya pertengkaran terus menerus, masalah ekonomi, meninggalkan salah satu pihak dan KDRT. 

Di sisi lain, panitera muda hukum Pengadilan Tinggi Agama Semarang, Andarukmi Rini Utami mengatakan, selama tahun 2022 terdapat 73.927 kasus perceraian di Jawa Tengah.

Rinciannya, cerai talak sebanyak 17.900 dan cerai gugat sebanyak 56.027.

Cilacap menduduki peringkat pertama dengan 1.424 cerai talak dan 3.835 cerai gugat.

Lalu, di peringkat kedua ada Brebes dengan 1.068 cerai talak dan 3.782 cerai gugat.

Disusul Purwodadi dengan 868 cerai talak dan 2.330 cerai gugat. 

Adapun untuk Semarang mencapai 699 kasus cerai talak dan 2.404 cerai gugat.

"Terbanyak Cilacap dengan 1.424 cerai talak dan 3.835 cerai gugat," katanya, Selasa (24/1/2023).

Langkah Cegah Nikah Dini

Pernikahan dini hingga hari ini masih menjadi permasalahan yang belum terselesaikan. Apalagi ketika nikah dini dibumbui oleh iming-iming keharmonisan kehidupan paska membina rumah tangga.

Untuk menekan tingginya angka pernikahan dini yang juga berujung pada tingginya juga kasus perceraian di Jawa Tengah, Gubernur Jawa Tengah pada pada Jumat (20/11/2020) melakukan gebrakan dengan membuat gerakan Jo Kawin Bocah. 

Gerakan ini dilakukan sebagai upaya pencegahan dan penanganan anak dari perkawinan dini.

Gayung bersambut, DP3AKB Jateng juga turut meresmikan Care Center Jo Kawin Bocah di kantor DP3AP2KB, pada Jumat (28/5/2021) sebagai tindak lanjut gerakan Jo Kawin Bocah.

Gerakan Jo Kawin Bocah, menurut Retno efektif untuk mengurangi kasus pernikahan dini di Jateng. 

Dari data yang ia paparkan, angka pernikahan dini pada semester pertama tahun 2022 di Jateng mencapai 5085 kasus. 

Dengan rincian, Grobogan 390 kasus, Pemalang 314, Cilacap 291, Banyumas 275 dan Blora 257.

Sementara, jumlah pernikahan dini di Kota Semarang selama semester satu mencapai 123 kasus, Kota Salatiga 11 kasus, Kota Pekalongan 24 kasus, Kota Magelang 27 kasus, Kota Tegal 39 kasus dan Kota Surakarta 41 kasus.

"Untuk data semester kedua belum masuk. Meskipun ini baru semester pertama, kami yakin ini efektif mengurangi angka pernikahan dini," tegasnya.

Retno berharap, adanya Care Center Jo Kawin Bocah mampu mengurangi angka perkawinan anak di Jawa Tengah.

"Dengan dukungan keterlibatan unsur Pentahelix, yaitu pemerintah, komunitas, media massa, akademisi, dan dunia usaha. Semoga angka pernikahan dini di Jateng terus berkurang," paparnya. (*)

 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved