Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Artikel Ilmiah Populer

Bahasa Inggris Dihapus dari Kurikulum SMP dan SMA, Why?

Baru-baru ini dunia Pendidikan dihebohkan dengan dikeluarkannya Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) pada Agustus 2022.

Editor: galih permadi
IST
Oleh: Tri Pujiani dan Firman Sah 

TRIBUNJATENG.COM - Baru-baru ini dunia Pendidikan dihebohkan dengan dikeluarkannya Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) pada Agustus 2022.

Salah satu pasalnya membahas tentang muatan wajib kurikulum, yaitu Pasal 81 Ayat 1 RUU Sisdiknas.

Dalam pasal ini, yang menjadi muatan wajib bagi jenjang Pendidikan dasar dan menengah adalah Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni dan Budaya, Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Keterampilan/ Kecakapan Hidup, dan Muatan Lokal.

Dalam RUU ini tidak tercantum Mata Pelajaran Bahasa Inggris sebagai muatan wajib.

Hal ini membuat para praktisi Bahasa Inggris meradang.

The Association of Teaching English as a Foreign Language in Indonesia (TEFLIN) secara tegas melayangkan protes terhadap RUU Sisdiknas ini.

TEFLIN menilai bahwa ketiadaan Bahasa Inggris dalam muatan wajib kurikulum akan berdampak pada tidak adanya acuan resmi untuk memunculkan Mata Pelajaran Bahasa Inggris dan Bahasa Asing lainnya dalam struktur kurikulum sekolah.

Selain itu, hal ini akan berakibat pada ketertinggalan Indonesia dengan negara-negara lain di dunia karena kurangnya kemampuan berkomunikasi di kancah internasional.

Terlebih lagi, hal ini juga akan menyebabkan peningkatan pengangguran khususnya dari lulusan Pogram Studi Pendidikan Bahasa Inggris.

Entah apa yang sedang terjadi dalam dunia Pendidikan di Indonesia.

Di saat seruan go international digaungkan, kedudukan Mata Pelajaran Bahasa Inggris sebagai dasar kemampuan berkomunikasi dalam kancah internasional justru terus diusik.

Sebelumnya pada tahun 2013, melalui Permendikbud No. 67 tahun 2013, Mata Pelajaran Bahasa Inggris telah dihapuskan dari kurikulum Sekolah Dasar (SD). Tujuannya agar siswa Sekolah Dasar meningkatkan kemampuan penguasaan Bahasa Indonesia terlebih dahulu sebelum mempelajari Bahasa Asing.

Hal ini menimbulkan kesulitan bagi Guru Bahasa Inggris di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) karena memasuki bangku SMP siswa sama sekali belum mengenal Bahasa Inggris.

Belum juga selesai permasalahan penghapusan Bahasa Inggris dari kurikulum SD, saat ini peraturan diubah lagi. Dalam pertemuan dengan Menteri Pendidikan, Nadiem Makariem, Ikatan Guru Indonesia (IGI) mengajukan 10 usulan.

Usulan inilah yang menjadi dasar penyusunan RUU Sisdiknas versi Agustus tahun 2022. Satu dari 10 usulan tersebut terkait dengan penghapusan Mata Pelajaran Bahasa Asing sebagai muatan wajib dalam kurikulum SMP dan SMA.

Menurut Ketua Umum IGI, Muhammad Ramli Rahim, dasar kemampuan Bahasa Inggris seharusnya dituntaskan di tingkat SD dan di tingkat menengah, SMP dan SMA, tinggal penggunaan saja berfokus pada kemampuan percakapan.

Hal ini tentu saja bertentangan dengan peraturan sebelumnya yang menuntut penguasaan Bahasa Nasional sejak dini sebelum penguasaan Bahasa Asing.

Di sisi lain, fluktuatifnya kebijakan Pendidikan merupakan hal yang biasa. Hal itu semata-mata demi mewujudkan kualitas Pendidikan yang lebih baik bagi seluruh rakyat Indonesia.

Menyikapi hal ini, para akademisi seharusnya lebih termotivasi untuk meng-upgrade ilmunya dan ber-tabayyun agar dapat menemukan titik terang dari setiap permasalahan yang ada. Terkait dengan hal ini, mari kita menilik kembali pentingnya kemampuan Bahasa Inggris dan bagaimana pembelajaran Bahasa Inggris sebagai Bahasa Asing di Indonesia.

Pertama, mari kita telaah seberapa pentingkah penguasaan Bahasa Inggris itu? Sebenarnya ini merupakan pertanyaan rhetoric, karena siapa yang tidak tahu Bahasa Inggris adalah Bahasa Internasional.

Bahkan orang yang paling awam pun mungkin berpikiran bahwa semua orang asing berbicara menggunakan Bahasa Inggris. Bahasa Inggris merupakan Bahasa yang paling banyak digunakan di seluruh dunia, jadi penguasaan Bahasa Inggris menjadi kunci untuk membuka jendela dunia, memungkinkan kita untuk menjelajah lebih jauh baik secara fisik, maupun secara maya.

Bagi dunia Pendidikan, Bahasa Inggris seringkali dijadikan sebagai syarat penerimaan peserta didik baru, khususnya di jenjang perguruan tinggi, sebagai syarat kelulusan, serta sebagai syarat memperoleh beasiswa. Dalam hal karir, penguasaan Bahasa Inggris menjadi nilai tambah, memudahkan dalam mencari pekerjaan, dan memungkinkan untuk meningkatkan karir hingga ke taraf internasional.

Selain itu, Bahasa Inggris juga paling banyak digunakan dalam berbagai bidang seperti bisnis, diplomasi, pariwisata, hiburan, internet, alat-alat elektronik, dan sebagainya.

Bahasa Inggris telah menjadi bagian dari kehidupan kita, sehingga mau tidak mau penguasaan Bahasa Inggris sangat diperlukan.

Kedua, kapan sebaiknya Bahasa Asing mulai dipelajari? Dilansir dari ielc.co.id, hasil penelitian dari beberapa Universitas ternama dunia yaitu Universitas Havard, Massachusetts Institue of Technology, dan Boston College menunjukkan bahwa untuk benar-benar menjadi lancar berbahasa Inggris, sebaiknya anak-anak mulai belajar Bahasa Inggris sebelum memasuki usia 10 tahun.

Bahkan Dr. Erika Levy PhD, asisten professor bidang pengujaran dan Patologi Bahasa di Universitas Columbia, mengatakan bahwa semakin muda, semakin baik. Hal ini dikarenakan pada usia balita, anak berada pada masa critical period atau golden age dimana otak anak-anak diibaratkan seperti spons yang dapat menyerap kosakata dengan sangat cepat. Anak-anak yang belajar Bahasa Inggris sejak balita (usia 2-5 tahun) akan lebih fasih dalam berbicara Bahasa Inggris.

Akan tetapi, anak-anak yang belajar Bahasa Inggris pada usia remaja awal, yaitu pada usia 10-13 tahun, akan lebih mudah memahami pembelajaran Bahasa itu sendiri dikarenakan mereka telah lebih siap untuk belajar. Jadi belajar Bahasa Asing sebaiknya dimulai sejak dini, hanya saja pendekatannya yang berbeda. Untuk anak usia dini, konsep belajar dilakukan secara alami yaitu melalui kegiatan belajar sambal bermain, sedangkan proses belajar yang sesungguhnya sebaiknya dimulai setelah anak berusia 7 tahun ke atas.

Oleh karena itu, sebaiknya Bahasa Inggris diperkenalkan sejak dini untuk menanamkan pondasi dan memperkuat kefasihan, kemudian terus dilanjutkan lagi pada jenjang yang lebih tinggi yaitu pada Pendidikan menengah dan tinggi untuk meningkatkan pengetahuan tentang aspek kebahasaan, sehingga belajar Bahasa tidak hanya mengutamakan fluency tetapi juga accuracy.

Ketiga, apakah dampak bilingualism pada anak? Apakah anak-anak yang mempelajari Bahasa Inggris di usia dini dimana disaat yang bersamaan mereka juga masih belajar menguasai Bahasa Ibunya akan mengalami kebingungan? Pada usia balita anak-anak tidak belajar Bahasa melainkan memperoleh Bahasa. Perolehan Bahasa dilakukan secara tidak sadar dan terjadi karena pengaruh lingkungan. Sedangkan pembelajaran Bahasa dilakukan secara sadar dalam suasana yang dikondisikan.

Pada usia balita, anak-anak dapat menguasai lebih dari 1 bahasa dengan cepat. Sebagaimana disampaikan oleh pakar linguistik, Noam Chomsky, bahwsanya setiap individu terlahir dengan Language Acquisition Device (LAD) yang memungkinkan anak-anak untuk belajar Bahasa secara alami (Setiadi dan Salim, 2013).

Apakah anak-anak akan mengalami kebingungan ketika menguasai lebih dari satu Bahasa? Tentu saja tidak, otak kita secara otomatis akan memberikan instruksi untuk menggunakan Bahasa sesuai dengan lawan bicara.

Anak-anak menggunakan Bahasa Inggris hanya ketika di sekolah saja, dan ketika kembali ke rumah anak-anak akan kembali menggunakan Bahasa Ibu. Hal ini menunjukkan bahwa exposure Bahasa Ibu tetap lebih besar daripada Bahasa Asing sehingga penguasaan Bahasa Ibu akan tetap lebih tinggi daripada Bahasa Asing tersebut.

Keempat, apakah penguasaan Bahasa Asing akan menurunkan nasionalisme? Tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa penguasaan Bahasa Asing secara otomatis akan menurunkan nasionalisme.

Nasionalisme terbentuk dari penanaman karakter bangsa, pengalaman hidup, dan lingkungan seseorang. Di Indonesia, Bahasa Nasional adalah Bahasa Indonesia dimana Bahasa nasional ini biasa digunakan dalam acara-acara formal, upacara kenegaraan, dan dalam lingkungan Pendidikan. Sedangkan, Bahasa Inggris adalah Bahasa Asing yang diutamakan untuk dipelajari karena merupakan Bahasa Internasional.

Ada lagi istilah Bahasa Ibu, yaitu Bahasa yang sehari-hari digunakan di rumah. Sebagai negara multicultural, setiap wilayah di Indonesia memiliki Bahasa Ibu yang berbeda-beda. Perbedaan kedudukan Bahasa ini tidak akan menurunkan rasa nasionalisme bangsa karena Bahasa Indonesia tetap Bahasa pemersatu yang menyatukan seluruh bangsa dari Sabang sampai Merauke (Rintaningrum, 2018)d.

Oleh karena itu, apakah Bahasa Inggris masih perlu untuk dihapus dari kurikulum SMP dan SMA? Untuk saat ini memang RUU Sisdiknas ini tidak tercantum dalam daftar Prolegnas Prioritas 2023.

Akan tetapi untuk kedepannya, diharapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, akademisi, stakeholder, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dapat duduk bersama membahas masalah yang krusial dalam Pendidikan di Indonesia serta bahu-membahu untuk mencari solusi yang terbaik demi kemajuan bangsa dan keadilan Pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia.(*) 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Komentar

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved