Kuliner Demak

Jamu Coro Cocok Jadi Kudapan Ketika Musim Hujan, Zaman Kerajaan Demak Disebut Wedang Blung

Bubur jamu coro khas Kabupaten Demak cocok untuk dinikmati ketika musim hujan.

Penulis: Tito Isna Utama | Editor: sujarwo
Tribun Jateng/Tito Isna Utama
Sri Puji Utama (40) saat meracik jamu coro di kediamannya yang berada di Krapyak, Bintoro, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. 

TRIBUNJATENG.COM, DEMAK - Bubur jamu coro khas Kabupaten Demak menjadi satu di antara menu kuliner yang cocok dinikmati ketika musim hujan.

Selain menyegarkan tubuh, bubur jamu coro juga diyakini memiliki nilai sejarah yang cukup panjang.

Dihimpun dari berbagai sumber, konon minuman tradisional ini telah ada sejak zaman Kerajaan Demak dengan nama wedang blung.

Wedang blung menjadi kudapan yang menyehatkan yang digunakan tabib kerajaan pada masa itu. 

Tak seperti sajian jamu pada umumnya berbentuk minuman saja, melainkan jamu coro berbentuk bubur halus dengan paduan rempah yang pekat, sehingga sering juga disebut dengan bubur jamu coro.

Memiliki nilai sejarah yang cukup panjang, membuat Sri Puji Utami (40) warga Krapyak Tengah, Kelurahan Bintoro, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak masih mempertahankan untuk tetap membuat jamu coro.

"Sudah lama saya jualan jamu coro, sudah 20 tahunan dari anak saya pertama masih kecil," kata Sri Puji kepada Tribunjateng, Senin (13/2/2023).

Dengan menjaga resep Jamu coro dari nenek dari ibu dua anak itu, jadi bekal utama untuk mempertahankan keberadaan jamu coro.

Sri Puji Utama (40) saat meracik jamu coro di kediamannya yang berada di Krapyak, Bintoro, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Sri Puji Utama (40) saat meracik jamu coro di kediamannya yang berada di Krapyak, Bintoro, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. (Tribun Jateng/Tito Isna Utama)

"Saya pingin membuat jamu coro tetap ada, pastinya membuat jamu dari resep dari nenek ke ibu terus ke saya," ujarnya.

Memadukan aneka rempah rempah seperti, Cabe Puyang, kayu manis, jahe emprit,  Pk, polo, merica, cengkeh, akar wangi, daun pandan dan lain, menjadi kesatuan hingga jadi jamu coro.

"Ramuan macem macem ada 15 rempah rempah dijadikan satu, pokoknya banyak sekali sampai saya lupa," jelasnya.

Dari keinginan itu wanita paruh baya, rela menjalani banyak pengerobanan yang harus ditempuh, dari awal berjualan bersama suaminya dengan menggunakan gerobak berkeliling di dekat rumah hingga area masjid Agung Demak pun dilakukan.

"Saya yang membuat jamunya, terus suami saya dulu yang berkeliling berangkat pagi pulang sore itu dilakukan setiap hari," ucapnya.

Ketika sudah selama kurang lebih 2 tahun dengan berjualan berkeliling area Demak kota, akhirnya suami dari Sri memutuskan untuk singgah di satu tempat saja, yaitu di dekat jembatan Bayangkara, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jambi
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    berita POPULER

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved