Wonosobo Hebat
Jelang Ramadan Tim TPID Kabupaten Wonosobo Pantau Barang Kebutuhan Pokok di Pasar
TRIBUNJATENG.COM, WONOSOBO -- Guna mengantisipasi gejolak harga serta kekurangan pasokan barang kebutuhan pokok dan penting (Bapokting) saat jelang Ramadan, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kabupaten Wonosobo melakukan pemantauan di sejumlah tempat.
Ada empat titik lokasi pasar, di antaranya Pasar Induk Wonosobo, Pasar Kertek, Pasar Garung, dan Pasar Kaliwiro. Pemantauan juga dilakukan di beberapa titik SPBU dan agen gas di Wonosobo. Kegiatan pemantauan Bapokting berlangsung selama dua hari, yaitu hari Rabu-Kamis, 15-16 Maret 2023.
Kepala Bagian Perekonomian dan Sumber Daya Alam Setda Wonosobo, Khristiana Dhewi mengatakan, ada empat poin (4K) dalam pengendalian inflasi. Di antaranya adalah keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi dan komunikasi efektif.
"Memang menjadi tugas kita bersama TPID, maupun stakeholder terkait, bagaimana menjaga 4K bisa dijalankan dengan baik," ujarnya.
Hasil pemantauan di Pasar Induk Wonosobo, Rabu (15/3/2023) ditemukan beberapa barang yang sudah mulai ada kenaikan atau penguatan harga. Salah satu komoditas, garam dapur, mengalami penguatan harga yang cukup tinggi. Misalnya garam dapur merk Ndangdut kemasan 2,5 kilogram rata-rata harga saat ini di antara Rp 24.000-25.000 per bungkus, cukup jauh di harga sebelumnya yakni Rp 12.000 per bungkus.
"Ada penguatan harga yang lumayan karena curah hujan yang tinggi sehingga berpengaruh pada proses pembuatan garam dapur itu sendiri," ujarnya.
Kondisi cuaca juga nampaknya berpengaruh pada harga beras di pasaran. Komoditas beras sudah mulai ada kenaikan harga.
Pedagang mengungkapkan kenaikan harga beras karena situasi kondisi curah hujan yang tinggi di sejumlah daerah, sehingga banyak yang menunda panen. Namun untuk beras Bulog rata-rata masih dijual di Harga Eceran Tertinggi (HET) yakni Rp 9.450 per kilogram.
"Kalau yang di luar Bulog memang harga mekanisme pasar yang berlaku. Hanya saja sudah kami imbau untuk jangan terlalu tinggi; masyarakat bebannya masih berat," ujarnya.
Komoditas telur juga sudah mulai ada kenaikan harga, dari yang sebelumnya Rp 26.000 per kilogram menjadi Rp 28.000 per kilogram. Hingga saat ini pasokan telur di Pasar Induk Wonosobo masih mencukupi.
Sementara untuk minyak goreng merk Minyakita, cukup banyak pedagang yang mengeluh kesulitan mendapat pasokan. Harga minyak goreng merk Minyakita juga didapati dijual di atas HET yang telah ditetapkan yakni Rp 14.000 per liter. Rata-rata sekarang harga minyak goreng merk Minyakita berada di kisaran Rp 16.000-Rp 17.000 per liter.
Hal ini disebabkan pedagang mendapatkan barang dengan harga sudah di atas HET, sehingga tidak bisa untuk menjual di harga HET. Pedagang mengungkapkan membeli minyak goreng merk Minyakita tidak dari distributor resmi.
"Kita tidak mungkin memaksakan mereka; ketika kulakan sudah di atas HET tapi dijualnya dengan harga lama. Kita coba nanti mengurai jalur distribusi mana yang kiranya nggak beres, perlu dikomunikasikan dengan Pemerintah Provinsi maupun Pusat," jelasnya.
Pembelian minyak goreng juga harus dibatasi karena sudah tertuang dalam regulasi Pusat yakni minyak goreng merk Minyakita satu orang hanya bisa membeli 2 liter per hari. Sedangkan minyak curah dibatasi per orang maksimal 10 kilogram per hari. Sementara itu untuk minyak curah masih dalam kondisi harga dan stok yang normal. Pedagang masih menjual di harga HET atau bahkan di bawah HET.
"Ini juga yang kita sadarkan, masyarakat jangan euforia ke Minyakita. Ada alternatif lain seperti minyak curah atau kemasan lain masih bisa dibeli juga," jelasnya.
Sementara untuk ketersediaan sayur rata-rata masih mencukupi, meskipun ada kenaikan harga pada beberapa jenis komoditas. Harga bawang merah saat ini pada angka Rp 35.000 per kilogram, bawang putih kating Rp 34.000 per kilogram, sementara bawang putih biasa di harga Rp 30.000 per kilogram.
Sementara harga cabe merah saat ini di harga Rp 40.000 per kilogram, dan cabe setan di harga Rp 70.000 per kilogram. "Kita ada kesulitan sayur seperti brokoli, kembang kol. Karena tebih (jauh) dan harganya mahal," ucap Sumi, pedagang sayur di Pasar Induk Wonosobo.
Kedelai Impor
Sementara untuk komoditas kedelai di Pasar Induk Wonosobo, hanya dijumpai kedelai impor saja. Namun hal ini nampaknya menjadi persoalan yang sama di bebagai daerah lainnya.
"Kedelai memang saya pikir persoalan tidak hanya di Wonosobo tapi nasional karena memang produksinya untuk dalam negeri tidak mencukupi," terang Dhewi.
Pedagang mengungkapkan kedelai lokal saat ini tidak tersedia di pasaran dan diperkirakan barang akan tersedia di bulan Oktober mendatang saat panen tiba. "Ini tugas bersama untuk dari hulu dan hilir, artinya kita tata nanti pada sisi program untuk pertanian yang lebih bisa menopang produksi dan memenuhi kebutuhan masyarakat," ujar Dhewi.
Dari kegiatan pemantauan ini, Kabag Dhewi mengharapkan, ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga menjadi suatu hal yang harus diupayakan bersama. Terlebih saat menjelang bulan Ramadhan, kebutuhan masyarakat akan meningkat tinggi, meski peningkatannya diharapkan masih dalam batas wajar.
Juga, mengingat situasi perekonomian masyarakat saat ini yang belum sepenuhnya pulih akibat adanya pandemi yang melanda beberapa tahun terakhir.
"Kita pasti akan melakukan upaya kalau tidak ada ketersediaan pasokan. Kesulitan, atau keluhan kita upayakan dicarikan jalan keluar, termasuk kerjasama dengan daerah lain yang sudah surplus, kita upayakan agar ada barang ke sini," pungkasnya. (ima)
Baca juga: LHKPN Abdul Gaffar Pegawai KPP Pratama Bantaeng Jadi Sorotan Mendadak Punya Harta Rp 98,3 Miliar
Baca juga: Gubernur Ganjar Pranowo Mendorong Peran Baznas Dalam Pemberantasan Kemiskinan di Jateng
Baca juga: Hasil Pengamatan UIN Walisongo Semarang, Izzuddin: Hilal Berlangsung 30 Detik dan Sangat Tipis
Baca juga: Selamat Berpuasa, Hasil Sidang Isbat 1 Ramadhan 1444 H Jatuh Kamis 23 Maret 2023