Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Singgih Januratmoko

Singgih Januratmoko: Pancasila Berkah untuk Satukan Perbedaan

Boyolali (11/4). Keragaman suku, agama, budaya, dan ras merupakan anugerah. Namun bila tidak dikelola dengan baik

Istimewa
Anggota Komisi VI DPR RI, Singgih Januratmoko saat sosialisasi “Empat Pilar Kebangsaan” di Boyolali, Jawa Tengah, pada Senin (10/4). 

TRIBUNJATENG.COM, BOYOLALI -- Boyolali (11/4). Keragaman suku, agama, budaya, dan ras merupakan anugerah. Namun bila tidak dikelola dengan baik, perbedaan tersebut bisa saja mengganggu kedaulatan nasional di masa depan.

Untuk itu, mewujudkan keadilan sosial dan membumikan Pancasila merupakan bagian menjaga kedaulatan dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Hal tersebut disampaikan Anggota Komisi VI DPR RI, Singgih Januratmoko saat sosialisasi “Empat Pilar Kebangsaan” di Boyolali, Jawa Tengah, pada Senin (10/4).

Negara ini memiliki Pancasila yang merekatkan perbedaan, “Dengan demikian siapapun pemimpinnya asalkan berkomitmen kepada Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI, negeri ini tetap abadi dan jaya,” tutur Singgih.

Empat Pilar Kebangsaan menghindarkan negeri ini dari perpecahan. Singgih mengatakan, abad 20 menunjukkan negara yang multietnik seperti Yugoslavia dan Uni Sovyet bisa runtuh, karena tidak memiliki ikatan emosional yang kuat, sebagaimana Pancasila menjadi dasar dan falsafah negara.

Anugerah terbesar bagi bangsa Indonesia, karena Allah memberikan negeri ini Pancasila sebagai falsafah dan dasar negara.

Dengan adanya Pancasila, bangsa Indonesia terus terhindar dari perpecahan. Bahkan pada 1998 bangsa Indonesia selamat melewati perpecahan.

“Allah memberi anugerah kepada bangsa ini dengan Pancasila, yang mampu menyatukan ribuan suku dan Bahasa serta agama, sehingga perbedaan di Indonesia muncul sebagai keberagaman dalam kebersamaan dan persatuan,” ujar Singgih.

Untuk membumikan Empat Pilar Kebangsaan, Singgih mengatakan bangsa Indonesia harus terus meningkatkan silaturahim, untuk menciptakan rasa tenggang rasa, saling menghormati dan menghargai,

“Para pejabat negara juga harus memiliki empati dan simpati, dengan begitu proses pemerataan pembangunan di seluruh pelosok tanah air bisa terlaksana dengan baik,” tutur Singgih yang juga Ketua Umum DPP Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (PINSAR)

Dengan silaturahim itupula, bangsa Indonesia dapat terus menjaga persatuan dan kesatuan. Berbagai peristiwa sejarah yang menggoncang bangsa Indonesia, terbukti bisa dilalui dengan baik dengan adanya persatuan dan kesatuan. “Inilah yang jadi modal bangsa ini untuk menjadi bangsa yang besar,” imbuhnya.

Namun Singgih juga mengingatkan, meskipun Pancasila telah menjadi konsensus nasional, setiap individu dalam masyarakat memiliki kewajiban dalam merawat jati diri bangsa tersebut. Dalam pandangannya, setiap masyarakat harus memiliki etika atau adab dalam suasana yang beragam, apalagi dalam memahami perbedaan pendapat, adat istiadat, budaya, bahkan dalam pandangan ideologi.

“Etika yang dimaksud adalah jangan sampai ada pihak-pihak di dalam masyarakat yang merasa superior dan merasa paling benar,” tegas Singgih.

Untuk itu, setiap warga negara dalam menyikapi perbedaan mengembangkan sikap berlapang dada dalam menerima nasehat, masukan, bahkan kritik,

“Dalam perbedaan pendapat, lapang dada menjadi penting untuk menghindarkan seseorang merasa lebih dibanding yang lain. Sikap merasa sukunya di atas suku lain, inilah yang menjadi bibit perpecahan bangsa,” ujar Singgih.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved