Opini
Opini Dian Marta Wijayanti: Hardiknas dan Bulan Merdeka Belajar
KEMENDIKBUDRISTEK melalui Pedoman Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun 2023 Nomor 12811/MPK.A/TU.02.03/2023 menetapkan Hardiknas pada
Keberlanjutan
Sesuai pertanyaan penulis di atas, Merdeka Belajar sangat dilematis ketika tidak kontinu. Namun berlanjut, stagnan, atau digantikan dengan sistem baru bisa kita lihat melalui fakta empirik di lapangan hari ini. Sebab, Merdeka Belajar hakikatnya adalah implementasi ajaran Ki Hajar Dewantara yang diinovasi oleh Mas Menteri agar sesuai perkembangan zaman. Maka dibutuhkan strategi dan solusi agar Merdeka Belajar ini bisa berkelanjutan. Pertama, perlu target prioritas dari program Merdeka Belajar episode 1-24 yang sudah terlaksana. Jika hanya mengejar kuantitas, maka hanya akan berakhir pada suksesnya program secara kuantitatif bukan kualitatif.
Kedua, percepatan Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) di semua level SD-SMA melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM). Sebab, Merdeka Belajar yang dipahami publik sekadar “kurikulum” saja, bukan sebuah program, sistem, dan gagasan yang komprehensif. Maka percepatan IKM dan PMM menjadi penting sesuai adaptasi dan kearifan lokal satuan pendidikan. Ketika ke depan IKM tidak maksimal, maka Kurikulum Merdeka akan bernasib sama layaknya Kurikulum 1994, KBK, KTSP, dan Kurikulum 2013 yang tergantikan oleh sistem.
Ketiga, sinergitas semua elemen pendukung Merdeka Belajar yaitu Guru Penggerak, Pengajar Praktik Guru Penggerak, Fasilitator Guru Penggerak, Instruktur Guru Penggerak, dan Sekolah Penggerak yang intinya ada pada kepala sekolah dan guru yang ditunjuk. Keempat, percepatan program Guru Penggerak karena menjadi salah satu menjadi kepala sekolah kecuali yang sudah mendapatkan Nomor Registrasi Kepala Sekolah (NRKS). Hal ini menjadi penting karena inti kemajuan sekolah terletak pada kepala sekolahnya.
Kelima, percepatan dan inovasi program mandiri di semua perguruan tinggi untuk menerapkan dan mengembangkan Kampus Mengajar, Magang Merdeka, Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB), Pertukaran Mahasiswa, Wirausaha Merdeka, dan Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA). Tanpa percepatan program ini maka nasib program studi yang menerapkan kurikulum mengacu MBKM akan kacau karena masih mengembangkan SN Dikti dan KKNI.
Jika melihat kondisi nasional, Merdeka Belajar yang berjalan maksimal hanya di kota-kota besar. Namun di daerah 3T belum maksimal berjalan karena banyak faktor. Oleh karena itu, keberlanjutan Merdeka Belajar ini tidak terbatas pada program formal, namun lebih mengutamakan inovasi, kreativitas, dan adaptasi kearifan lokal. Sebab, Merdeka Belajar itu hakikatnya memerdekakan sekolah dan guru, bukan membatasi dengan berbagai regulasi yang ribet dan administratis saja. Yang perlu ditegaskan juga, jangan sampai nanti ganti menteri akan ganti kurikulum. Semoga saja tidak demikian! (*tribun jateng cetak)
Komik Audio Visual, Cara Kreatif Guru Tingkatkan Literasi Numerasi Siswa |
![]() |
---|
Layanan Digital Tingkatkan Kepatuhan Pajak, DJP Dorong Wajib Pajak Beradaptasi |
![]() |
---|
Sudah Seberapa Soedirman Kah Kita? Refleksi Sudirman Said di Tanah Kelahiran Jenderal Soedirman |
![]() |
---|
PGSD dan Era Digital: Mencetak Generasi Kritis, Kreatif, dan Kolaboratif |
![]() |
---|
Viral: dari Popularitas ke Profitabilitas Membedah Nilai Ekonomi di Balik Fenomena Viral |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.