Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Opini

Komik Audio Visual, Cara Kreatif Guru Tingkatkan Literasi Numerasi Siswa

Berikut opini Prof. Dr. Imam Kusmaryono, M.Pd. Dosen Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang.

Penulis: Laili Shofiyah | Editor: M Zainal Arifin
Istimewa
Berikut opini Prof. Dr. Imam Kusmaryono, M.Pd. Dosen Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang. (Dok) 

Oleh Prof. Dr. Imam Kusmaryono, M.Pd. Dosen Universitas Islam Sultan Agung


MATEMATIKA sering dianggap momok oleh banyak siswa. Rumus yang rumit, angka yang tak ada habisnya, dan soal cerita yang panjang kerap membuat mereka kehilangan semangat. Tapi kini, ada cara baru yang lebih seru: belajar matematika lewat komik audio visual!. Ya, para guru kreatif di berbagai sekolah mulai menghadirkan komik yang bukan hanya bergambar, tetapi juga dilengkapi narasi suara, musik, dan efek audio. Hasilnya? Kelas jadi lebih hidup, siswa lebih fokus, dan literasi numerasi pun meningkat.

Komik audio visual menggabungkan kekuatan gambar, suara, dan alur cerita. Bayangkan, alih-alih membaca soal di buku, siswa diajak mengikuti petualangan karakter yang harus menghitung hasil panen, membagi kue untuk teman-temannya, atau menukar uang di pasar. Guru tidak lagi hanya menulis soal di papan tulis. Mereka memutar komik lewat proyektor atau layar TV kelas. Siswa menonton, mendengar, lalu ikut terlibat menyelesaikan masalah. Dengan cara ini, pembelajaran terasa seperti menonton film pendek, bukan menghafal rumus. “Matematika jadi terasa lebih dekat dan nyata. Anak-anak jadi berani mencoba menjawab, bahkan yang biasanya diam di kelas,” cerita Bu Budi, Salah satu guru matematika di SMP IT Nurul Islam Tengaran.

Apa sih sebenarnya literasi numerasi itu? Sederhananya, ini adalah kemampuan membaca, memahami, dan menggunakan angka atau data dalam kehidupan sehari-hari. Sayangnya, banyak siswa yang bisa menghafal rumus tapi bingung ketika harus mengaplikasikannya dalam situasi nyata. Komik audio visual hadir untuk menjembatani hal itu. Misalnya, dalam satu episode komik, ada cerita tentang seorang pedagang sayur yang harus menentukan harga jual supaya tetap untung. Siswa diajak menghitung modal, keuntungan, hingga persentase kenaikan harga. Tanpa sadar, mereka sedang belajar konsep persentase, operasi hitung, dan logika matematika – tetapi dengan cara yang fun!. 

Salah satu kekuatan komik audio visual adalah konteks lokal. Guru bisa memasukkan cerita yang dekat dengan keseharian siswa, seperti bertani, berdagang di pasar, atau kegiatan gotong royong di masyarakat. Hal ini penting karena siswa akan lebih mudah memahami konsep numerasi jika mereka bisa menghubungkannya dengan pengalaman sendiri. Matematika tidak lagi terasa abstrak, tetapi menjadi keterampilan yang membantu mereka memecahkan masalah sehari-hari.

Tidak semua siswa belajar dengan cara yang sama. Ada yang lebih mudah memahami lewat gambar, ada yang lewat mendengarkan, ada pula yang harus bergerak dan berdiskusi. Komik audio visual memberikan pengalaman belajar yang multi-sensori: ada gambar untuk visual, suara untuk auditori, dan aktivitas diskusi atau latihan soal untuk kinestetik. Dengan demikian, siswa yang biasanya kesulitan memahami penjelasan di papan tulis bisa lebih cepat mengerti karena melihat dan mendengar secara bersamaan.

Baca juga: UNIMMA Jaga Akuntabilitas Keuangan dengan Opini WTP 2024

Mendukung Kurikulum Merdeka

Inovasi ini sejalan dengan semangat Kurikulum Merdeka yang mendorong guru memberikan pembelajaran berbasis proyek, kontekstual, dan menyenangkan. Guru bisa menggunakan komik ini sebagai pemantik diskusi, lalu mengajak siswa membuat versi cerita mereka sendiri.

Selain itu, media ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Guru bisa menambahkan dialog, soal, atau bahkan membuat karakter yang terinspirasi dari siswa di kelas. Hasilnya, siswa merasa lebih dilibatkan.

Tentu saja, menghadirkan komik audio visual memerlukan kreativitas dan sedikit usaha ekstra dari guru. Mereka harus belajar membuat storyboard, mengisi suara, hingga mengedit video. Namun banyak guru merasa usaha ini sepadan dengan hasilnya. Ke depan, diharapkan ada lebih banyak dukungan dari sekolah dan pemerintah agar guru bisa terus berinovasi. Pelatihan pembuatan media, penyediaan perangkat, dan kolaborasi dengan mahasiswa atau kreator konten bisa membuat kualitas komik semakin baik.

Komik audio visual adalah contoh nyata bahwa belajar matematika tidak harus membosankan. Dengan menggabungkan cerita, gambar, dan suara, guru berhasil menghadirkan pengalaman belajar yang menarik sekaligus bermakna. Siswa tidak hanya belajar menghitung, tetapi juga memahami bagaimana angka-angka itu berperan dalam kehidupan nyata. Literasi numerasi mereka meningkat, rasa percaya diri bertambah, dan yang paling penting – mereka mulai menikmati proses belajar.

Inovasi sederhana seperti ini bisa menjadi inspirasi bagi guru-guru di seluruh Indonesia. Karena pada akhirnya, pendidikan bukan hanya soal mentransfer pengetahuan, tetapi juga membuat siswa mencintai belajar sepanjang hayat. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved