Breaking News
Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Nasional

Praperadilan Lukas Enembe Ditolak, KPK Sudah Lakukan Penyidikan Sesuai Aturan Hukum

Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan yang diajukan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe melawan KPK

Editor: m nur huda
KOMPAS.com/NIRMALA MAULANA ACHMAD
Lukas Enembe saat tiba di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (12/1/2023) - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan yang diajukan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan yang diajukan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal itu disampaikan Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan Hendra Utama Sotardodo dalam putusan terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka terkait dugaan suap dan penerimaan gratifikasi yang menjerat Lukas Enembe.

“Mengadili, menyatakan menolak permohonan praperadilan untuk seluruhnya,” ujar Hakim Hendra dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Rabu (3/5/2023).

Dalam pertimbangannya, hakim tunggal PN Jakarta Selatan berpandangan KPK telah melakukan seluruh penyidikan sesuai dengan aturan hukum.

Dengan demikian, penetapan tersangka terhadap Gubernur nonaktif Papua itu telah sesuai dengan prosedur.

Adapun, gugatan dengan nomor perkara 29/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL didaftarkan Lukas Enembe terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka oleh KPK.

Dalam petitumnya, Lukas Enembe meminta hakim tunggal praperadilan PN Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili gugatannya menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan yang diajukan untuk seluruhnya.

Gubernur nonaktif Papua ini meminta hakim menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/ 81/DIK.00/01/09/2022, tertanggal 5 September 2022 yang menetapkan dirinya sebagai tersangka oleh KPK tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.

Lukas Enembe dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Menyatakan penetapan pemohon sebagai tersangka yang dilakukan oleh termohon dengan berdasar pada Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/81/DIK.00/01/09/2022, tertanggal 5 September 2022 adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum,” demikian bunyi petitum tersebut.

Lukas Enembe juga meminta hakim menyatakan Surat Penahanan Nomor:

Sprin.Han/13/DIK.01.03/01/01/2023 tanggal 12 Januari 2023, Surat Perintah Perpanjangan Penahanan Nomor: Sprin.Han/13B.2023/DIK.01.03/01/01/2023 tanggal 20 Januari 2023, dan Surat Perintah Perpanjangan Penahanan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 76/Tah.Pid.Sus/TPK/III/PN.Jkt.Pst tanggal 2 Maret 2023 yang dilaksanakan oleh KPK tidak dan tidak berdasar atas hukum.

Hakim tunggal praperadilan juga diminta menyatakan bahwa segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh lembaga antikorupsi itu yang berkaitan dengan penetapan tersangka, penahanan, penahanan lanjutan, dan penyidikan terhadap diri Lukas Enembe tidak sah.

“Memerintahkan termohon untuk mengeluarkan perintah penahanan dengan penempatan pemohon pada rumah/rumah sakit dan atau penahanan kota dengan segala akibat hukumnya,” demikian isi petitum yang diajukan Lukas Enembe.

Dalam petitumnya, hakim PN Jakarta Selatan juga diminta membuat penetapan dan memerintahkan KPK untuk mengeluarkan Gubernur nonaktif Papua itu dari tahanan.

Lukas Enembe juga meminta putusan praperadilan dapat memulihkan kemampuan, kedudukan, harkat, serta martabatnya. 

Adapun Lukas ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi pada September 2022 lalu.

Ia diduga menerima suap dari Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka sebesar Rp 1 miliar untuk memilih perusahaan konstruksi itu sebagai pemenang lelang tiga proyek multiyears di Papua.

Selain itu, Lukas diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 50 miliar terkait dengan jabatannya sebagai gubernur.

Belakangan, KPK menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Status ini naik ke tahap sidik setelah KPK menemukan bukti permulaan yang cukup.

Sita Aset

Sebelumnya,Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan telah menyita berbagai aset maupun uang senilai lebih dari Rp 200 miliar dalam perkara korupsi Gubernur Papua, Lukas Enembe.

Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri mengatakan, baru-baru ini tim penyidik kembali menyita sejumlah aset milik ukas maupun yang diduga terkait dengan perkaranya senilai Rp 60,3 miliar. Aset tersebut berupa sejumlah bidang tanah, rumah, hingga apartemen yang tersebar di Jayapura, Papua; Bogor, Jawa Barat; hingga DKI Jakarta.

“Dengan demikian saat ini tim penyidik KPK telah melakukan penyitaan beberapa aset dalam perkara LE (Lukas Enembe) ini lebih dari Rp 200 miliar,” kata Ali dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (28/4/2023). (Irfan Kamil/Syakirun Ni'am/kps/tribun jateng cetak)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved