Wawancara Khusus
MK akan Putuskan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup atau Tertutup?
Masyarakat menunggu Putusan MK mengenai sistem Pemilu Proporsional Terbuka atau Tertutup.
Penulis: rahdyan trijoko pamungkas | Editor: m nur huda
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Masyarakat menunggu Putusan MK mengenai sistem Pemilu Proporsional Terbuka atau Tertutup.
Semua ada plus minusnya. Ahli Hukum Tata Negara yang juga WR III USM sepakat bila Proporsional Tertutup. Tapi masalahnya adalah, putusan itu untuk Pemilu 2024 atau Pemilu berikutnya?
Pada Tribun Topik Begini dasar hukum yang disampaikan DR M Junaidi SHI MH, Wakil Rektor III Universitas Semarang. Dipandu News Manager Tribun Jateng Iswidodo dan dikutip Wartawan Tribun Jateng Rahdyan Trijoko Pamungkas.
Pak Junaidi, tolong jelaskan bedanya terbuka dan tertutup apa?
Proposional terbuka atau tertutup adalah mekanisme di dalam pemilihan yang ada dalam penyelenggaraan Pemilu yang diselenggarakan KPU.
Jika proposional tertutup kita memilih lambang partai politik. Kemudian nama-nama yang telah disiapkan partai politik (parpol) dari urutan pertama hingga seterusnya jika suara memenuhi maka secara otomatis jadi. Sesuai dengan parpol tersebut.
Berbeda dengan proposional terbuka kita disuguhi lambang parpol dan nama-nama kandidat calon. Artinya masyarakat bisa memilih kandidat calon secara langsung. Tentunya ada resikonya.
Pak Jun dari keduanya itu berdasarkan pendapat ahli hukum apakah ada dasar hukumnya?
Konteks demokrasi bisa diwujudkan dalam konteks sistem tersebut. Saat orde baru kita melihat bahwa kekuatan dari lembaga negara, pemerintah, demokrasi diserahkan kepada partai politik. Tetapi kemudian paska reformasi menganggap parpol terlalu dominan dan kemudian semuanya tidak disandarkan pada parpol. Saat itu ada alternatif-alternatif dengan mencoba-coba.
Membentuk negara itu menyesuaikan situasi dan coba-coba. Bila beruntung syukur kalau tidak menyesuaikan dengan situasi. Pada terakhir tahun 2019 kita menggunakan sistem pemilu proposional terbuka.
Konteksnya ketika melihat sistem proposional terbuka menjadikan peranan partai politik seimbang peranan para calon legislator. Masyarakat disuruh memilih bukan hanya parpol tetapi calon legislatif akan mewakili mereka.
Tetapi ada resikonya adalah jika suruh memilih calon legislatif maka akan memilih orang-orang yang dianggap terkenal.
Kalau partai politik merupakan lembaga ideologis. Mereka akan memilih caleg-caleg yang dididik melalui kepartaiannya dan sudah NKRI. Pendidikan politik diserahkan partai politik.
Pak Jun Dalam waktu dekat Mahkamah Konstitusi akan memutuskan gugatan yang diajukan PDI P bahwa Pemilu menerapkan proposional tertutup. Apakah putusan MK itu berlaku untuk penyelenggaraan Pemilu yang akan datang?
Saat ini kita melihat situasi dan kondisi. Kita menyerahkan partai politik sebagai lembaga untuk membangun demokrasi. Idealnya menurut pendapat saya adalah proposional tertutup.
Kalau proposional terbuka parpol akan mencari public figur. Mereka cenderung tidak pada kaderisasi dan idelogi tetapi cenderung pada popularitas. Kalau putusan MK ini nantinya tertutup merupakan putusan yang tidak tepat saat ini. Karena proses tahapan pemilu telah berlangsung dan caleg sudah menyiapkan membangun basis tiba-tiba ada putusan di tengah jalan.Ini tidak fair.
Bahwa dalam prinsip hukum setiap menentukan peraturan tidak boleh tergesa-gesa dan pihak yang dirugikan. Contoh KUHPidana penyesuaiannya membutuhkan waktu dua tahun. Agar dalam masa transisi ini ada persiapan.
Ada dua hal pandangan saya yakni jika MK membuat putusan tertutup harus dijelaskan berlaku pada masa yang akan mendatang. Kedua jika putusan MK tertutup maka harus dilakukan penundaan pemilu untuk menjamin hak kontitusional.
Apakah mungkin ditunda misal Mahkamah Konstitusi memutuskan sistem proposional tertutup?
Putusan Pengadilan Negeri juga sama kemarin dibatalkan. Kalau ada friksi berkembang di masyarakat dan MK melakukan itu saya pikir putusan MK sifatnya mengikat dan final. Kalau lihat prespektifnya jika MK melihat putusan ini dia akan melihat norma baru. Masalah norma terbuka atau tertutup ini kewenangan dari pembuat undang-undang yaitu DPR.
Kalau diambil MK harus berhati-hati. Apakah melihat prespektif tepat pada waktunya putusan itu dikeluarkan atau tidak. Jangan sampai merugikan masyarakat yang memilih tetapi juga masyarakat yang dipilih.
Ada beberapa anggapan MK melebihi kewenangan DPR dan Presiden dalam membuat undang-undang. Jika nanti diputuskan proposional terbuka maupun tertutup tidak sekedar mengabulkan gugatan pemohon tetapi melebihi pembuat peraturan baru yakni DPR. Pak Jun melihatnya seperti apa?
MK hanya menguji saja apakah sah atau tidak sah. Beda membuat norma baru. Sah atau tidak sah itu menguji undang-undangnya sesuaikah? Kalau yang diujikan normanya seperti ini, itu melampaui. Misal proposional terbuka diputus proposional tertutup ini membuat norma baru.
Ini tidak ada kedudukan hukum kewenangan Mahkamah Konstitusi. Kalau melihat MK harus membuat keputusan terbuka atau tertutup pendapat saya jika MK harus membuat keputusan tertutup maka pilihan ada dua. Jika terbuka ya resikonya partai politik sebagai lembaga yang menampung individu dari segi popularitas dan tidak melihat proses kaderisasi ideologi parpolnya.
Pak di Indonesia mana cocok sistem proposional terbuka atau tertutup? Dasar hukumnya apa?
Kalau saya cenderung proposional tertutup. Pertimbangannya kita sudah menetapkan fungsi parpol yakni pendidikan politik kita. Parpol adalah basis bagaimana ideologi untuk membangun bangsa. Setiap parpol memiliki kekhasannya masing-masing. Undang-undang parpol sudah kita terapkan.
Ada pergeseran paradigma parpol. Jika parpol tidak diberikan wewenang luas maka figur-figur itu akan dipilih oleh masyarakat. Artinya parpol cenderung tidak memperkuat basis ideologinya untuk membangun bangsa tetapi cenderung menampilkan ketokohan-ketokohan. Jadi yang dipampangkan parpol bukan ideologi parpol tapi tokoh-tokoh yang memiliki follower banyak. Ini sangat meninggalkan esensi UU parpol.
Saran untuk MK seperti apa pak Jun?
Putusan MK jangan membuat polemik masyarakat. Jangan terlalu lama, membingungkan masyarakat. Putusan itu dapat membuat teduh masyarakat jangan membuat gaduh masyarakat.
Kalau memutuskan harus melihat aspek keadilan dan kepastian hukumnya. Ini sudah masuk tahapan proses. Jangan sampai ada putusan yang membingungkan masyarakat dan merugikan salah satu pihak.
Konteks dari undang-undang memilih dan dipilih ini harus dijaga betul-betul. Apakah terbuka atau tertutup kita kembalikan hak konstitusional kepada Mahkamah Konstitusi. MK bukan pembuat Undang-undang tetapi penguji UU. Mohon parpol dapat menghormati proses hukum yang berjalan. Jangan sampai proses hukum masih berjalan kemudian muncul kegaduhan yang dirugikan masyarakat Indonesia.
(*)
Maju Pilkada DKI, Pramono Anung: Kami akan Wujudkan Jakarta sebagai Kota Global |
![]() |
---|
Pramono Anung Beberkan Kronologi Maju Pilkada DKI: Jangan Bercanda dong Mbak |
![]() |
---|
WAWANCARA : Ridwan Hisjam Anggota Dewan Pakar Golkar : Kalau Takut Dipenjara Jangan Jadi Ketum |
![]() |
---|
Pilkada Pekalongan, Sukirman: Saya Sudah Mengenal dan Cocok dengan Bu Fadia |
![]() |
---|
WAWANCARA dr Amalia Desiana: Kantongi Rekomendasi ingin Lanjutkan Perjuangan Sang Ayah Budhi Sarwono |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.