Berita Ekonomi
Bank Dunia Ramal Ekonomi RI Sulit Tembus 5 Persen, Sri Mulyani Waspada
Bank Dunia memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 bakal sulit untuk menembus level 5 persen
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Bank Dunia memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 bakal sulit untuk menembus level 5 persen.
Dalam laporan terbaru Global Economic Prospects edisi Juni 2023, lembaga tersebut memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 hanya 4,9 persen.
Meski demikian, perkiraan ini lebih tinggi dari perkiraan Bank Dunia sebelumnya yang sebesar 4,8 persen untuk tahun ini.
Bank Dunia melihat, hal itu didorong pertumbuhan permintaan dari China seiring dengan langkah Negeri Tirai Bambu membuka gerbang perekonomiannya.
Baca juga: Bawa Gepokan Uang Rp 2 Ribuan buat Beli iPhone, Tukang Parkir di Makassar Viral, Nabungnya 6 Bulan
Hal itu diyakini akan meningkatkan kinerja ekspor, termasuk Indonesia. Terlebih, Indonesia merupakan negara mitra dagang China.
Namun, Bank Dunia memperkirakan adanya pelemahan kinerja ekspor Indonesia pada tahun ini, seiring dengan normalisasi harga komoditas, yang kemudian akan memengaruhi pertumbuhan.
Meski demikian, penurunan harga komoditas juga akan membawa dampak positif pada Indonesia berupa turunnya inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK).
Seiring dengan hal itu, Bank Dunia juga meramal adanya peningkatan permintaan di negara berkembang, meski masih lemah.
Namun, dari sisi prospek investasi, Bank Dunia melihat masih ada tantangan terkait akibat tren suku bunga tinggi dan permintaan domestik yang masih lemah.
Selain memengaruhi investasi, hal itu juga tentu akan memengaruhi produksi industri, konsumsi masyarakat, juga bursa lapangan kerja.
Menanggapi hal itu. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, saat ini kondisi perekonomian global memang masih diwarnai ketidakpastian.
Hal itu berpotensi berdampak terhadap perekonomian domestik, utamanya berkaitan dengan transaksi perdagangan internasional.
"Kami waspadai, memang suasana dunia sedang tidak pasti," katanya, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (8/6).
Bendahara negara menjelaskan, lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memprediksi, pelemahan ekonomi akan mulai dirasakan pada paruh kedua 2023.
Berlanjut
Bukan hanya untuk tahun ini saja, dia menambahkan, ketidakpastian ekonomi global diproyeksi berlanjut hingga tahun depan.
Oleh karena itu, Sri Mulyani menyatakan, pemerintah akan tetap waspada hingga 2024.
"Ini berarti kita harus waspadai dari sisi antisipasi kita, karena menyangkut permintaan ekspor kita, dan juga nanti pengaruhnya ke kebijakan suku bunga negara-negara maju," paparnya.
Adapun, Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 melambat dibandingkan tahun sebelumnya.
Lembaga tersebut memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 sebesar 4,7 persen secara tahunan atau year on year (yoy), atau melambat dari 5,31 persen yoy.
Hal itu seiring dengan perekonomian Indonesia yang peka terhadap kondisi ketidakpastian global, termasuk ketegangan geopolitik dan gejolak pasar keuangan.
Meski perekonomian Indonesia diuntungkan dari kenaikan harga komoditas pada 2 tahun terakhir, pada 2023 ini harga komoditas mengalami normalisasi. Dengan demikian, ada potensi perlambatan pertumbuhan perdagangan.
OECD pun memperkirakan, pertumbuhan ekspor pada 2023 sebesar 7,4 persen yoy atau melambat dari capaian pertumbuhan pada tahun lalu sebesar 16,3 persen yoy.
Di dalam negeri, OECD juga melihat pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang terbatas, karena kenaikan upah riil yang rendah dan pasar tenaga kerja yang lemah.
Lembaga tersebut lalu memperkirakan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada 2023 sebesar 4,9 persen yoy atau relatif tak berubah dari tahun lalu.
Kabar baiknya, ada potensi kenaikan konsumsi pemerintah di tahun ini. OECD memperkirakan pertumbuhan konsumsi pemerintah sebesar 3,1 persen yoy, aAtau lebih baik dibandingkan dengan 2022 lalu negatif 4,5 persen yoy.
Sedangkan pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi diperkirakan melambat, yaitu dari 3,9 persen yoy pada 2022 menjadi 2,3 persen yoy pada tahun ini.
(Kontan/Bidara Pink/Kompas.com/Rully R Ramli)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.