Berita Semarang
Agustinus Sebut Tuntutan Jaksa Tidak Sesuai Dakwaan
gustinus Santoso terdakwa kasus penggelapan sertifikat tanah bacakan pembelaannnya saat sidang agenda pledoi di Pengadilan negeri Semarang
Penulis: rahdyan trijoko pamungkas | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG -- Agustinus Santoso terdakwa kasus penggelapan sertifikat tanah bacakan pembelaannnya saat sidang agenda pledoi di Pengadilan negeri Semarang, Selasa (1/8/2023).
Agustinus menuturkan selama melakoni bisnis distributor kosmetik. Dia mencoba mencari tambahan dengan melebarkan usahanya ke dunia properti.
"Namun sialnya karena saya membeli tanah di jalan Tumpang Nomor 5 Semarang dari mendiang Tan Joe Kok Men yang merupakan suami dari Agnes Siane di Bank Mayapada pada tahun 2011," jelasnya.
Menurutnya, tanah itu dibeli karena membantu Agnes Siane yang merupakan janda karena akan dilelang bank. Sebelum membeli dia sudah meneliti kelengkapan surat tanah.
"Sertifikat tanah itu atas nama suaminya dan dijaminkan di bank. Saya kasihan karena Agnes Siane ditinggali hutang segitu banyaknya oleh suaminya, dan tanah tidak ada calon membeli. Kenapa tidak ada keluarga suaminya yang membantu melunasi hutangnya di bank," terangnya.
Dia mempertanyakan kenapa pelapor yaitu Kwee Foeh Lan dan menantunya Handoko justru memperkarakan ke Polisi mengenai tanah tersebut.
Dirinya heran keduanya tidak mempermasalahkan tanah tersebut saat dijaminkan di bank selama bertahun-tahun, dan ketika tanah itu ditempati Agnes Siane beserta keluarganya.
"Jika Kwee Foeh Lan mengakui itu tanah miliknya kenapa tidak dari dahulu saat Tan Joe Kok Men masih menempati tanah tersebut. Kenapa sekarang saya yang diperkarakan karena melunasi hutangnya di bank," imbuhnya.
Agustinus mengeluhkan dipaksa harus mengetahui relase gugatan perdata nomor 244 yang diajukan pelapor kepada saudara iparnya. Sementara pada perkara itu dirinya bukan para pihak.
"Jaksa dan penyidik memberikan fakta Kwee Foeh Lan mengetahui relase putusan itu pada tahun 2014 setahun setelah ada putusan pailit," tuturnya
Dia menuturkan jaksa menuding karena tidak hati-hati saat membeli obyek tanah tersebut.
"Dari awal saya membeli dari bank Mayapada. Bukankah tanah yang dijaminkan selama 10 tahun itu ada masalah. Mana mungkin bank mengucurkan kredit jika jaminan itu bermasalah," jelasnya.
Dia dituding membeli tanah jaminan itu secara diam-diam tanpa sepengetahuan Bank Mayapada. Padahal PPJB dilakukan di Bank Mayapada dan disediakan ruangan.
"Kenapa JPU mengubah tuntutan dari dakwaan . Apakah JPU yang penting saya bersalah. Jika saya menggelapkan dari Mayapada seharusnya Mayapada yang mempermasalahkan bukan Kwee Foeh Lan," tuturnya.
Dikatakannya, Kwee Foeh Lan dan mantunya tersebut saat dihadirkan menjadi saksi tidak mengetahui terkait rekayasa pailit. Hal itu hanya diketahui penyidik.
"Bagaimana orang mau memidanakan tanpa tahu isi laporannya," ujarnya.
Dia menuturkan dalam tuntutan JPU merubah bahwa dirinya dinyatakan bersalah, tidak memberitahukan adanya putusan gugatan perdata nomor 240.
Padahal sebelumnya ,JPU mendakwakan pada saat dirinya mengajukan gugatan pailit tidak memberitahukan adanya gugatan perdata nomor 244.
"Jelas-jelas gugatannya beda. Gugatan nomor 240 dimenangkan Agnes Siane. Pada tuntutan jaksa menyatakan gugatan 240 tidak diberitahukan Kwee Foeh Lan dan Kiantoro. Aneh sekali," tuturnya.
Dia disalahkan karena memasukkan sertifikat tanah itu ke dalam boedel pailit tanpa sepengatahuan Kwee Foeh Lan dan Kiantoro. Sementara dalam sertifikat itu atas nama suami Agnes Siane.
"Saya menyerahkan sertifikat itu saat diminta pengacara saya. Apakah tanah itu milik Agnes Siane atau bukan habya kurator yang menentukan. Dan yang menyatakan Agnes Siane pailit bukan saya tetapi hakim pengawas dan saya hanya pemohon pailit," tuturnya.
Agustinus mengatakan mengajukan pailit agar uangnya kembali saat melunasi hutang suami Agnes. Saat ada putusan pailit tanah itu sudah diumumkan di koran sebanyak tiga kali.
"Tanah itu tidak ada yang membeli. Wahono teman saya menawarkan membeli tanah itu. Jika saya tidak menerima tawaran uang saya tidak akan kembali. Uang punya Wahono," ujarnya.
Wahono menawarkan tanah itu dibelinya kembali. Dirinya mau membeli tanah itu setelah mendapat uang hasil lelang.
"Tanah itu bisa dibeli ketika sudah dilelang. Uangnya yang digunakan membayarkan lelang adalah uang Wahono. Kalau tidak dibeli Wahono uang saya juga tidak kembali karena tidak laku," tuturnya.
Ia menuturkan pada perkara tersebut sempat akan dilakukan restoratif justice. Namun rupanya pada upaya itu mantu pelapor meminta terdakwa membayar Rp 40 miliar dan sertifikat diserahkan.
"Hal itu terungkap saat dihadirkan di persidangan. Apakah itu namanya tidak pemerasan," tandasnya.
Sementara itu pada agenda pledoi, Penasihat hukum terdakwa, Alvares Guarino menyebut ada tujuh kebohongan jaksa yang dituangkan dalam amar tuntutan. Kebohongan pertama PPJP dengan Agnes Siane dilakukan tanpa sepengetahuan Bank Mayapada.
"Ini perbuatan fitnah keji faktanya PPJP dilakukan di Bank Mayapada, dan di tempat bank Mayapada," ujarnya.
Kebohongan kedua Jaksa sengaja mereduksi atau menghilangkan fakta uang terdakwa Rp 3,150 miliar yang sudah masuk ke Bank Mayapada dan tidak ditarik kembali. Faktanya uang yang disetorkan terdakwa itu membuat hutang suami Agnes Siane di Bank Mayapada lunas.
"Karena sudah dilunasi, terdakwa menggantikan posisi bank sebagai kreditur," imbuhnya.
Kebohongan ketiga jaksa menyebut terdakwa tidak berhati-hati bahwa tanah itu bukan milik Agnes Siane karena sertifikat atas nama suaminya, dan belum ada penetapan waris. Terdakwa masih nekat membeli.
Kebohongan keempat jaksa memlintir bahwa Agnes Siane menyetujui adanya permohonan pailit. Kebohongan kelima Jaksa masih saja mengklaim terdakwa melakukan penggelapan.
"Karena sertifikat itu bukan atas nama Agnes Siane tetapi masih tetap diserahkan kurator," tuturnya.
Kemudian kebohongan keenam jaksa masih mendalilkan terdakwa bekerjasama dengan temannya Wahono pada proses kepailitan merupakan kesalahan pidana.
"Menurut pendapat Guru Besar Kepailitan, kreditur saja boleh membeli tanah itu. Faktanya Wahono beli setelah tanah itu dibeli Yussy dan kongsinya setelah itu," jelasnya.
Kebohongan ketujuh terdakwa menyerahkan sertifikat itu ke kurator tanpa sepengetahuan Kwee Foeh Lan dan Suaminya. Faktanya sertifikat itu diserahkan kreditur kepada kurator atas perintah undang-undang.
"Kalau tidak diserahkan klien kami bisa dipidana. Terlebih waktu itu belum ada putusan inkrah gugatan yang diajukan pelapor," imbuhnya. (*)
Baca juga: Seiring Penyelenggaraan Pilkades di Demak, Tahun 2022 dan 2023 Yang Banyak Muncul Konflik
Baca juga: Penampakan Kepala Kala di Makam Eyang Udan Agung Karanganyar, Benda yang Diduga Cagar Budaya
Baca juga: Harga Emas Antam Hari Ini Turun Rp 7.000, Ini Daftar Lengkapnya
Baca juga: Unggahan Terbaru Denny Caknan! Posting Foto dan Lagu Sugeng Dalu Versi Bahasa Inggris
Dikembangkan di Semarang, Potensi Produksi Padi Biosalin Bisa Capai 126 Ton |
![]() |
---|
Bahaya TPA Ilegal di Brown Canyon Semarang, Walhi Jateng: Ancaman Kanker dan Polusi Air Tanah |
![]() |
---|
Satria Pelajar SD Semarang Hidupkan Boneka Dengan Bercerita Hingga Meraih Banyak Piala |
![]() |
---|
Kota Semarang Berawan, Berikut Prakiraan Cuaca BMKG Kamis 31 Juli 2025 |
![]() |
---|
Lomba HUT ke-80 Kemerdekaan RI Digelar Pemkot Semarang, Ini Rangkaiannya! |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.