Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Regional

Perjalanan Karier Sastra Cak Nun Emha Ainun Nadjib Ternyata Ayah Vokalis Band Terkenal

Perjalanan Karier Sastra Cak Nun Emha Ainun Nadjib Ternyata Ayah Vokalis Band Terkenal

Penulis: non | Editor: galih permadi
Wikipedia Indonesia
Perjalanan Karier Sastra Cak Nun Emha Ainun Nadjib Ternyata Ayah Vokalis Band Terkenal 

Perjalanan Karier Sastra Cak Nun Emha Ainun Nadjib Ternyata Ayah Vokalis Band Terkenal

TRIBUNJATENG.COM - Emha Ainun Nadjib atau lebih dikenal dengan panggilan Cak Nun, merupakan budayawan Indonesia.

Saat ini dirinya tengah sakit dan dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito Yogyakarta.

Bahkan sempat beredar hoaks di media sosial yang mengabarkan meninggalnya Cak Nun.

Namun hal itu dibantah oleh Kepala Bagian Hukum, Organisasi, dan Humas RSUP Dr Sardjito, Banu Hermawan.

"Teman teman semua, kabar itu tidak benar njih. Saat ini kami masih merawat beliau seoptimal mungkin," katanya kepada wartawan.

Banu meminta kepada seluruh masyarakat untuk mendoakan agar Cak Nun bisa segera sembuh.

Sebelumnya ada 6 Juli 2023 lalu Cak Nun dilarikan ke RSUP Sardjito Yogyakarta karena mengalami pendarahan otak.

Cak Nun kemudian menjalani operasi dan hingga saat ini masih dirawat.

Perjalanan Karier Cak Nun

Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun merupakan budayawan yang lahir Jombang, 27 Mei 1953.

Cak Nun memiliki lima anak yang di antaranya adalah Sabrang Mowo Damar Panuluh atau yang lebih dikenal dengan Noe Letto.

Awal perjalanan Cak Nun dalam kepenulisan dimulai sejak akhir 1969.

Saat menginjak usia 16 tahun, ia meninggalkan pondok pesantren dan melanjutkan pendidikannya di SMA Muhammadiyah I Yogyakarta.

Pada 1970 Cak Nun bergabung dengan kelompok diskusi dan studi sastra yang dipimpin oleh Umbu Landu Paranggi, Persada Studi Klub (PSK), di bawah Mingguan Pelopor Yogyakarta.

Kegiatannya dimulai ketika Cak Nun menulis puisi di harian Masa Kini dan Berita Nasional.

Tak hanya itu, Cak Nun juga menulis puisi di Majalah Muhibbah yang mana merupakan majalah terbitan UII Yogyakarta dan menulis cerpen di Minggu Pagi dan MIDI.

Cak Nun kemudian banyak menerbitkan puisinya di media massa terbitan Jakarta seperti Horison.

Ketidakpuasannya membuat Cak Nun menghasilkan sajak dan cerpen ringan yang kemudian berlanjut menulis esai, kritik drama, resensi film, dan pembahasan mengenai pameran lukisan.

Cak Nun menggunakan nama samaran Joko Umbaran atau Kusuma Tedja dalam tulisan-tulisannya.

Pada 1975, Cak Nun mengikuti sebuah Festival Puisi 1975 di Jakarta dan diundang dalam Festival Puisi Asean 1978.

Cak Nun sempat menjadi redaktur kebudayaan di harian Masa Kini sampai hingga 1977 dan menjadi pemimpin Teater Dinasti, Yogyakarta.

Selain itu, Cak Nun juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Dewan Kesenian Yogyakarta.

Tulisan-tulisannya telah dibukukan dalam berbagai jenis karya sastra.

Seperti puisi, cerpen, naskah drama, esai, quotes, transkrip, hingga wawancara.

Cak Nun pernah mengikuti lokakarya teater di Filipina pada 1980 dan International Writing Program di Lowa University Amerika Serikat di 1984.

Lebih lanjut, Cak Nun juga berpartisipasi dalam Festival Penyair Internasional di Rotterdam Belanda pada 1984.

Di 1985 Cak Nun juga ikut Festival Horizonte >III di Berlin, Jerman dan mengikuti berbagai pertemuan sastra dan kebudayaan sejenis.

Pada 1995, Cak Nun membentuk sebuah komunitas yang diberi nama Komunitas Padhang Mbulan yakni sebuah kelompok pengajar.

Cak Nun juga berkiprah dalam Yayasan Ababil di Yogyakarta yang menyediakan tenaga advokasi pengembangan masyarakat dan penciptaan tenaga kerja. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved