Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Kasus Senior Hajar Junior PIP Semarang Lanjut di Meja Polisi, Johanson: Ada Unsur Pidana

Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jateng kembali membuka kasus penganiayaan taruna Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang

Penulis: iwan Arifianto | Editor: muslimah
TribunJateng.com/Iwan Arifianto
Dirreskrimum Polda Jateng Kombes Johanson Simamora selepas menghadiri acara HUT ke 75 Polwan di Gedung Borobudur, kantor Polda Jateng, Senin (4/9/2023). 

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jateng kembali membuka kasus penganiayaan taruna Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang. 

Kasus tersebut sempat mandek lantaran keluarga korban meminta penundaan sembari berupaya melakukan pembenahan agar kasus itu tak berulang ke taruna lainnya.

Upaya keluarga korban yakni dengan mengadu ke berbagai lembaga di antaranya Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BPSDM) Kementrian Perhubungan (Kemenhub) yang membawahi kampus tersebut.

Ternyata upaya tersebut tak menemukan titik temu sehingga keluarga korban meminta kasus itu kembali dibuka.

Baca juga: Kasus dugaan Kekerasan di PIP Semarang, Korban Masih Mendapat Umpatan hingga Caci Maki

Baca juga: Kronologi Penganiayaan di PIP Semarang, Yoka : Nangis Sejadi-jadinya saat Anak Cerita Mau Mati

"Iya, kasus PIP (Semarang) dari keluarga korban meminta surat penundaan sementara,  permintaan tersebut karena mereka ada pembicaraan ke kampus namun sekarang minta dibuka kembali.

Kita ikutin saja permintaan dari keluarga korban," ujar Dirreskrimum Polda Jateng Kombes Johanson Simamora selepas menghadiri acara HUT ke 75 Polwan di Gedung Borobudur, kantor Polda Jateng, Senin (4/9/2023)

Pihaknya menyebut, sudah melakukan pemeriksaan terhadap banyak saksi. Johanson tak menyebut detail berapa saksi yang diperiksa. 

Hanya saja, para saksi tersebut sebagain besar terdiri dari teman-teman korban dan guru korban. 

"Saksi banyak, teman-teman, guru, yang melihat dan  mendengar (kejadian itu) kita periksa semua," paparnya.

Terkait sejauh mana pemeriksaan, lanjut Johanson, kasus tersebut tetap diproses secara hukum.

Pihaknya masih melengkapi berkas-berkas yang dibutuhkan.

"Sekarang lanjut, unsur pidana ada," terangnya.

Kronologi peritiwa

Diberitakan sebelumnya, seorang pria berinisial MGG (19) taruna Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang alami kekerasan yang dilakukan oleh para senior dan pembinanya.

Kekerasan dilakukan sebanyak empat kali.

Akibatnya,pandangan mata korban sempat kabur selama dua minggu.

Air kencingnya berdarah, hingga tulang hidung alami geser.

"Kasus sudah dilaporkan ke Polda Jawa Tengah," ucapPendamping hukum korban dari LBH Semarang, Ignatius Radit, di Kota Semarang, Rabu (14/6/2023).

Tangkapan layar saat konferensi pers yang digelar secara virtual oleh LBH Semarang terkait kasus kekerasan terhadap seorang taruna PIP Semarang berinisial MGG, di Kota Semarang.
Tangkapan layar saat konferensi pers yang digelar secara virtual oleh LBH Semarang terkait kasus kekerasan terhadap seorang taruna PIP Semarang berinisial MGG, di Kota Semarang. (TRIBUNJATENG / Iwan Arifianto.)

Korban dihajar oleh tujuh seniornya dalam kelompok kegiatan kampus bernama Dekor.

Kelompok dekor bertugas untuk mendekorasi sejumlah kegiatan kampus.

Namun, belakangan diketahui, tim Dekor memiliki arti lain di para taruna yakni dewan eksekutor.

Dalam kelompok tersebut merupakan orang-orang terpilih dengan kriteria taruna yang bertubuh paling besar dan tegap.

Kendati korban masuk dalam kelompok itu, korban tidak berkenan.

Alasannya, korban memang tak suka kekerasan dan lebih memilih ekstrakulikuler lainnya.

"Ternyata di dalam sekolah kedinasan masih ada praktik kekerasan. Bahkan, dinormalisasi," ucap Radit.

Korban bisa masuk ke sekolah tersebut lantaran ingin menjadi pegawai negeri sipil (PNS).

Orangtua korban mendukungnya masuk sekolah kedinasan lantaran merasa yakin praktik kekerasan antar taruna di sekolah tersebut sudah hilang.

Apalagi orangtua korban sempat diyakinkan oleh pihak sekolah bahwa praktik senior hajar junior sudah hilang.

Merasa diyakinkan, akhirnya korban masuk ke sekolah tersebut sebagai angkatan 59.

"Korban warga Jakarta, ia masuk PIP tahun 2022," imbuhnya.

Korban mengalami kekerasan setidaknya empat kali.

Kekerasan pertama berupa pemukulan bertubi-tubi menggunakan tangan terbuka di kepala dari arah atas, depan, kiri dan kanan.

Pukulan mengenai di kepala dan tendangan di tulang kering oleh Pembina dan Pengasuh Taruna (Binsuhtar) pada Minggu, 9 Oktober 2022.

Penganiyaan kedua, korban mengalami pemukulan di kepala bagian belakang sebanyak lebih dari 10 kali oleh seniornya angkatan 56, Minggu sore, 23 Oktober 2022.

Berikutnya, korban mengalami penganiayaan fisik, dipukul sekitar 40 kali di bagian perut, termasuk ulu hati pada Rabu malam, 2 November 2022

Terakhir tadi malam Selasa (13/6/2023) , korban alami kekerasan dengan ditendang oleh seniornya.

"Secara fisik memang tidak begitu parah, tetapi hal itu mengingatkan rasa trauma korban. Hal itu terbukti dari hasil assesment psikolog LPSK  yang menyatakan korban alami  trauma," bebernya.

Selepas mendapatkan kekerasan, korban sempat mengambil cuti sekolah mulai Desember 2022 hingga Mei 2023.

Selama cuti, korban didampingi kuasa hukumnya melaporkan kejadian itu tak hanya ke Polda Jateng melainkan pula ke Kementrian Perhubungan (Kemenhub) yang membawahi sekolah kedinasan tersebut.

Persisnya ke Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BPSDM) Kemenhub.

Pihak lainnya yaitu ke lembaga perlindungan korban dan saksi (LPSK).

Hasilnya, korban sempat diyakinkan oleh BPSDM akan mendapatkan jaminan keamanan.

Korban juga mengajukan berbagai hal ke pihak BPSDM yakni meminta korban dipindahkan ke Sekolah Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta dengan tujuan lebih mudah  untuk pengawasan orangtua.

BPSDM meminta korban kembali ke asrama sedangkan pihak PIP Semarang meminta korban untuk kembali bersekolah.

"Ternyata masih sama, korban mendapatkan perundungan karena korban melapor tercium oleh para taruna lainnya hingga kekerasan yang terjadi tadi malam," ungkap Radit.

Di  samping itu, pihaknya telah melakukan investigasi  ternyata ada tiga korban lainnya.

Satu di antaranya kini memilih keluar dari sekolah tersebut.

"Taruna yang keluar karena kapok jadi samsak," tuturnya.

Ia menuturkan, kasus tersebut bisa saja terus bergulir  di ranah hukum bilamana para senior yang melakukan kekerasan terhadap korban mau membantu membongkar kasus kekerasan di sekolah tersebut.

"Sebaliknya nanti bisa lanjut (proses hukumnya),"

Ia menambahkan, proses kasus ini tidak hanya dipidana saja.

Sebab, jalur pidana tak bakal menyelesaikan masalah.

Hal itu terbukti di kasus sebelumnya ada taruna PIP tewas dihajar seniornya tetapi kejadian kekerasan masih jalan sampai sekarang.

Artinya, pembenahan sistem penanganan kekerasan di sekolah masih bersifat hangat-hangat tahi ayam.

"Jadi hukuman tidak personal saja tetapi struktural. Lembaga harus diubah, sekolah kedinasan mending pindah ke Kemendikbud saja," imbuhnya.

Terpisah, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah, Siti Farida mengatakan, telah menerima laporan dari LBH Semarang terkait kasus penganiayaan di PIP Semarang.

LBH Semarang melaporkan  kementerian perhubungan pusat sehingga pelaporan akan dilimpahkan ke Ombudsman di Jakarta.

Dalam laporan itu memohon perbaikan supaya tidak ada kekerasan.

"Regulasi menerbitkan kementerian di tingkat pusat nanti prosesnya dari ombudsman pusat untuk saran-saran perbaikan," katanya.

Tribun masih berupaya mengkonfirmasi ke PIP Semarang. Namun, upaya konfirmasi belum ada tanggapan. (Iwn)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved